Denilson Brazil Cult Hero HIC 16:9GOAL

Sensasi Denilson: Raja Step Over Brasil & Kampiun Piala Dunia Yang Ditolak Bolton

Dalam era di mana ketimpangan finansial di sepakbola semakin menjijikkan, sulit membayangkan klub seperti Real Betis bisa memecahkan rekor transfer dunia.

Tapi itulah yang terjadi pada 1998, saat sebuah klub papan tengah La Liga menggelontorkan £21,5 juta demi mendapatkan jasa seorang winger kiri Brasil yang memiliki segudang trik.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Kisah Denilson ini sudah sering kita jumpai di sepakbola. Soal bakat yang tak terpenuhi, soal potensi yang terbuang sia-sia, dan, mungkin, soal ambisi keuangan yang melupakan prestasi keolahragaan.

Di masa keemasannya, tak ada yang bisa menyentuhnya – ia mampu memanipulasi sesuka hati dan menanamkan rasa takut di hati bek-bek terbaik dunia lewat perpaduan kekuatan, skill, dan kecepatan yang mematikan.

Namun jika direduksi menjadi statistik belaka, ia cuma seseorang yang pernah menjadi pesepakbola termahal di dunia.

Kisahnya dimulai di Sao Paulo di mana bakat alami Denilson sudah cukup bagi Brasil untuk memanggilnya ke skuad senior pada 1996, saat usianya baru 19 tahun.

Setelah semakin menarik perhatian di Le Tournoi dan Copa America 1997 – di mana ia mencetak gol pembuka Brasil saat mengalahkan Bolivia 3-1 di final – ia meneruskannya dengan meraih Bola Emas Piala Dunia 1997.

So far, so good. Semua masih baik-baik saja, bahkan impresif.

Denilson lalu ber-step over sampai masuk skuad Piala Dunia 1998 dan digadang-gadang (oleh Ronaldo pula!) menjadi bintang turnamen.

Denilson Ronaldo Brazil GFXGetty/GOAL

Namun nyatanya bukan itu yang terjadi, meski Denilson yang baru berusia 20 tahun itu memang selalu tampil di semua laga termasuk di final, di mana Brasil keok 3-0 di tangan Prancis.

Hanya start satu kali – di laga fase grup saat dikalahkan Norwegia, di mana ia memberi assist untuk Bebeto – Denilson sesekali menunjukkan bakatnya di Piala Dunia 1998, terutama di partai pamungkas versus tuan rumah.

Dimasukkan sebagai pengganti di babak kedua kontra Prancis, ia langsung melewati berbagai pemain, memamerkan kelokan dan gocekan yang tak masuk di akal fisika dan kaki yang cepat bak kilat. Ia bahkan mencumbu mistar gawang lewat drive shot kaki kirinya yang ikonik.

Namun, satu aksinya di Stade de France membuat Denilson dilabeli dengan reputasi yang sulit ia tanggalkan sepanjang kariernya.

Mendapat bola di sayap kiri, Denilson dijaga ketat oleh Lilian Thuram.

Lewat sebuah gocekan maut, ia mampu menjauh dari kawalan salah satu bek terbaik yang pernah dilahirkan Prancis itu. Namun alih-alih menembak atau melepaskan crossing, ia malah melakukan beberapa step over lagi yang membuatnya kembali di bawah penjagaan.

Bisa dipastikan bahwa lemahnya kaki kanan Denilson – cela yang ternyata akan menghantui kariernya di Eropa – berkontribusi pada keputusannya untuk nge-trik terus.

Ujung-ujungnya cuma jadi umpan naif yang dipotong dengan mudah oleh lini belakang Prancis.

Ya beginilah Denilson. Ia bakal memukau pemirsa dengan gocekan yang meledak-ledak sebelum membikin kita frustrasi gara-gara pengambilan keputusan yang teramat buruk di sepertiga akhir.

Meski pada akhirnya tak sukses di Piala Dunia, Betis tidak gentar dan tetap bertekad mendatangkannya ke Eropa.

Denilson Betis Barcelona GFXGetty/GOAL

Yup, mereka sepercaya itu pada bakat Denilson yang memang nampak tak terbatas, sampai-sampai memberinya kontrak 10 tahun. Namun dekade kegemilangan Joga Bonito Brasil di Andalusia jauh dari kata terwujud.

Statistik yang ia torehkan di musim debutnya di Spanyol benar-benar muram: dua gol dalam 35 penampilan La Liga.

Kampanye kedua malah lebih buruk. Denilson gagal mencegah Betis degradasi dalam sebuah musim yang aneh di mana Sevilla dan Atletico Madrid juga turun kasta, Real Madrid finis kelima, dan Deportivo La Coruna juara.

Meski terseok-seok di level klub, ia tetap rutin tampil di timnas – meski cuma sebagai pengganti.

Tak mampu lepas dari jerat pesona Denilson, Luiz Felipe Scolari bahkan memilihnya masuk skuad Brasil di Piala Dunia 2002.

Statistik semenjana sama sekali tak membuat Scolari kapok untuk terus-menerus memercayainya sebagai impact sub sepanjang turnamen – persis seperti mantan kekasih yang memesona tapi tak dapat diandalkan yang rasa-rasanya sulit sekali Anda hapuskan dari kehidupan Anda, meskipun Anda sadar betul semua akan lebih baik tanpanya.

Kontribusi Denilson yang layak dikenang terhadap 'penebusan dosa' Brasil di Piala Dunia hadir di momen semi-final verus Turki. Dimasukkan pada menit-menit akhir saat timnya unggul 1-0, ia memproduksi kameo paling membagongkan dalam sejarah kompetisi itu.

Dimulai dari kegagalan mencungkil bola melewati kiper Rustu Recber yang sudah maju terlalu jauh, flick menggunakan kaki bagian samping yang sama sekali tak mengarah ke siapa pun saat Brasil sedang mengancam, sampai melepaskan tembakan lemah tepat ke pelukan Recber padahal tak sedang di-pressing.

Denilson Brazil Turkey 2002 World Cup GFXGetty/GOAL

Namun puncaknya baru terjadi menjelang menit ke-90. Lewat gocekannya, ia berhasil menarik perhatian sejumlah pemain bertahan Turki, sehingga Luizao bisa berdiri tanpa kawalan di depan gawang. Tapi, alih-alih melepaskan umpang sederhana ke tengah kotak penalti untuk memastikan kemenangan, dengan konyolnya Denilson malah membawa bola ke area sudut, di mana ia akhirnya dilanggar Muzzy Izzet.

Seperti biasa, dia memang pemain yang punya aturannya sendiri.

Ia tetap merampungkan Piala Dunia 2002 dengan medali juara, bahkan sempat beberapa detik disorot lampu-lampu partai final. Tapi sejak saat itu penampilan bagi timnas Brasil menjadi sebuah kemewahan seiring kariernya yang menukik tajam menjadi guyonan.

Denilson memenuhi tujuh dari 10 tahun kontraknya di Betis sebelum hengkang pada 2005.

Masa baktinya di Bordeaux sama semenjananya, sebelum meninggalkan Eropa demi bergabung ke klub Arab Saudi Al-Nassr.

Ia bahkan sempat hinggap di Vietnam dan Yunani menjelang akhir kariernya sebelum menelan aib memalukan yakni ditolak oleh Bolton Wanderers asuhan Gary Megson setelah gagal trial.

Setelah tak ada kabar di 2010-an, Denilson belum lama ini mengakhiri masa pensiunnya untuk membela Ibis – klub Brasil yang dikenal sebagai "tim terburuk di dunia" karena pernah TIGA tahun berturut-turut gagal memenangkan satu pertandingan pun. Mereka bahkan punya maskot yang dinamai Derrotinha, yang berarti Pecundang dalam bahasa Portugis.

Akhir yang janggal dari sebuah karier yang aneh, yang awalnya sangat menjanjikan tapi ternyata boncos bak saham gorengan.

Tapi toh paling tidak kita selalu bisa dimanjakan dengan step over Denilson di kompilasi YouTube.

Iklan