Massimiliano Allegri Juventus 2022-23 HIC 16:9Getty/GOAL

Juventus Kandas Di Liga Champions: Herannya Kalau Tak Merasa Gagal, Terus Apa Dong!?

Di awal film No Country for Old Men, saat adegan pembantaian berdarah yang terjadi akibat kasus transaksi narkoba, Deputi Wendell berkata, "Ini berantakan, ya kan, Sheriff?"

Ed Tom Bell menjawab, "Jika tidak, maka tidak akan ada kekacauan sampai di sini."

Kalimat singkat itu terlintas samar-samar ketika mendengar Massimiliano Allegri sekali lagi menolak untuk mengakui hal yang sangat jelas, sebuah kegagalan.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

"Saya tidak menganggap ini kegagalan," sang pelatih Juventus bersikeras setelah timnya tersingkir dari Liga Champions, Rabu (26/10), di Lisbon.

Nah, jika itu tidak dianggapnya sebagai kegagalan, lalu fakta yang ada dikesampingkan begitu saja?

Lihat saja statistiknya sejauh ini, sangat mengerikan.

Sebelum kekalahan fatal 4-3 di Benfica, Juve belum pernah kebobolan tiga gol di babak pertama dalam pertandingan di Liga Champions.

Mereka juga tersingkir di fase grup untuk pertama kalinya sejak 2013/14, setelah hanya meraih tiga poin (satu kemenangan, melawan Maccabi Haifa) dari lima pertandingan – ini rekor terburuk mereka pada tahap awal turnamen ini.

Pada 2017, Juve mencapai final kedua dalam tiga musim. Tahun berikutnya, mereka tersingkir di perempat-final oleh Ajax. Kemudian tiga musim beruntun mereka kandas di babak 16 besar, dari Lyon, Porto dan Villarreal, sebelum disusul dengan bencana terbaru di Lisbon.

Itu jelas-jelas merupakan pencapaian yang memalukan. Jangan terkecoh dengan apa yang disebut oleh Gazzetta dello Sport sebagai "pembohong" jika melihat skor akhirnya.

CEO Juve, Maurizio Arrivabene telah memberi tahu Sport Mediaset sebelumnya, "Kami tidak melakukan penerbangan tiga jam ke sini hanya untuk bercanda." Namun penampilan babak pertama mereka sangat lawak, pertahanan tim sepenuhnya konyol.

Arrivabene telah mendesak para pemain untuk "membuktikan bahwa mereka pantas mengenakan jersey Juventus" – namun begitu banyak pemain senior tidak menggambarkan semangat itu.

Juve kalah segalanya, faktanya, jika bukan karena Benfica menyia-nyiakan sejumlah peluang di babak kedua, dan karena kebangkitan singkat yang dipicu oleh tiga youngster: Fabio Miretti, Matias Soule dan Samuel Iling-Junior, mereka bisa kalah lebih besar.

Tentu kekalahan di Benfica adalah hasil terburuk yang sebenarnya sulit dibayangkan oleh penggemar Juve dan Allegri membuat mereka jauh lebih kecewa dengan komentarnya pascapertandingan yang terdengar klise dan sebagai pembelaan: tim sudah berjuang sampai akhir, para pemain masih mendukungnya, para pemain kunci masih belum kembali dari cedera, performa tim akan meningkat, musim masih panjang, masih banyak yang harus dimainkan, dan seterusnya...

Jelas, bagaimana pun, Juve sedang mengalami kemunduran, penurunan yang semakin diperburuk dengan keputusan memanggil kembali Allegri sebagai pelatih.

Juga sangat jelas dari sisi finansial, bagaimana klub tidak akan memecatnya terlepas dari deretan hasil buruk yang didapat tim, karena kontrak sang pelatih masih sampai 2025 dan kendala keuangan membuat Juve tidak sanggup memberi kompensasi besar apabila mendepaknya.

Allegri Benfica Juventus Champions League 2022-23Getty Images

Di klub lain, pelatih dengan pencapaian seperti Allegri saat ini jelas akan dipecat. Ingat, Juve tidak hanya kewalahan di Eropa, mereka juga keteteran di pentas domestik, dengan tim saat ini berada di posisi kesembilan di klasemen Serie A, tertinggal 10 poin dari Napoli di puncak setelah melewati 11 pertandingan.

Namun, presiden Andrea Agnelli menegaskan setelah kekalahan memalukan dari Maccabi Haifa bahwa ia tidak berniat memecat Allegri setidaknya sampai akhir musim, yang berarti suporter harus lebih lama lagi merasakan penderitaan yang mereka alami.

Pada kenyataannya, segala sesuatunya bisa menjadi jauh lebih buruk, alih-alih membaik.

Juve masih bisa melaju ke Liga Europa, kemungkinan besar finis ketiga di fase grup dengan keunggulan selisih gol, namun itu tidak menjadi jaminan mengingat di laga terakhir mereka harus menghadapi PSG yang begitu superior.

Ada peluang bagi Juve untuk melanjutkan tren memalukan mereka, dan itu jelas bisa makin berdampak buruk pada keuangan mereka.

Tersingkir dari Eropa akan menjadi bencana finansial bagi Juve, yang telah menghabiskan banyak uang pada 2022, baik dalam hal transfer mau pun gaji pemain, dengan harapan bisa membangun kembali reputasi mereka di antara para elite benua biru.

Namun di sinilah mereka, harus di level berjuang habis-habisan dengan Maccabi Haifa untuk mendapatkan tempat di Liga Europa.

Maka, tidak mengherankan jika rumor Liga Super Eropa (ESL) kembali muncul dalam beberapa hari terakhir; memisahkan diri dari kompetisi UEFA tidaklah mudah bagi Juve.

Jangan sampai lupa, Agnelli yang memimpin kudeta yang gagal, bersikeras bahwa itu penting untuk kelangsungan hidup sepakbola mereka. Sebenarnya, itu adalah upaya putus asa untuk menyelamatkan klubnya dari kesalahannya sendiri.

Andrea Agnelli Juventus directors GFXGetty/GOAL

Agnelli selalu mengklaim bahwa Juve tidak dapat bersaing dengan kekuatan finansial dari Liga Primer Inggris dan klub yang didukung sumber daya negara seperti Paris Saint-Germain.

Ia memang benar, tidak sepenuhnya benar. Pasar transfer memang elah digelembungkan ke tingkat yang tidak berkelanjutan dan tidak wajar oleh kekuatan uang juragan minyak dan kesepakatan hak siar TV luar negeri.

Tapi Juve, melalui ketidakmampuan mereka sendiri, telah membuktikan diri mereka tidak mampu bersaing dengan tim-tim yang faktanya tidak lebih kaya dari mereka, padahal mereka juga didukung oleh perusahaan raksasa seperti Exor.

Jadi, ini sebenarnya bukan tentang Allegri dan taktiknya yang ketinggalan zaman. Seperti yang diakui Agnelli sendiri setelah kekalahan di Israel, "Dalam situasi seperti ini, ini bukan tentang [kesalahan] satu orang."

Allegri hanya perlu mengakui – dan bertanggung jawab atas – hasil buruk Juve.

Tapi faktanya adalah ia sosok pertama yang harus mengambil tanggung jawab sedikit mengaburkan kesalahan yang dilakukan Agnelli dan manajemen klubnya atas situasi finansial klub yang memasuki tahap mencemaskan.

Ini adalah kehancuran total sistemik, sebuah klub di tengah krisis institusional yang lengkap, sekarang di bawah tekanan luar biasa oleh publik baik di dalam dan luar lapangan.

Memang, sehari setelah dikonfirmasi bahwa Juve akan tetap diselidiki atas tuduhan pembukuan dan komunikasi laporan keuangan palsu, mereka tersingkir dari Liga Champions.

Juve bersikeras tidak melakukan kesalahan di luar lapangan, tetapi penampilan mereka di lapangan musim ini yang pasti benar-benar tidak bisa diterima.

Jadi, agak aneh jika semua pihak di Juventus sekarang mengklaim bahwa mereka saat ini tidak merasa gagal, jika tidak demikian lantas apa yang cocok menggambarkan situasi mereka!?

Iklan