Graham Potter Chelsea 2022-23Getty Images

Manajer TERBURUK Dalam Sejarah Chelsea? Era Graham Potter Yang Layu Sebelum Berkembang

Perjudian besar Todd Boehly dan Clearlake Capital berbuah malapetaka besar.

Para pemilik baru Chelsea seolah ingin membuktikan ketegasan mereka saat memecat Thomas Tuchel dengan brutal September lalu sebelum merekrut Graham Potter sebagai penggantinya, mencaploknya dari Brighton dan mengikatnya dengan kontrak lima tahun – durasi yang jarang ditemui sebelumnya.

Potter memang menunjukkan maginya di Amex Stadium, namun tanda tanya besar mengiringi kehadirannya di Stamford Bridge: bisakah ia memikul beratnya beban ekspektasi sebuah klub elite dunia? Kita sudah punya jawabannya sekarang.

Chelsea mencatatkan 11 kekalahan dan delapan hasil seri plus hanya 12 kemenangan selama rezim pelatih 47 tahun itu. Kekalahan 2-0 di kandang melawan Aston Villa kemarin Sabtu (1/4) menjadi akhir dari kesabaran dewan direksi.

Boehly, dengan penuh kesabaran, memberi pria pilihannya kesempatan yang teramat banyak, kesempatan yang tak didapatkan para pendahulu Potter yang bekerja di bawah Roman Abramovich. Dan gara-gara kesempatan dan kesabaran itulah kini The Blues sakit-sakitan di peringkat 11 Liga Primer Inggris. Ternyata sebuah kesabaran yang sesat belaka.

Lantas, sebenarnya, bagaimana bisa Potter yang begitu menjanjikan di Brighton layu sebelum berkembang di Chelsea? Di titik apa segalanya hancur berantakan? GOAL mencoba mengulasnya...

  • Thomas Tuchel Chelsea 2022Getty Images

    Gagal mengikuti jejak Tuchel

    Tak berlebihan mengklaim bahwa Potter sebenarnya sudah ditakdirkan untuk gagal di Chelsea sejak awal.

    Keputusan klub untuk memecat Tuchel setelah hanya enam laga di musim 2022/23 tidak diterima dengan baik oleh para suporter. Ya, The Blues memang mengawali musim dengan berantakan setelah merombak skuad di musim panas, tetapi kebanyakan yakin Tuchel bisa menyeimbangkan kapal oleng Chelsea.

    Mantan pelatih Borussia Dortmund dan Paris Saint-Germain itu mempersembahkan trofi Liga Champions kedua Chelsea kurang dari lima bulan setelah hijrah ke London barat, sebelum meraih Piala Super UEFA dan Piala Dunia Antarklub di satu-satunya musim penuha ia menangani Chelsea.

    Tuchel juga mengantarkan Chelsea mencapai tiga final kompetisi piala dan finis empat besar dua musim berturut-turut di Liga Primer Inggris, sembari memikat hati para loyalis The Blues dengan kepribadian yang agak nyentrik serta hasrat dan tekad yang membara.

    Potter sendiri juga merupakan pelatih mengesankan, tetapi pengalamannya masih jauh di bawah Tuchel jika kita bicara soal level tertinggi. Ia juga merupakan sosok yang lebih santai - pribadi yang halus budinya dan yang tak mudah mengumbar amukan.

    Tuchel menendang setiap bola seolah dia juga ikut merumput di lapangan, dan suporter Chelsea mencintainya karenanya. Langsung kentara sejak awal bahwa karisma Potter tak bisa dibandingkan dengan pendahulunya itu, sehingga tak heran ia kehilangan kepercayaan ruang ganti.

    Bayern Munich gerak cepat, tak mau buang-buang waktu mendatangkan Tuchel setelah mendepak Julian Nagelsmann bulan lalu, dan bisa meraih treble di bawah kepemimpinan seorang pemenang berantai sejati. Sementara itu, Potter mungkin akan kesulitan mendapat kesempatan melatih di level elite lagi...

  • Iklan
  • Reece James Chelsea 2022-23Getty

    Line-up 'membagongkan'

    Potter diberkati dengan skuad yang besar begitu tiba di Chelsea, tetapi setelah klub belanja pemain gila-gilaan di Januari (lebih dari £300 juta!), skuad yang besar itu berubah menjadi kegendutan.

    Alhasil, Potter seolah tak pernah tahu betul apa XI terkuatnya. Pun tak ada konsistensi yang bisa dilihat karena ia terus-terusan bereksperimen dengan sistem-sistem berbeda dan merotasi pemain keluar-masuk tim.

    Ingat tidak, ketika ia membuat TUJUH perubahan di line-up untuk menghadapi Southampton di kandang setelah Chelsea tumbang 1-0 di tangan Borussia Dortmund pada leg pertama 16 Liga Champions Eropa? Duo pemain anyar Noni Madueke dan David Datro Fofana menjadi salah dua yang dimainkan sejak awal.

    Potter pun dihukum telak saat sang juru kunci The Saints memetik kemenangan 1-0 di Stamford Bridge, dan ia justru mengambil keputusan yang lebih membingungkan di pekan berikutnya saat menghadapi Tottenham di derbi London - dan saat itulah alarm mulai meraung-raung di ruang dewan direksi, menurut klaim The Mirror.

    Hakim Ziyech starter di laga itu, hanya beberapa pekan setelah meminta ditransfer ke Paris Saint-Germain, dan beruntung tak dikartu merah atas perilaku sembrononya di babak pertama. Ziyech akhirnya ditarik keluar pada menit ke-62 saat Chelsea tertinggal 1-0, tetapi Potter malah menggantinya dengan gelandang bertahan Denis Zakaria alih-alih menurunkan penyerang lain demi mengejar gol penyeimbang.

    The Blues kalah 2-0, dan meski rentetan kemenangan tiga laga sedikit meringankan tekanan terhadap Potter, rasanya cuma tinggal tunggu waktu sampai Chelsea lumat lagi.

    Dan momen itu hadir kontra Villa akhir pekan kemarin, saat ia memilih Reece James dan Marc Cucurella untuk mengapit Kalidou Koulibaly dalam skema tiga bek. Benoit Badiashile dan Trevoh Chalobah cuma menonton dari bangku cadangan, sementara Ruben Loftus-Cheek kesulita membuat kontribusi setelah dipasang di posisi James, bek sayap kanan.

    Cucurella juga terekspos habis-habisan dan pada akhirnya, Chelsea meninggalkan Stamford Bridge dengan tangan kosong. Boehly pun habis kesabaran dan menarik pelatuk terhadap rencana jangka panjangnya yang ternyata sesat itu.

  • Graham Potter smile Chelsea 2022-23Getty Images

    Pendekatan 'Orang Baik'

    Entahlah ini hal baik atau bukan, tetapi Potter selalu melindungi pemainnya dari kecaman media, bahkan ketika ada pemain yang terang-terangan tampil jauh di bawah ekspektasi.

    Ia emoh mengkritik pemain-pemain seperti Cucurella, Pierre-Emerick Aubameyang, dan Mykhailo Mudryk, tetap tenang meski hasil semakin parah, sembari fokus pada poin-poin positif penampilan anak asuhnya.

    Pelatih-pelatih seperti Tuchel, Jose Mourinho, dan Antonio Conte mana pernah sediplomatis ini. Mereka selalu bicara apa adanya dan jika perlu, mengecam mereka yang memang sudah seharusnya digembleng.

    Setelah Chelsea imbang mengecewakan kontra West Ham pada 11 Februari, Potter ditanyai soal sikap 'Orang Baik'-nya, dan ia memberi jawaban tegas: "Seperti yang sudah pernah saya tegaskan, saya percaya Anda cuma bisa menjadi diri Anda sendiri," katanya. "Para pemain penuh percaya diri. Mereka bekerja keras dan bersikap penuh hormat. Mereka percaya pada diri mereka."

    Ia bersikeras bahwa anak asuhnya yang tampil di bawah ekspektasi itu "memberikan segalanya" setelah kekalahan di tangan Tottenham, dan selalu menjadi bulan-bulanan di media sosial karena menolak mengakui kesalahan pemainnya.

    Cerita di laga Villa pun sama saja. "Para pemain memberikan segalanya hari ini, meski kita semua kecewa dengan hasilnya," kata Potter. "Serangannya ada. Hasil akhirnya menyakitkan untuk kami. Para pemain jujur. Mereka ingin lebih baik. Kami berjuang untuk satu sama lain, berjuang bersama. Tak ada keluhan soal bagaimana reaksi suporter."

    Potter pasti tak pernah mendengar idiom "nice guys always finish last", orang baik seringkali teraniaya.

    Jika seorang manajer tak menuntut standar tertinggi, maka kemalasan dan rasa dendam pasti akan menyelimuti. Ia gagal mendapat respek ruang ganti yang dipenuhi bakat-bakat kelas dunia dan ego-ego besar, yang menjadi alasan utama di balik kegagalannya menghadirkan kesuksan untuk Chelsea.

  • Mykhailo Mudryk Chelsea 2022-23Getty

    Gagal memotivasi pemain baru

    Chelsea, dengan gilanya, mendatangkan delapan pemain baru di bursa transfer Januari 2023 yang memecahkan rekor itu, termasuk pria £106 juta Enzo Fernandez, Mudryk, Badiashile, dan Madueke.

    Joao Felix juga dipinjam dari Atletico Madrid, dan sesekali tampil brilian untuk The Blues, tetapi produktivitas dua gol dari delapan laga sama sekali tak bisa dimaafkan untuk pemain dengan bakat selevel dirinya.

    Tudingan yang sama juga bisa ditujukan kepada bintang baru Chelsea lainnya, tak ada satu pun dari mereka yang memberikan impak cukup besar untuk mengubah nasib tim dan menginspirasi berubahan positif moral skuad mereka.

    Fernandez satu-satunya yang cukup konsisten gemilang, tetapi megabintang Argentina di Piala Dunia 2022 itu masih belum membuktikan mengapa ia layak dijadikan pemain termahal dalam sejarah sepakbola Britania Raya, sementara Madueke masuk starting XI pun tak bisa.

    Namun yang paling parah adalah Mudryk. Buruknya performa pemuda UKraina itu menjadi kekhawatiran terbesar Chelsea, dan dia masih belum mencetak gol pertamanya setelah tampil delapan kali.

    Padahal, Chelsea sudah susah-susah menikung Arsenal mendapatkan tanda tangan bintang 22 tahun itu, tetapi sejauh ini ia terlihat salah tempat di Liga Primer, dan Potter dirasa terlalu lembek kepadanya.

    "Tak mudah baginya datang di tengah-tengah periode pramusimnya," katanya soal situasi Mudryk sebelum jeda internasional. "Datang ke negara orang, klub baru, liga baru, dan mencapai level maksimum. Saya tahu orang-orang akan selalu melihat harganya, tetapi itu tak mengubah situasi yang sedang ia alami. Kami merasa positif dengannya, kami merasa positif soal masa depannya. Tetapi kami harus membantunya beradaptasi dan membantunya memahami apa yang perlu ia lakukan untuk membantu kami."

    Butuh sosok dengan kepribadian yang besar dan kuat untuk memotivasi pemain seperti Mudryk dan Fernandez - yang jelas-jelas masih di awal karier masing-masing dan membutuhkan tangan dingin untuk bisa mewujudkan potensi mereka. Pendekatan Potter yang lembek hanya melahirkan kesemenjanaan.

  • Graham Potter Chelsea Leeds 2022-23Getty Images

    Mindset 'manajer papan tengah'

    Sebelum Chelsea dikalahkan 1-0 di kandang oleh sang juara bertahan Liga Primer Inggris, Manchester City, pada 5 Januari, Potter melontarkan sebuah komentar bukti kelembekannya.

    "Sepengin-penginnya menang – dan saya tak ingin terdengar seperti berkata bahwa kekalahan bisa diterima, tentu saja tak bisa diterima – sayangnya salah satu bagian dari sepakbola adalah gagal mendapat poin, tidak sukses. Anda harus menderita dan menjadi lebih baik," katanya pada reporter.

    The Blues lalu dibantai 4-0 oleh City di Etihad pada Piala FA tiga hari kemudian, dan Potter pun dilabeli 'manajer papan tengah' setelah dua hasil negatif beruntun dari sang hegemon sepakbola Inggris.

    Baru-baru ini, Potter menanggapi reputasinya di mata fans Chelsea dengan pernyataan yang sama lembeknya: "Jika mereka tak mendukung kami, saya tahu tak ada yang kata-kata yang saya lontarkan yang bisa membuat para suporter mendukung kami. Solusinya adalah Anda harus menang pertandingan sepakbola."

    Brighton meraih finis tertinggi mereka di sepanjang sejarah kasta tertinggi sepakbola saat musim lalu Potter membawa mereka finis kesembilan. Mereka tim yang sulit ditaklukkan di bawah rezim Potter dan memainkan sepakbola atraktif, yang artinya dia berhasil melebihi ekspektasi di klub yang tak memiliki sumber daya untuk bersaing dengan 'Big Six'.

    Namun Potter gagal melepas mindset itu di Chelsea. Ia menganggap kekalahan dan hasil seri sebagai hasil minor yang bisa diterima, sehingga para pemainnya pun bebas lari dari tanggung jawab dan tampil di bawah kemampuan maksimum.

    Bekas pelatih Brighton itu meninggalkan Stamfrod Bridge dengan torehan poin per laga terburuk dibandingkan manajer Chelsea lain di era Liga Primer Inggris (1,27) - setara dengan Glen Hoddle. Ruud Gullit (1,65) dan Frank Lampard (1,67) duduk di peringkat ketiga dan keempat di daftar tersebut.

    Secara statistik, Potter memang bukan manajer Chelsea terburuk yang pernah ada jika bicara persentase kemenangan (38 persen), tetapi cuma Guus Hiddink - di masa bakti keduanya - yang pernah mendapatkan persentase lebih kecil (37 persen) darinya semenjak abad ke-21.

    Kepergian Potter membuka pintu bagi pelatih-pelatih seperti Julian Nagelsmann, Mauricio Pochettino, dan Zinedine Zidane untuk kembali ke manajemen level tertinggi - level yang sebenarnya sejak awal belum pantas ia masuki.

0