Andrea Pirlo GFX IDAndrea Pirlo GFX ID

Grazie Andrea Pirlo! Seniman Sejati Sepakbola


OLEH    AHMAD REZA HIKMATYAR      Ikuti @rezahikmatyar di twitter

"Penso Quindi Gioco" jadi judul pilihan Andrea Pirlo untuk buku autobiografinya yang terbit beberapa tahun lalu. Artinya adalah "Saya Berpikir Maka Saya Bermain", terinspirasi dari ungkapan populer filsuf legendaris, Rene Descartes; "Cogito Ergo Sum" atau yang berarti "Saya Berpikir Maka Saya Ada".

Descartes menganggap bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang itu sendiri. Keberadaan ini dapat dibuktikan seturut fakta bahwa orang tersebut bisa berpikir. Pirlo? Orang-orang mengakui keberadaannya bahkan menghormatinya atas apa yang sudah dia lakukan di atas lapangan hijau.

Sepanjang 22 tahun karier profesionalnya sebagai pesepakbola, Pirlo dikenal sebagai sosok yang lebih menggunakan otak dibanding fisik. Dia mampu mengintegrasikan otak dengan kakinya sehingga hal-hal luar biasa seperti mudah terjadi. Sosok 38 tahun ini butuh berpikir untuk bermain, dialah seniman sejati sepakbola.

Artikel dilanjutkan di bawah ini
Andrea Pirlo

Berbicara skiill, Pirlo yang berposisi sebagi gelandang adalah pemain yang lamban, kurang akurat dalam melepas tekel, bukan pemain yang unggul di udara, dan tidak vokal. Anda bisa menyebutkan segala atribut berbau fisik yang wajib dimiliki gelandang masa kini dan bisa dipastikan tak ada dalam diri Pirlo.

Pirlo berbeda, dia unik, dia jauh lebih spesial. Pemain asal Brescia ini handal dalam melepas umpan, dribel melewati lawan, dan mengeksekusi bola mati. Atribut terbaiknya adalah kecerdasannya dalam mengatur tempo pertandingan. Kita seperti dihadapkan pada sebuah lukisan indah, ketika melihatnya bermain.

Pirlo layaknya konduktor dalam sebuah orkestra dengan struktur yang terbalik, di mana tongkat konduktor berada di kakinya bukan di tangannya. "Pirlo adalah silent leader. Dia tidak banyak bicara, tapi sanggup mengontrol lamban dan cepatnya tempo pertandingan hanya dengan kakinya," begitu gambaran Marcello Lippi, mantan pelatihnya di Timnas Italia.

Melihat atributnya, posisi trequartista atau playmaker adalah yang terbaik untuk Pirlo dan peran itulah yang dilakoninya pada periode awal kariernya. Ketika trequartista tak lagi dibutuhkan dalam sepakbola modern, l'architetto lantas memiliki posisi sendiri yang menegaskan identitasnya.

Adalah regista atau lebih populer dengan sebutan deep-lying playmaker, yang dalam satu waktu hanya sanggup diperankan oleh Pirlo. Posisi jangkar, yang tidak bertugas memfilter serangan lawan, melainkan mengatur tempo perandingan sekaligus jadi dasar struktur serangan. Mantan pelatih Pirlo di Brescia, Carlo Mazzone, membacanya dan diterapkan dengan sangat baik oleh Carlo Ancelotti di AC Milan.

"Jika seorang regista bisa sebaik Pirlo, menurut saya kemampuan rekan setimnya jadi tidak terlalu penting," ungkap Mazzone dalam sebuah wawancara dengan La Gazzetta dello Sport.

Andrea Pirlo GFX IDAndrea Pirlo GFX ID

"Penso Quindi Gioco" menjadi benar-benar terpresentasikan, karena ketika membedah sosok Pirlo di luar lapangan, dia sangat bahkan mungkin terlampau sederhana. Pirlo bukan sosok yang "wah" ketika tidak bermain. Mayoritas kesehariannya hanya dilalui dengan tidur dan bermain PlayStation. "PlayStation adalah penemuan terbaik setelah roda," ungkapnya serius, dalam satu waktu.

Di waktu senggang Pirlo senang berkeliling mengitari lingkungan rumahnya, dengan berjalan kaki atau bersepeda. "Intensitas saya mengelilingi lingkungan rumah meningkat sejak tinggal di New York. Mungkin karena saya baru sekali ini tinggal di luar Italia," tuturnya, seperti dikutip La Stampa.

Pirlo juga tak punya ritual khusus jelang hajatan akbar sepakbola, layaknya Johan Cruyff dengan permen karetnya atau Fabio Cannavaro yang membutuhkan seks. "Saya tak pernah merasakan tekanan ... saya tidak mau sedikitpun merasakannya. Saya menghabiskan sore pada Minggu 9 Juli 2006 di Berlin dengan tidur dan bermain PlayStation. Di malam hari, saya keluar dan memenangkan Piala Dunia," begitu kutipan terkenal dalam buku autobiografinya.

Momen "Eureka" Pirlo bahkan datang pada waku yang nyaris semua orang mengalaminya. Benar, di toilet, di pagi hari selepas bangun tidur saat kita ingin membuang segala dosa yang dilakukan pada hari sebelumnya. Dari hasil perenungannya itu, banyak hal luar biasa kemudian hadir dari kakinya.

Jika memang harus mengulik sisi paling menjual dalam pribadi Pirlo, dia merupakan sosok yang lucu baik dari sikap maupun perkataannya. Jauh dari wajah datarnya, yang tampak tak menjanjikan untuk membuat orang di sekitarnya tertawa.

"Pirlo adalah big son of a … dengan segala hormat pada ibunya. Dia bisa mengusili saya sampai berbulan-bulan, dia sosok yang sangat lucu. Saya memukulnya lebih sering dari yang Bud Spencer lakukan pada Terrence Hill!" kenang sahabat sekaligus eks rekan setimnya di AC Milan, Gennaro Gattuso.

Andrea Pirlo GFX ID

Brescia, Inter Milan, Reggina, AC Milan, Juventus, dan New York City FC, menjadi deretan klub yang beruntung pernah merasakan servis istimewa Pirlo. Ups mungkin tidak untuk Inter, yang ironisnya merupakan klub idola Pirlo.

"Sungguh disayangkan, saya datang ke sana di saat yang tak tepat. Saya masih sangat muda dan kala itu Inter dalam situasi yang tak bagus. Sekali waktu Roy Hodgson [eks pelatih Inter] pernah salah memanggil saya dengan sebutan Pirla [yang dalam bahasa Italia berarti kemaluan pria]. Mungkin dia lebih memahami sifat sejati saya ketimbang pelatih lain," kisah Pirla, maaf, Pirlo, soal periode buruknya di La Beneamata.

Milan jadi klub yang paling beruntung di antara lainnya. Di San Siro-lah Pirlo mencapai puncak kariernya. Sempat dicap sebagai bakat gagal, dia sukses menjelma sebagai salah satu gelandang paling menakutkan di dunia.

Sedekade bersama Il Diavolo Rosso, Pirlo memenangkan seluruh gelar yang mungkin diraih oleh sebuah klub sepakbola. Mulai dari Scudetto, Piala Super Italia, Coppa Italia, Liga Champions, Piala Super Eropa, hingga Piala Dunia Antarklub.

Pirlo lantas mengalami kebangkitan luar biasa di usia senja bersama Juve. Hanya empat musim di sana, Il Maestro tak pernah absen mempersembahkan Scudetto plus tambahan satu Coppa Italia, dua Piala Super Italia, dan sekali antarkan Si Nyonya Tua ke final Liga Champions. "Saya seperti seorang Juventini, karena begitu sering menonton pertandingan Juve hanya untuk menikmati permainan Pirlo," ungkap Xavi Hernandez pada Marca.

Di Timnas Italia, koleksi 116 caps-nya cuma kalah dari Fabio Cannavaro dan Gianluigi Buffon. Gelar tertinggi sudah dipersembahkannya lewat Piala Dunia 2006, di mana dia jadi man of the match pada partai final. "Jika boleh menjuluki diri sendiri, saya merupakan ultras Timnas Italia. Saya punya antusiasme yang luar biasa ketika menonton dan mengenakan jersey La Nazionale," ungkap Pirlo di buku autobiografinya.

Andrea Pirlo GFX IDAndrea Pirlo GFX ID

Minggu (5/11), menjadi hari paling tak diinginkan Pirlo dan khalayak sepakbola. Pemain yang identik dengan nomor punggung 21 tersebut resmi mementaskan karya terakhirnya sebagai pesepakbola profesional. Dia memutuskan gantung sepatu.

Tidak ada upacara khusus atau sesuatu yang spesial di partai pamungkasnya. Pirlo hanya bermain selama kurang lebih satu menit, ketika masuk sebagai pemain pengganti di masa injury time dalam duel NYCFC kontra Colombus Crew.

Satu umpan standar dilepaskannya, sesaat sebelum peluit panjang dibunyikan. NYCFC menang 2-0, tapi tak cukup untuk lolos dari babak play-off MLS lantaran kalah agregat 4-3 dari Colombus Crew.

Satu per satu rekan setim memeluk dan dipeluknya, begitu juga penggawa lawan. Chant khusus dinyanyikan suporter NYCFC untuk melepas kepergian Pirlo. Sejenak pandangannya kosong bagai terjebak memori emas yang sudah dilaluinya di sepakbola. Dia kemudian bertepuk tangan dan memberikan salam perpisahan, sebelum masuk ke ruang ganti. Benar, sesederhana itu.

"Tidak hanya petualangan saya di New York berakhir, tapi juga perjalanan saya sebagai pesepakbola. Itulah mengapa saya ingin mengambil kesempatan ini untuk berterima kasih kepada keluarga dan anak-anak saya atas dukungan dan cinta yang selalu mereka berikan kepada saya, setiap tim yang saya menaruh rasa hormat saat saya bela, semua yang pernah menjadi rekan-rekan menyenangkan saya, semua orang yang membuat karier saya menjadi mengesankan dan terakhir tapi bukan yang paling akhir, bagi seluruh fans di seluruh dunia yang selalu menunjukkan dukungan pada saya," tulis Pirlo dalam surat terbukanya di media sosial.

Takkan ada lagi umpan mahal khas Pirlo yang begitu memanjakan Roberto Baggio, takkan ada lagi gerakan tipuan untuk menstimulus gol Fabio Grosso di tempat di mana Jerman tak pernah kalah,  takkan ada lagi dentuman jarak jauh yang membuat Santiago Bernabeu terdiam, takkan ada lagi tendangan bebas menghanyutkan ke jala Meksiko, dan takkan ada lagi penalti panenka yang membuat Inggris menangis.

Sang seniman sudah memutuskan untuk undur diri dari pentas sepakbola dan kita hanya bisa dibuat terpesona oleh jejak kariernya. Akhir kata; arrivederci e grazie Il Maestro, Andrea Pirlo!

Pirlo Series BannerGoal.com
Iklan