Football Tactics Chalkboard PizarraWeb

Goalpedia: Dari 1-2-7 Sampai 4-2-3-1, Sejarah Evolusi Formasi Sepakbola


OLEH    AHMAD REZA HIKMATYAR      Ikuti @rezahikmatyar di twitter

Siapa pun tahu taktik menjadi elemen terpenting dalam sepakbola. Tanpa penerapan taktik yang mumpuni, sebuah tim punya peluang besar menelan kekalahan sekalipun miliki deretan pemain bintang.

Susunan formasi merupakan representasi paling krusial dalam taktik. Bagaimana seorang pelatih melihat kebutuhan timnya, yang kemudian disesuaikan dengan tipe kerja pemainnya. Formula terbaik harus ditemukan berbekal 11 penggawa yang dipercaya turun. Entah itu dipersiapkan sebelum atau disesuaikan ketika laga berjalan.

Namun tahukah Anda bahwa dahulu formasi sama sekali tak penting di sepakbola? Ya, dahulu sepakbola merupakan olahraga yang hanya mewajibkan pemainnya berlari dan menendang bola. Peraturan yang mengikat sangat sederhana, hanya sebatas bola mati akibat pelanggaran fisik atau bola yang keluar dari garis tepi lapangan. Belum ada offside, backpass, dan tetek bengek lainnya. 

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Hingga akhirnya pada 1863 federasi sepakbola Inggris (FA), menerapkan peraturan offside. Dari sana dimulailah kreasi taktik dalam sepakbola, guna mengakali sebuah tim untuk menang tanpa banyak kehabisan waktu karena melanggar peraturan.

Seiring berjalannya waktu, peraturan di sepakbola pun semakin kompleks. Formasi yang tadinya itu-itu saja, makin berkembang makin bervariasi. Tak hanya sekadar menang tanpa banyak-banyak melanggar aturan, tapi sudah berubah untuk memastikan kemenangan dengan cara yang berkelas. Lalu seperti apa sejarah evolusi formasi di sepakbola?

SIMAK JUGA: Goalpedia - Keberhasilan Jerman Menelurkan Pelatih Berkualitas

da193bcd458623b9d937a730dd0ada726a725ad9

Di era sekarang, menjadi jenaka jika ada tim yang memainkan formasi 1-2-7. Formasi yang tampak begitu tidak seimbang dan hadirkan potensi kebobolan banyak gol di setiap laga.

Namun faktanya 1-2-7 merupakan tonggak formasi sepakbola. Skema ini populer di Inggris Raya menjelang bergulirnya abad ke-20. Formasi ini menggambarkan betapa dahulu sepakbola menyerang begitu dipuja.

Tentunya dengan aturan offside lawas yang tak seketat sekarang. Dahulu aturan offside masih terlampau bias. Seorang pemain akan dinyatakan offisde ketika dirinya menerima bola dari rekannya di depan kiper lawan.

1-2-7 sendiri terdiri dari satu bek, dua gelandang, dan tujuh penyerang yang dua di antaranya bisa turun membantu lini tengah. Sementara penyerang di kedua sisi lapangan, punya tugas ekstra mengkover serangan lawan dari area tersebut. Gaya bermain formasi ini mengedepankan umpan-umpan jauh langsung ke kotak penalti lawan, tanpa perlu bertele-tele menggocek bola.

Formasi 1-2-7 kemudian berkembang menjadi 2-2-6. Momen perubahan itu hadir ketika formasi 2-2-6 terapan Sktolandia, sukses menahan Inggris tanpa gol kendati andalkan 1-2-7, pada duel uji coba tahun 1872. Formasi 2-2-6 menjanjikan permain yang lebih terorganisasi, dengan umpan-umpan pendek karena jarak antar pemain yang lebih berdekatan.

SIMAK JUGA: Goalpedia - Siapa Penemu Rabona?

dbf70c566cfb65de791adf8e7d86f7f2e12612d8

Formasi 3-2-2-3 dipopulerkan oleh manajer Arsenal, Herbert Chapman, pada 1925, tatkala peraturan offside berubah menjadi lebih jelas. Formasi ini juga dijuluki sebagai formasi "WM", merujuk pada huruf "W" yang membentuk posisi pemain di sekotr belakang dan huruf "M" di sektor depan.

Formasi 3-2-2-3 jadi formula pertama yang menempatkan pemain belakang dan depan dalam jumlah yang sama. Formasi ini terdiri dari tiga bek (satu bek tengah dan dua fullback), dua gelandang defensif, dua gelandang ofensif (bisa bertransisi jadi penyerang tengah), dan tiga penyerang (dua winger dan satu ujung tombak).

Sektor spesial dalam formasi 3-2-2-3 ada di lini tengah. Empat pemain yang bercokol di sana akan membentuk posisi persegi, ketika sedang mengontrol pertandingan. Jika satu dari empat gelandang itu memiliki stamina berlebih, maka formasi ini menjanjikan skema menyerang dan bertahan dengan tujuh pemain sekaligus.

Arsenal menjadi tim yang paling sukses menggunakan formasi ini, lewat keberhasilannya raih lima gelar Divisi Satu dan sepasang Piala FA pada periode 1931 hingga 1939. Timnas Italia jadi pelaku sukses lainnya, dengan memodifikasi 3-2-2-3 menjadi 2-3-2-3. Pelatih Gli Azzurri kala itu, Vittorio Pozzo, menyebutnya sebagai skema Il Metodo.

Meski begitu akar dari formasi WM ini sejatinya berasal dari formasi 2-3-5 yang diterapkan Timnas Uruguay pada 1920. Formasi yang mampu mengantarkan La Celeste jadi kampiun Olimpiade pada 1924 dan 1928 serta rengkuh Piala Dunia 1934.

SIMAK JUGA: Goalpedia - Kontroversi Penggunaan Teknologi Video

80137c53c563297ceb4290ce8b8ec52097435b42

Formasi 4-2-4 menjadi tonggak formasi modern sepakbola yang masa berlakunya masih ada hingga detik ini. Formasi ini merupakan kombinasi dari keinginan untuk membangun lini depan dan lini belakang yang lebih kuat. Skema ini juga jadi yang pertama dideskripsikan dalam bentuk nomor punggung pemain.

Brasil dan Hongaria jadi tim yang mempopulerkan kehadiran formasi 4-2-4 pada 1950-an. Formasi ini membawa Seleccao jadi kampiun Piala Dunia 1958 dan 1963, sementara The Magical Magyar jadi runner-up di gelaran 1938 dan 1954.

Meski menjanjikan efek serangan dan bertahan yang lebih kuat, tapi formasi 4-2-4 dipandang sangat berisiko merusak keseimbangan permainan. Sorotan utamanya ada di lini tengah, dengan pengguna formasi ini takkan bisa berlama-lama menguasai bola dan mengatur tempo permainan.

Karenanya akan lebih baik jika terdapat satu sosok di lini depan dan belakang untuk melakukan transisi ke lini tengah. Sederhananya, ketika menyerang formasi bisa berubah jadi 3-3-4, sementara ketika bertahan formasinya bertranformasi jadi 4-3-3.

Meski formasi ini sulit eksis pada era milenium, tapi 4-2-4 sejatinya kerap hadir di tengah pertandingan ketika sebuah tim dituntut untuk mencetak gol pada sisa waktu.

SIMAK JUGA: Goalpedia - Aturan Kerja Yang Sulit Di Liga Primer Inggris

a09afb678d1bf1a8f5d52b7799e3b292270a069c

Inilah formasi yang mungkin paling tersohor di jagat sepakbola. 4-4-2 bahkan jadi inspirasi nama salah satu majalah sepakbola terkemuka dunia, Four Four Two. Bukan tanpa alasan, karena masa pakainya begitu awet, terbentang hingga lebih dari dua dekade.

Kepopuleran 4-4-2 hadir pada 1990-an, seiring memuncaknya kompetisi Serie A italia. Arrigo Sacchi dan Fabio Capello, jadi sosok paling paling berjasa memperkenalkan skema ini ke khalayak sepakbola. Dua figur itu sukses mengantarkan AC Milan jadi kampiun Eropa sampai tiga kali lewat formasi 4-4-2.

Formasi ini dipandang sebagai jalan terbaik sebuah tim untuk hadirkan keseimbangan dalam permainan. Dari susunannya, banyak yang mengira bahwa otak dari formasi ini ada di kedua sisi lapangan. Sebagaimana tersedia dua bek sayap dan dua gelandang sayap.

Faktanya justru duo gelandang tengah-lah yang jadi pusat permainan dari formasi 4-4-2. Satu pemain berfungsi sebagai gelandang box to box untuk mengawal pertahanan dan serangan, sementara lainnya bertugas mengatur tempo permainan.

Meski mengutamakan keseimbangan dalam bermain, beberapa tahun terakhir pelatih Atletico, Diego Simeone, memodifikasi 4-4-2 jadi jauh lebih pragmatis-defensif. Tak jadi masalah, karena ramuan itu mampu membawa Los Rojiblancos dua kali ke final Liga Champions dalam tiga tahun terakhir.

SIMAK JUGA: Goalpedia - Memahami Taktik Half Space

b966cd83dc688978f7a6e9dea739ddfa4405dce6

Formasi 4-3-3 merupakan perkembangan dari formasi 4-2-4 ala Brasil dan 3-4-3 ala Belanda. Formasi ini terbilang sangat ofensif di sepakbola era modern, dengan hadirkan tiga pemain di lini depan. 

Legenda terbesar Negeri Kincir Angin, Johan Cruyff, menjadi sosok paling berjasa hadirkan formasi ini. Selain itu pelatih flamboyan asal Republik Ceko, Zdenek Zeman, juga dipandang sebagai orang paling setia dengan formasi ini hingga hadirkan julukan Zemanlandia.

Dalam formasi 4-3-3, peran dua bek sayap menjadi lebih krusial untuk bergerak ofensif. Sementara di sektor tengah, dua dari tiga gelandang memiliki tugas lebih dalam membangun serangan. Satu lainnya bertanggung jawab untuk fokus di lini pertahanan.

Sementara di lini depan terdapat dua gaya dalam penerapannya, yakni dengan menurunkan sepenuhnya ujung tombak atau menugaskan dua di antaranya sebagai winger. Pilihan kedua lebih kerap diterapkan untuk hadirkan keseimbangan lebih dalam permainan.

Barcelona merupakan tim yang paling melekat dengan formasi 4-3-3. Mengandalkan skema itu dalam sedekade terakhir, empat gelar Liga Champions secara luar biasa berhasil mereka koleksi.

SIMAK JUGA: Goalpedia - Penerapan Sistem Marquee Player Di Negara Lain

a1747f47ff23ba2d205b998a5c599bd7c4c368d7

Formasi 4-2-3-1 jadi skema paling laris dalam sepakbola masa kini. Formasi itu merupakan integrasi dari skema lawas 4-3-1-2 dan 4-3-3. Selain itu formasi ini jadi solusi menyatukan playmaker dan deep-lying playmaker dalam satu skema.

Playmaker yang dahulu miliki tugas mengatur jalannya tempo permainan, dalam formasi ini lebih difokuskan hadirkan kreativitas dalam menyerang. Tugas mengatur tempo permainan diserahkan sepenuhnya pada deep-lying plamaker, yang dipasangkan dengan gelandang box to box di lini tengah.

Sementara itu peran winger di sini tak se-ofensif di formasi 4-3-3. Mereka justru akan bertugas lebih banyak mengkover lini tengah. Meski begitu tugas ujung tombak di lini depan tak lantas semakin berat, karena sudah mendapat asupan khusus dari playmaker.

Dalam perkembangannya posisi playmaker bisa diubah jadi lebih pragmatis, lewat posisi penyerang pendamping. Namun pergerakannya tetap jauh lebih ke dalam dan luas dibanding penyebutan posisi "penyerang pendamping".

Marcello Lippi menjadi figur utama populernya formasi 4-2-3-1, yang mengakomodasi peran Francesco Totti dan Andrea Pirlo di Timnas Italia. Lewat formasi itu, Gli Azzurri dibawanya jadi kampiun Piala Dunia 2006.

Iklan