Lautaro Martinez Nicolo Barella Simone Inzaghi Inter 2022-23 GFXGetty

Enam Alasan Mengapa Inter Milan BISA Melawan Takdir Dan Kalahkan Manchester City Di Final Liga Champions

Awal pekan ini, Simone Inzaghi diminta untuk memberikan persentase konkret soal kemungkinan Inter Milan menang di final Liga Champions. Dia menolaknya.

Ya iyalah!

Hal-hal seperti itu hanyalah buang waktu. Dia dan anak-anak asuhnya-lah yang paling mengerti betapa beratnya tugas yang sudah menanti mereka di Istanbul. Satu-satunya hal yang harus mereka pikirkan saat ini adalah bagaimana cara menaklukkannya.

"Kami tahu kami akan berjumpa dengan tim terkuat di dunia, yang memenangkan lima Liga Primer Inggris dalam enam musim terakhir," kata Inzaghi kepada wartawan Senin (5/6) ini. "Mereka memiliki skuad yang fantastis dan pelatih yang mendefinisikan era. Dalam sepakbola modern, ada era sebelum dan setelah Pep Guardiola."

Dan, di mata para pemirsa netral, pria asal Catalunya itu akan mengukuhkan dirinya sebagai pelatih terbaik di dunia dengan memenangkan Liga Champions pertamanya tanpa bantuan pemain terbaik yang pernah ada, Lionel Messi. Bahkan tidak sedikit yang menganggap bahwa Man City sudah ditakdirkan akan menang; bahwa Inter Milan "tidak mungkin" bisa mengalahkan tim yang menurut Fabio Capello "tidak punya kelemahan".

Tapi, meski memang harus diakui bahwa armada Guardiola yang tengah memburu treble ini adalah tim yang mengerikan - mungkin salah satu tim terbaik yang pernah ada di Liga Primer Inggris - mereka BISA dikalahkan.

Di bawah, GOAL mengulas alasan mengapa Nerazzurri bisa melawan takdir dan mengejutkanThe Citizens dan seluruh insan sepakbola dunia Minggu (11/6) dini hari nanti...

  • Liverpool Champions League final 2005Getty

    Ini tuh laga sekali tanding - apa pun bisa terjadi!

    Man City jauh diunggulkan di final UCL kali ini, dan itu sangat bisa dipahami dan sulit dipungkiri. Saking kuatnya City, pemain-pemain seperti Phil Foden, Riyad Mahrez, dan Julian Alvarez harus puas menjadi penghangat bangku cadangan.

    Dalam laga dua leg, superioritas mereka akan kentara. Real Madrid sudah menjadi korbannya di babak semi-final - dan kami yakin Interisti garis paling keras sedunia sekalipun tidak akan berani mengklaim bahwa skuad asuhan Simone Inzaghi lebih kuat daripada skuad milik Carlo Ancelotti, setidaknya di atas kertas.

    Tapi ingat: ini laga sekali tanding dan, meski terdengar klise, kata-kata mantan gelandang Inter Paul Ince kepada Gazzetta dello Sport ada benarnya, "Apa pun bisa terjadi. Ini sepakbola: tak peduli apa prediksi kalian, hasil akhirnya bisa sangat berbeda. Kesalahan individual, bola memantul liar, ada pemain yang sedang jelek, keputusan VAR - maka, ketika saya bilang apa pun bisa terjadi, saya serius!"

    Benar saja, sudah banyak peristiwa yang jauh lebih membagongkan terjadi di Liga Champions - bahkan di partai final!

    Thierry Henry menganggap final edisi 2005 sebagai final terbaik yang pernah ia saksikan, tentunya karena ia masih tak habis pikir bagaimana Liverpool bisa bangkit dari ketertinggalan 3-0 dan mengalahkan tim super AC Milan via adu penalti. "Mereka sama sekali tak berhak memenangkan pertandingan itu bahkan sebelum laga dimulai, dan situasi mereka makin parah habis separuh main!" kata Henry di CBS. "Tapi mereka yang menang."

    Dan panggung final saat itu? Ya. Istanbul. Fakta tersebut memang tak ada hubungannya dengan Inter, tetapi fans Italia terkenal percaya takhayul dan bakal berani bilang bahwa sejarah, lucunya, memang suka berulang!

  • Iklan
  • Simone Inzaghi Coppa ItaliaGetty Images

    Simone Inzaghi: Spesialis final

    Tapi alasan sebenarnya mengapa fans Inter diam-diam optimistis bisa memberikan kejutan final Liga Champions terbesar dalam 20 tahun terakhhir adalah sosok satu pria: Inzaghi, yang sudah terbukti sebagai sosok spesialis dalam kontes satu laga.

    Mantan bos Lazio ini memang kalah di final pertamanya - final Coppa Italia 2016/17 versus Juventus - tetapi kini sudah memenangkan tujuh final beruntun, termasuk empat final dalam dua musim terakhir bersama Inter.

    Ia memang sedikit mendapat bantuan dari Dewi Fortuna - La Beneamata sejatinya tidak tampil bagus-bagus amat saat mengalahkan Fiorentina di final Coppa Italia bulan lalu, contohnya - tetapi kebolehannya dalam melatih sudah tak bisa diragukan.

    Francesco Acerbi, yang ikut Inzaghi ke San Siro musim panas kemarin, belum lama ini bercerita kepada Gazzetta: "Dia tuh beruntung. Tapi dia memang memburu keberuntungan - dan pantas mendapatkannya. Dia adalah seorang penikmat sepakbola sejati. Tahu semua pemain di dunia. Dia luar biasa!"

    Dan meski Inzaghi sendiri mengakui bahwa Guardiola adalah seorang genius taktik penanda zaman, jangan lupa bahwa formasi racikan adik Filippo Inzaghi ini adalah sumber masalah bagi pelatih asal Catalunya itu.

  • DimarcoGetty Images

    Formasi 3-5-2 bisa menjadi pembeda

    Setelah Inter menutup kampanye Serie A dengan kemenangan 1-0 atas Torino Sabtu pekan lalu, pandit DAZN dan mantan penggawa timnas Italia Emanuele Giaccherini menyarankan agar Inzaghi menyerang Manchester City via sayap, setelah ia menyaksikan final Piala FA derbi Manchester beberapa jam sebelumnya.

    "Winger-winger mereka tak terbiasa bertahan di area penalti mereka sendiri," kata Giaccherini setelah City mengalahkan Manchester United 2-1. "Mereka berusaha merebut bola kembali sesegera mungkin, tetapi kurang bagus ketika ditekan di kotak penalti mereka sendiri."

    Ngomong si gampang, menekan Jack Grealish dan Bernardo Silva sampai sejauh itu bukanlah hal yang sepele. Tetapi via formasi 3-5-2, Federico Dimarco dan Denzel Dumfries bukan cuma berada di posisi sempurna untuk langsung memberikan tekanan kepada duo City tersebut, tetapi juga menyerang ruang di belakang mereka yang dikosongkan.

    "Inter sudah mendapatkan kesempatan ini, dan mereka pantas mendapatkannya," ucap mantan kapten Liverpool Steven Gerrard kepada BT Sport. "Mereka sulit ditaklukkan, mereka mempertahankan area penalti dengan sangat baik dan memiliki pemain yang mengancam di lini depan."

    "Mereka merampas ruang-ruang, tenang membawa bola, memiliki wing-back yang cocok dengan gaya main mereka, dan Dimarco adalah ancaman nyata dalam situasi serangan balik."

    "Trio bek tengahnya mempertahankan kotak penalti secara man-to-man. Mereka memiliki keseimbangan yang baik di lini tengah, pelari yang bisa menusuk ke kotak penalti lawan, dan sangat gigih serta ulet."

    Maka, formasi Inter menjadi faktor menarik di final ini. Seperti kata Antonio Cassano, satu-satunya tim yang mengalahkan Man City di kandang maupun tandang di Liga Primer Inggris musim ini adalah Brentford, yang menggunakan formasi 3-5-2.

  • Lautaro LukakuGetty Images

    Serangan balik Inter yang berbahaya

    Segala narasi pra-pertandingan fokus pada apa yang harus Inter lakukan untuk menghentikan City - dan tak ada yang memperhatikan bagaimana Inter bisa melukai mereka. Masuk akal, sih. City, dengan Erling Haaland sebagai ujung tombak mereka, adalah tim tersubur di UCL 2022/23 dengan 31 gol, sementara Inter mencatatkan clean sheet terbanyak sepanjang turnamen (delapan).

    Jumlah penyerang kelas dunia yang Guardiola miliki itu absurd, tetapi Inter tak bisa dibilang tanpa taji, apalagi dalam situasi serangan balik. Seperti yang legenda City, Sergio Aguero, peringatkan, La Beneamata memiliki daya ledak yang serius - dan mereka harus diberi respek setinggi-tingginya.

    Lautaro Martinez adalah andalan Inter di laga-laga terbesar, lagi dan lagi ia sudah membuktikan kehebatannya di derbi-derbi Milan, dan terakhir saat mencetak brace di final Coppa Italia versus Fiorentina.

    Ia memang mengecewakan di Piala Dunia, tetapi saat ini Lautaro sedang dalam performa terbaiknya setelah memecahkan rekor personal dengan 28 gol lintas ajang musim ini.

    Edin Dzeko adalah sosok yang dikenal baik oleh fans City, dan mereka masih memiliki kenangan manis bersamanya. Bahkan di usia 37, bomber asal Bosnia ini masih bisa menjadi pembeda - tak percaya? Lihat gol voli menakjubkan yang ia cetak di leg pertama semi-final kontra AC Milan.

    Nah, Romelu Lukaku ini joker-nya Inter. Kebanyakan (mungkin semua) fans Man United dan Chelsea menganggapnya sebagai salah satu flop terbesar dalam sejarah klub mereka, tetapi ia sekarang sudah kembali bugar dan meledak lagi. Jika starter, striker besar Belgia ini bisa membikin masalah dalam situasi serangan balik bersama Lautaro - duet maut yang memberi Inter Scudetto pada 2020/21.

    Belum lama ini, bekas bos Chelsea Roberto Di Matteo menyebut Lukaku sebagai "Didier Drogba-nya Inter" - dan kita semua tahu apa yang Drogba ciptakan di final Liga Champions 2012 melawan Bayern Munich, final yang mungkin jauh lebih jomplang dari tahun ini.

  • Brozovic InterGetty

    Lini tengah underrated

    Memilih Lukaku alih-alih Dzeko bukan satu-satunya tugas Inzaghi. Ia juga harus memasukkan Marcelo Brozovic ke starting line-up-nya.

    Jika Henrikh Mkhitaryan cukup bugar untuk menjadi starter, mungkin ia bakal tergoda memainkannya di sebelah Hakan Calhanoglu dan Nicolo Barella, mengingat bintang Armenia itu sedang berada di salah satu performa terbaiknya sebelum cedera.

    Tetapi Brozovic - seperti Lukaku - akhirnya kembali mendekati penampilan terbaiknya setelah cedera panjang, yang harus diakui disebabkan oleh Piala Dunia.

    Man City akan mendominasi penguasaan bola adalah prediksi tak terbantahkan, tetapi dengan keberadaan Brozovic, Inter bukan cuma bisa merebut bola dengan reguler, tetapi juga mengolahnya dengan efektif, apalagi jika Barella tampil prima.

    "Saya sangat suka ketangguhan Barella," kata Ince kepada Gazzetta. "Anda bisa melihat ia sosok yang tidak egois. Ia bisa menghadapi lawan berkualitas seperti Ilkay Gundogan, Rodri, dan Kevin De Bruyne besok tetapi dengan Brozovic, Calhanoglu, atau Mkhitaryan, ia bisa memenangkan pertempuran lini tengah."

    "Dan siapa pun yang menang di sana, dialah yang memegang pertandingan. Memikirkan Haaland tentu saja bikin sakit kepala, tetapi dengan bertahan sebagai tim, Inter paling tidak bisa membatasi servis yang ia dapatkan."

  • Pep Guardiola Champions League final 2021Getty

    Semua tekanan ada pada Man City

    Rasanya memang kejemawaan tidak akan menjangkiti skuad Man City. Guardiola tak akan membiarkannya. Dan lagipula, meski kita bisa melihat Haaland yang maha percaya diri, skuad The Citizens saat ini bukan sekumpulan pemain-pemain arogan.

    "Karena ini final melawan tim Italia, orang-orang bakal bilang kami unggulannya dan itu adalah situasi terburuk yang bisa terjadi," kata Guardiola kepada wartawan. "Tetapi ada satu detail luar biasa di tim ini yang membuat saya sangat merasa bangga - yakni bahwa mereka sangat rendah hati. Tak peduli apa kompetisinya, mereka selalu bertanding dengan serius karena mereka sangat rendah hati."

    Dan mereka akan sangat menyeriusi pertandingan ini, jauh lebih serius dari yang sudah-sudah. Tetapi hal itu pun juga bisa menjadi masalah. Ya. Di laga ini, semua tekanan ada pada Manchester City, dan tekanan sedahsyat ini bisa memengaruhi pemain dan pelatih terhebat sekalipun.

    Guardiola berkali-kali menepis dan mengolok anggapan orang bahwa ia hobi over-thinking di Liga Champions, dan sepertinya kecil kemungkinan dia melakukan sesuatu yang terlalu aneh-aneh versus Inter. Starting XI-nya saja sudah jelas, karena anak-anak asuhnya sudah membuktikan kebolehan mereka di Inggris, lagi dan lagi dan lagi.

    Tapi ini Liga Champions, dan Man City sudah berkali-kali meledak sendiri di babak gugur, yang paling parah adalah di final 2021 kontra Chelsea. Kali ini, mereka bahkan jauh lebih diunggulkan dan, di saat yang sama, akan menghadapi tim yang sedang panas-panasnya - 11 kemenangan dari 12 laga terakhir lintas ajang - dan bermain dengan sangat bebas.

    Semua pemain Inter bilang mereka tak sabar menantikan final Minggu nanti. Romelu Lukaku menyebutnya sebagai "hal yang indah". Dimarco bilang siap "menumpahkan darah" di lapangan tetapi akan tidur nyenyak sebelumnya.

    Alessandro Bastoni menegaskan bahwa ia dan rekan-rekannya tak merasa tertekan apalagi ketakukan. "Takut tuh sama pembunuh dan perampok - bukan sama pria-pria seusia saya," katanya. "Kami cuma harus menginjakkan kaki ke lapangan dan bermain dengan kepala dingin."

    Dan jika Inter bisa bermain dengan kepala dingin, Istanbul bisa kembali menjadi saksi keajaiban besar di dunia sepakbola...

0