Ketika Charles De Ketelaere naik ke atas panggung untuk menerima hadiah Promise of the Year di Belgian Sports Awards pada pertengahan Desember, video yang diputar di belakangnya tidak dimulai dengan menampilkan prestasi sepakbolanya.
Alih-alih, rekaman tersebut justru menampilkan momen ketika bintang Club Brugge ini bermain tenis sekitar satu dekade lalu dan itu ditampilkan sebagai pengingat soal betapa berbakatnya olahragawan berusia 19 tahun itu.
Saat De Ketelaere mengikuti jejak Romelu Lukaku, Divock Origi dan enam kali juara tenis Grand Slam Kim Clijsters dalam mengklaim penghargaan tahunan, ia diberi kesempatan untuk mengulas balik keputusan yang mengubah jalan hidupnya sebagaimana ia mengikuti mimpinya di sepakbola ketimbang menekuni olahraga solo.
"Tenis jauh lebih konfrontatif saat Anda kalah. Di sepakbola, lebih mudah mencari alasan ketika ada yang salah, tapi di tenis hanya Anda [yang disalahkan],” kata De Ketelaere, yang merupakan juara tenis Flemish saat berusia 10 tahun, kepada Het Niewsblad. "Anda adalah satu-satunya yang bersalah jika Anda bermain buruk, dan saya tidak bisa meng-handle kesalahan saya sendiri.
"Saya tidak tahan terhadap mereka yang curang, mereka yang akan berteriak ketika bola keluar padahal nyatanya tidak. Lalu terkadang saya akan marah dan memukul semua bola dengan sengaja, atau bahkan berhenti bermain. Ibu saya mencoba membantu saya dengan itu, karena terkadang dia malu. Saya bahkan memiliki seorang pelatih yang harus saya ajak bermeditasi untuk menenangkan saya."
Baik untuk perkembangan pribadi atau kariernya di olahraga, jelas De Ketelaere membuat keputusan yang tepat, dengan penampilannya selama 12 bulan terakhir telah membuatnya muncul sebagai salah satu prospek muda Belgia yang paling cemerlang dalam beberapa tahun belakangan.
Meskipun baru berusia 19 tahun pada Maret 2020, playmaker tersebut sudah mirip seperti veteran setelah turun di hampir 50 pertandingan untuk tim utama dan ia telah menjadi pemain internasional Belgia seusai mengukir debut untuk tim Roberto Martinez melawan Swiss pada November kemarin.
“Semua yang saya impikan sebagai seorang anak sekarang semuanya menjadi kenyataan,” katanya setelah menerima penghargaan baru-baru ini. “Gol pertama saya terjadi untuk Club Brugge, yang telah begitu lama saya bela dan itu merupakan kota tempat saya tinggal. Juga debut saya untuk The Red Devils."
Kenaikan cepat De Ketelaere dimulai pada musim panas 2019 ketika ia terpilih sebagai salah satu dari tujuh jebolan akademi untuk bergabung dengan skuad utama Club Brugge menjelang musim baru.
Dia adalah satu dari hanya dua yang dipertahankan di antara jajaran senior menuju musim baru, dengan De Ketelaere terpilih untuk memulai debutnya melawan klub di kasta yang lebih rendah yakni Francs Borains di Piala Belgia pada September 2019.
Penampilan keduanya di tim utama, bagaimanapun, lebih mentereng.
Setelah hanya duduk di bangku cadangan di dua kesempatan sejak debutnya, De Ketelaere secara mengejutkan dimasukkan dalam starting line-up Philippe Clement untuk pertandingan Liga Champions melawan Paris Saint-Germain.
Meski tim Pro League itu dikalahkan 5-0 oleh juara Prancis tersebut, De Ketelaere tidak tampil mengecewakan saat bermain di lini tengah, dan dua minggu kemudian ia dimasukkan dari bangku cadangan di pertandingan tim cadangan, dengan debut liga mengikuti beberapa hari berselang.
Cek talenta terbaik NxGn lainnya di sini:
Pada saat musim 2019/20 disudahi sebelum waktunya karena pandemi Covid-19, pemain setinggi 192cm itu sudah menjadi starter reguler, mencetak gol senior pertamanya dalam pertandingan terakhir musim itu melawan Genk.
Meski menunjukkan peningkatan dan telah menandatangani kontrak baru berdurasi tiga tahun pada April kemarin, De Ketelaere justru kembali menjadi pemain cadangan pada saat musim anyar 2020/21 dimulai.
Namun, sekali lagi, Liga Champions-lah yang terbukti menjadi kompetisi untuk memulai kampanye anak muda itu, dengan gol kemenangannya di waktu tambahan melawan Zenit pada malam pembukaan babak grup menjadi awal dari rentetan 12 kesempatannya jadi starter dalam 16 pertandingan terakhir Club Brugge.
Selagi rentetan pertandingan itu dimulai dengan dia bermain di sisi kiri dalam skema tiga penyerang, sementara bentrokan melawan Borussia Dortmund dia dipaksa untuk mengisi posisi bek kiri dan mengawal Jadon Sancho, ia baru benar-benar unjuk diri ketika diberi peran sebagai striker tengah.
Dengan wataknya yang tidak mementingkan diri sendiri, De Ketelaere bertindak sebagai 'false nine' seolah-olah itu adalah posisi yang dia mainkan sepanjang hidupnya. Dia ditugaskan untuk bertindak sebagai fasilitator untuk pemain lain dan mencetak gol untuk diri sendiri - seperti Roberto Firmino di Liverpool - dan dia sedang berkembang.
“Kecerdasannya adalah aset besar. Ia lengkap, dengan perpaduan kualitas fisik dan teknik,” kata gelandang legendaris Club Brugge Gert Verheyen kepada Het Nieuwsblad mengenai De Ketelaere.
"Jika mereka memainkannya sebagai striker selama satu musim penuh dan dia terus bermain seperti ini, dia akan mencetak 15 gol.
"Jumlah [uang] yang [akan] ditawarkan klub-klub yang tertarik untuk membeli dia nanti angkanya pasti tidak pernah kita lihat sebelumnya di Belgia. Saya benar-benar meyakini itu.”
Mengingat situasi kontraknya dan peningkatan cepat yang ditunjukkan sejak perubahan posisinya, pemuncak liga Belgia itu percaya bahwa harga yang dituntut sebesar €25 juta (£23 juta / $31 juta) terbilang adil sebagaimana ketertarikan klub lain padanya mulai tumbuh.
AC Milan dan Atalanta sama-sama telah disebut sebagai calon peminat, meskipun mereka dan lainnya kemungkinan berharap untuk melihat lebih banyak dari De Ketelaere di depan gawang sebelum merogoh kocek dalam-dalam.
Dia hanya memiliki empat gol senior selama 18 bulan pertama kariernya, terlepas dia telah menjadi pemain Belgia pertama yang mencetak lebih dari satu gol Liga Champions sebelum ulang tahunnya yang ke-20.
Getty/Goal"Fakta bahwa dunia luar sekarang juga mengenal saya dan memiliki ekspektasi tertentu tidak menghalangi saya," kata De Ketelaere, yang juga menghabiskan waktu untuk belajar hukum selama setahun terakhir, kepada wartawan baru-baru ini.
"Saya sangat kritis terhadap diri saya sendiri, jadi tekanan sering datang dari diri saya sendiri. Saya tidak dapat membayangkan bahwa akan ada saat ketika saya berpikir: 'Sekarang saya di sini, sekarang tidak bisa lebih baik'.
"Saya secara teratur melihat kembali pertandingan saya. Ibu saya terkadang ingin menonton bersama, tetapi saya tidak suka itu. Semuanya terlihat bagus untuknya, sedangkan saya cenderung melihatnya sedikit lebih kritis."
Bagi seorang remaja yang tumbuh besar dengan mengidolakan Cristiano Ronaldo dan Roger Federer, mengejar kesempurnaan seharusnya bukan hal baru baginya, dan itu tentu akan membuatnya semakin kuat.
Tenis mungkin bukan olahraga untuk Charles De Ketelaere, tetapi jika awal mulanya seperti itu, sepakbola adalah alternatif yang sempurna.


