Arsenal-VAR-Arteta-Havertz-Raya-JorginhoGetty/GOAL

Drama VAR Jangan Sampai Bikin Lupa: Arsenal Belum Layak Juara!

Ketika Arsenal mematahkan rentetan 15 laga tanpa kemenangan melawan Manchester City di Liga Primer Inggris pada 8 Oktober kemarin, satu narasi tercipta: itu adalah momen paling signifikan era kepelatihan Mikel Arteta sejauh ini. The Gunners akhirnya membuktikan bahwa mereka mampu mengalahkan tim Pep Guardiola, dan menggeser sang juara bertahan untuk mendaki ke peringkat dua - mengoleksi poin yang sama dengan pemuncak saat itu, Tottenham Hotspur.

Musim lalu, Man City menjadi hantu bagi anak-anak asuh Arteta. The Gunners dipecundangi kandang-tandang, dan akhirnya gagal juara usai terpeleset di pekan-pekan terakhir. Namun hantu itu (katanya) sudah dirukiah setelah mengalahkan sang treble winners yang tengah pincang ditinggal Rodri, via gol defleksi Gabriel Martinelli.

Kalau memang demikian, Arsenal harusnya langsung tancap gas, dan membuktikan bahwa mereka layak juara, 'kan?

Tidak, bung. Kenyataan berkata lain. Mereka lalu ditahan imbang 2-2 oleh tim papan tengah Chelsea, yang sebenarnya unggul dua gol tapi membuang keunggulan itu gara-gara serangkaian blunder konyol di 15 menit terakhir.

Arsenal kembali ke jalur kemenangan dengan membantai juru kunci Sheffield United 5-0, namun kelemahan mereka sekali lagi terekspos saat melawat ke Newcastle United, Minggu (5/11) dini hari WIB. Gol kontroversial Anthony Gordon menjadi satu-satunya pembeda, dan kini Arsenal kembali tertinggal dari Man City di klasemen.

Arteta menyalahkan VAR atas kekalahan timnya. Tapi sejujurnya, kemenangan Newcastle layak-layak saja. Arsenal cuma bisa mencatatkan satu tembakan akurat sepanjang laga - rekor terburuk mereka semenjak Februari - dan kalah tarung di lini tengah.

Arsenal belum benar-benar nyetal musim ini, meski telah membelanjakan lebih dari £200 juta di bursa transfer musim panas, dan kenyataan yang harus diterima para Gooners adalah bahwa tim kesayangan mereka belum berkembang dengan cukup baik untuk mengkudeta Man City. Jika Arteta tak segera mengakui ada yang salah dengan timnya, gap antara The Gunners dan The Citizens akan semakin mengaga...

  • Mikel Arteta Arsenal 2023-24Getty Images

    Marah-marah soal VAR itu tak masuk akal!

    Gol Gordon memang tidak indah, dan bahkan harus melalui tiga pemeriksaan berbeda dari VAR: pertama apakah bola sudah keluar garis sebelum crossing Joe Willock, kedua potensi pelanggaran Joelinton terhadap Gabriel, dan terakhir potensi offside sebelum Gordon menceploskan bola ke gawang kosong.

    Pada akhirnya, tim pengadil memutuskan bahwa tak ada bukti konklusif untuk menganulirnya dan wasit kepala Stuart Atwell meniupkan peluit tanda kick-off untuk melanjutkan permainan. Arsenal gagal menemukan jalan untuk comeback, dan Arteta mencak-mencak saat berjumpa media pasca-laga.

    "Yang terjadi malam ini memalukan sekali," ucap pelatih Arsenal itu kepada Match of the Day BBC. "Bagaimana bisa gol itu disahkan di Liga Primer Inggris - liga yang kita sebut liga terbaik di dunia. Saya sudah di negara ini selama 20 tahun dan sekarang saya merasa malu. Ini aib. Terlalu besar yang dipertaruhkan malam ini."

    Ketika diminta untuk mengelaborasi kemarahannya, Arteta tak mampu memberikan argumen yang kuat: "Karena gol itu tidak sah atas berbagai alasan; gol itu tidak sah, paling tidak karena lebih dari satu alasan. Itu bukan gol dan terlalu banyak yang dipertaruhkan di laga ini. Kami berjuang sangat keras, sulit sekali bersaing di level ini, dan ini sangat memalukan."

    Kata-kata tersebut keluar dari mulut yang sama yang berkata bahwa manajer harus melakukan yang terbaik untuk "mendukung" wasit karena "kesalahan biasa terjadi" setelah 'gol' Luis Diaz ke gawang Tottenham dianulir secara kontroversial pada 30 September kemarin. Tuntutan tanding ulang Jurgen Klopp memang ngawur, tetapi setidaknya dia punya dasar yang kuat untuk merasa dirugikan.

    Semua klub di Liga Primer Inggris sudah pernah dirugikan blunder VAR musim ini. Wolves yang paling menderita, Gary O'Neil sampai berkata dia "menyerah sama wasit" setelah anak asuhnya keok di Sheffield United setelah penalti kontroversial menit akhir.

    Sementara Manchester United menjadi tim yang golnya paling sering dianulir di EPL (setidaknya sebelum laga gila Tottenham Vs Chelsea), termasuk 'gol' Alejandro Garnacho saat mereka dikalahkan Arsenal 3-1 pada Agustus. The Gunners juga pernah diuntungkan VAR setelah Cristian Romero didakwa melakukan handball di kotak penalti di derbi London utara versus Tottenham yang berakhir imbang.

    VAR memang bermasalah, dan harus ditangani sesegera mungkin, apalagi karena proses pemeriksaan bisa merusak flow sebuah laga. Tetapi seiring musim berjalan, jumlah kerugian dan keuntungannya cenderung berimbang.

    Arsenal bukan kalah di tangan Newcastle gara-gara wasit, dan mental 'si paling tersakiti' Arteta membutakannya pada fakta bahwa tim asuhannya memberikan kinerja di bawah ekspektasi di sektor-sektor krusial.

  • Iklan
  • Kai Havertz Arsenal 2023Getty

    Havertz cuma buang-buang uang dan ruang

    Arsenal juga sangat mungkin memainkan 60 menit terakhir laga melawan Newcastle dengan 10 pemain. Entah bagaimana, Kai Havertz cuma dapat kartu kuning setelah melakukan tekel berbahaya ke arah Sean Longstaff, yang memicu perkelahian antar pemain kedua tim.

    Mungkin akan lebih baik dan produktif jika Arteta mengarahkan sebagian kecil kemarahannya itu pada bintaang£65 jutanya. Havertz sebenarnya memulai laga dengan cukup apik, memberikan sentuhan-sentuhan manis, namun tekel sembrononya itu nyaris merusak strategi The Gunners - pun ia nyaris tak berkontribusi setelahnya.

    Bintang Jerman ini cuma mencatatkan sebiji gol dalam 17 penampilan lintas kompetisi untuk Arsenal semenjak ia dibeli dari Chelsea musim panas ini - itu pun setelah rekan-rekan satu timnya beramai-ramai memberinya kesempatan untuk mengeksekusi penalti saat Arsenal menghajar Bournemouth 4-0.

    Havertz didatangkan untuk menggantikan Granit Xhaka di lini tengah Arsenal, meski sebenarnya ia lebih sering dimainkan sebagai striker atau No.10 di Stamford Bridge. Maka tak mengejutkan melihatnya keteteran di dalam skema Arteta, apalagi mengingat buruknya performa pria 24 tahun ini di musim terakhirnya untuk Chelsea.

    Arsenal salah besar sudah menggelontorkan uang sebanyak itu untuk pemain yang posisnya tak jelas, tetapi Arteta terlalu keras kepala untuk mengakuinya. Dia akan terus mencoba memaksakan Havertz di timnya, dan The Gunners akan selalu berantakan karenanya.

    Havertz akan sering 'menghilang' di pertandingan - sebagaimana ia menghilang saat Arsenail dihajar West Ham 3-1 di Piala Liga Inggris pekan lalu. Bahkan ketika menguasai bola sekalipun, ia jarang sekali mengambil risiko untuk membelah pertahanan lawan, dan sampai sekarang terlihat belum padu dengan penyerang Arsenal lainnya.

    Sebaiknya Arteta memarkir Havertz untuk saat ini, paling tidak untuk memicu peningkatan performa timnya. Havertz jelas-jelas menjadi beban bagi The Gunners, dan mereka tak punya keleluasaan untuk terus menggendongnya menjelang periode sibuk akhir tahun.

  • David Raya - Aaron RamsdaleGETTY

    Polemik Raya-Ramsdale

    Arteta mendebutkan David Raya saat Arsenal melawat ke Everton pada pertengahan September, dan mulai saat itulah hegemoni kiper utama bergeser dari Aaron Ramsdale. Ramsdale adalah salah satu pemain terbaik The Gunners saat finis kedua di Liga Primer Inggris 2022/23 - meski memang sesekali melakukan blunder-blunder paling fundamental.

    Jelas bahwa Arteta menilai Raya adalah seorang upgrade dan kiper yang sempurna untuk membantu timnya finis lebih baik musim ini. Tapi sekarang yang bisa kita telaah dari perbuahan ini hanyalah bahwa bos Arsenal itu berusaha memperbaiki masalah yang sebenarnya tidak benar-benar ada.

    Gol Gordon untuk Newcastle bisa dicegah andai Raya tidak salah posisi dan menghentikan crossing Willock. Blunder tersebut terjadi hanya beberapa pekan setelah tertangkap basah berposisi terlalu ke depan oleh gol Mykhailo Mudryk di laga versus Chelsea.

    Kemampuan distribusi Raya juga dipertanyakan setelah kesalahannya mengoper berujung pada Lens melengkapi comeback atas Arsenal pada matchday kedua fase grup Liga Champions. Pemain pinjaman dari Brentford ini juga terlihat tak meyakinkan saat The Gunners mengalahkan Sevilla 2-1 - legenda mereka, Thierry Henry, sampai menegaskan bahwa ia beruntung tak kebobolan lebih banyak.

    Mantan bek Liverpool Jamie Carragher bahkan lebih tega lagi terhadap Raya setelah Arsenal dipecundangi Newcastle. Ia berkata kepada Sky Sports: "Kiper yang mereka pilih benar-benar kacau. Sekarang ini menjadi masalah besar untuk MIkel Arteta. Dia (Raya) melakukan kesalahan yang sama [kontra Newcastle] dengan kesalahan yang ia perbuat melawan Chelsea. Dia lolos dari hukuman saat melawan Sevilla, tapi kali ini ia tak bisa lolos."

    Seperti perihal Havertz, visi Arteta untuk Raya kian lama kian terbukti mengada-ada. Dua bulan yang lalu orang bilang karier Ramsdale di Arsenal sudah tamat, tetapi rasanya makin sedikit justifikasi yang bisa digunakan Arteta untuk tetap memainkan Raya alih-alih kiper Inggris itu.

  • Gabriel Jesus Arsenal 2023-24Getty Images

    Gegabah mengandalkan Jesus

    Selama sebagian besar musim kemarin, Arsenal adalah tim terbaik dan paling menghibur di Liga Inggris, dengan dipimpin Bukayo Saka, Martinelli, dan Martin Odegaard. Ketiganya berkontribusi 44 gol jika digabungkan, yang mana membantu menutupi lubang yang ditinggalkan Gabriel Jesus setelah ia absen tiga bulan lantaran cedera.

    Jesus sebenarnya masih berkontribusi 11 gol dan delapan assist untuk Arsenal pada 2022/23, tetapi pada di akhir musim semakin jelas bahwa The GUnners membutuhkan pelapis di depan. Arteta harusnya all out berburu striker baru alih-alih menjadikan Havertz target utamanya di awal bursa transfer musim panas.

    Jesus baru kembali ke tim utama pada akhir Agustus, dan meski sempat menyumbang empat gol dalam 11 laga, striker Brasil ini sudah kembali masuk ruang perawatan. Ia mengalami cedera hamstring kontra Sevilla dan absen di tiga laga terakhir Arsenal. Kini Eddie Nketiah yang dipercaya melapisinya.

    Bahkan belum jleas kapan Jesus bisa kembali, jika mendengar pengakuan Arteta pekan lalu: "Soal dia [Jesus], sejujurnya saya tak bisa memberi [perkiraan waktu sembuh]. Saya pernah memberi perkiraan dan ternyata salah total. Kami harus waspada karena kami harus merawat cederanya dengan benar."

    Riwayat cedera Jesus di Manchester City sebenarnya tak mengkhawatirkan, tetapi itu bisa jadi karena dia cukup jarang masuk starting XI Guardiola. Arsenal jauh lebih bergantung pada bomber 26 tahun ini dibandingkan City, dan mungkin itu berdampak buruk pada kebugarannya.

    Membeli Havertz alih-alih striker baru juga bisa menghantui Arteta di bursa transfer Januari, karena FFP berpotensi mencegah Arsenal meluncurkan tawaran untuk Ivan Toney-nya Brentford - kecuali jika mereka mampu menjual satu-dua pemain dengan harga tinggi.

    It was always unlikely that Saka, Martinelli and Odegaard could continue to shoulder the main scoring burden for Arsenal. They are creators by trade, and need someone ahead of them to link up with in order to reach an even higher level.

    Even when Jesus is available, he lacks the ruthless streak of a truly great No.9. It's a position that the Gunners really must address in order to stay on the coattails of City, who have the ultimate scoring machine at their disposal in the form of Erling Haaland.

  • Arsenal-Rice-Tomiyasu-SalibaGetty

    Arsenal lebih jelek dibanding musim lalu

    Mengingat Jurrien TImber belum bisa dinilai gara-gara langsung kena cedera ACL di debutnya di Liga Primer Inggris, bisa disimpulkan bahwa Declan Rice satu-satunya kesuksesan yang bisa dipetik dari bursa transfer musim panas Arteta.

    The Gunners memecahkan rekor klub £105 juta untuk mencaplok gelandang 24 tahun itu dari West Ham, dan ia sama sekali tak kesulitan beradaptasi di Emirates. Bahkan bisa dibilang, sejauh ini, Rice adalah pemain terbaik Arsenal musim ini berkat kerja kerasnya di tengah lapangan - ia juga meyumbang gol-gol krusial melawan Manchester United dan Chelsea.

    Masalahnya, ia bermain di tim yang keseimbangannya tak seperti musim lalu. Kehilangan Xhaka ternyata menjadi pukulan telak bagi Arsenal, yang kini amat sangat merindukan kegigihan serta kualitas teknisnya di lini tengah.

    Gelandang Swiss itu perkasa dalam bertahan, namun juga berkontribusi dalam 14 gol di Liga Primer Inggris musim lalu, dan Havertz sama sekali tak sebanding sebagai penggantinya.

    William Saliba menjadi satu-satunya pemain di skuad yang paling bisa mempertahankan performanya di 2023/24, namun tak memiliki mitra yang konsisten di lini belakang. Gabriel memang perlahan-lahan berhasil merebut kembali tempatnya, tetapi Arteta juga sesekali bereksperimen dengan menaruh Ben White atau Jakub Kiwior di sebelah Saliba - hasilnya? Yah, nano-nano, lah!

    Dan kita juga bisa melihat bahwa ketidakpastian yang ditimbulkan polemik Raya-Ramsdale mulai memengaruhi keseluruhan lini pertahanan. Arsenal versi musim ini sangat bisa dikalahkan, dan minimnya kohesi antar lini mengancam memporak-porandakan kampanye mereka bahkan pada tahap awal seperti sekarang ini.

    Tentu saja situasi ini masih bisa diperbaiki. The Gunners cuma tertinggal tiga poin dari puncak klasemen Liga Primer Inggris dan kecuali jika ada kejutan besar, harusnya bisa lolos ke 16 besar Liga Champions. Tetapi Arteta yang mempersulit hidupnya sendiri dengan keputusan-keputusan buruknya. Pelatih 41 tahun itu digadang-gadang sebagai juru selamat setelah menyulap Arsenal menjadi pesaing gelar juara lagi, tetapi faktanya ia cuma punya sebiji Piala FA untuk dipamerkan selama tiga setengah tahun di kursi kepelatihan Emirates.

    Saat ini, Arsenal tak cukup kuat untuk menambah koleksi trofi mereka, dan ini tugas Arteta untuk membedah apa yang salah dan melakukan perbaikan - terutama mengingat bursa transfer Januari tinggal dua bulan lagi. Kalau ia gagal lagi, maka kita semua boleh mulai bertanya: benarkah ia sosok yang tepat untuk memimpin Arsenal kembali ke masa jayanya?