Kami mengobrol di tengah suasana mewah 'President Club' di kandang Udinese, Dacia Arena, sebuah stadion baru berkapasitas 25.000, yang merupakan komoditas langka di sepakbola Italia.
Bagaimana bisa? Pertama-tama, mereka memiliki fasilitas kelas wahid, sementara lapangan latihannya bisa dijangkau dengan jalan kaki dari ruang ganti stadion – sebuah anomali di Serie A.
Seperti yang dikatakan Maurizio Sarri tahun lalu, "Di sini, kami tertinggal 30-35 tahun dari liga-liga lain, tapi tak ada yang membahas soal struktur dan tempat latihan. Ketika saya mengeluhkan soal lapangan, mereka bilang saya tukang ngeluh. Namun jika Anda menonton laga Bundesliga dan lalu menggantinya dengan laga Serie A, Anda akan bertanya-tanya: 'Sialan, ini saya di mana, sih?!"
Kepemilikan adalah masalah besar jika bicara soal kondisi stadion di Serie A, yang kebanyakan belum direnovasi sejak Italia '90 dan masih dikendalikan oleh pihak berwenang lokal.
Sekali lagi, harus ditegaskan bahwa Udinese-lah yang merupakan anomali dalam kasus ini, karena mereka adalah satu dari empat klub Serie A, selain Juventus, Atalanta, dan Sassuolo, yang memiliki stadion mereka sendiri.
AC Milan, Inter Milan, Fiorentina, dan AS Roma sudah pernah mencoba merenovasi atau membangun stadion dalam beberapa musim terakhir, tetapi dijegal oleh birokrasi yang sangat menghambat modernisasi sepakbola Italia.
Satu-satunya alasan mengapa progres bisa terwujud adalam beberapa bulan ke depan adalah karena Italia mengikuti bursa untuk menjadi tuan rumah Euro 2032 – situasi yang bahkan menurut Menteri Olahraga mereka, Andrea Abodi, sebagai situasi "mortificante", atau "memalukan".
"Saya jadi keras kepala," akunya kepada reporter. "Kami bangsa yang penuh kontradiksi, tapi saya harap saatnya untuk alasan dan alibi sudah berakhir. Tak ada lagi yang perlu kami ciptakan di sini, kami cuma harus berani bertanggung jawab, dimulai dari saya."
"Tapi ini bukan cuma soal seorang menteri, melainkan logika kerja sama multidisipliner dengan para klub dan pemerintah lokal. Stadion adalah infrastruktur sosial, yang seharusnya bisa merevitalisasi area-area urban, menciptakan lapangan pekerjaan, dan mencerminkan semua karakteristik pembiayaan masyarakat. Alih-alih, kami cuma jalan di tempat bertanya kepada diri sendiri soal kompetisi dan prioritas."
Guarnerio berkata Serie A berusaha ambil bagian atas berbagai alasan, salah satunya adalah karena pemandangan ribuan kursi kosong di stadion usang akan mencelakai citra brand Liga Italia.
"Lihatlah citra yang dijual Liga Primer Inggris kepada fans sepakbola di seluruh dunia," ucapnya. "Tribunnya modern, dekat dengan lapangan, dan penuh sesak."
"Sekarang, melihat di sekitar kita hari ini di Dacia Arena, ini adalah stadion yang bagus, dan ia membantu kami mengubah pandangan soal Serie A. Namun, ini cuma satu dari sedikit contoh di Italia terkait fasilitas kelas atas."
"Jadi, kami telah membentuk satuan tugas yang spesifik untuks tadion. Kami bertanya pada klub-klub apa yang bisa kami lakukan untuk membantu mereka memperbagus stadion serta fasilitas mereka."