Pochettino-Nagelsmann-StelliniGetty/GOAL

3 Alasan Mengapa Tottenham Bakal 'Gitu-Gitu Aja' Sekalipun Dipegang Julian Nagelsmann Atau Pelatih Top Lainnya

Sejumlah pelatih dengan nama-nama besar sudah pernah mendarat di Tottenham Hotspur, mulai dari Andre Villas-Boas, Mauricio Pochettino, Jose Mourinho hingga Antonio Conte. Semuanya berakhir dengan pemecatan.

Sosok terakhir, dibebastugaskan Daniel Levy setelah marah-marah di konferensi pers pasca ditahan imbang Southampton 3-3 gara-gara mengkritik sang petinggi klub dengan nada sinis dan kasar. Para pemain juga tak luput 'dibantai' mantan pelatih Inter Milan dan Juventus itu di hadapan media. Conte di momen itu blak-blakan menegaskan bahwa dirinya adalah alasan mengapa banyak manajer top gagal memenangkan apa pun di London Utara.

Cristian Stellini dan Ryan Mason, duo asisten Conte, akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan juru taktik Italia itu untuk sementara. Kepergian Conte membuka diskusi siapa calon manajer ideal Spurs berikutnya?

Figur yang sudah sangat melekat di hati fans, Mauricio Pochettino, mencuat. Kepulangannya disebut-sebut bisa terjadi. Apalagi, Stellini dan Mason punya hubungan yang kuat di periode pertama eks pembesut PSG itu bekerja.

Namun, baru-baru ini mencuat satu nama lagi yang digadang-gadang bakal mengambil kursi Tottenham Hotspur Stadium 1, yakni Julian Nagelsmann. Bayern Munich baru saja memecat pelatih muda satu itu setelah dianggap gagal menyaingi Borussia Dortmund di Bundesliga musim ini.

Hanya saja, melatih Spurs tak semudah membalikkan telapak tangan. Situasi internal Spurs bisa membuat pelatih top mana pun bakal selalu dalam perasaan 'ngeri-ngeri sedap'.

  • Daniel Levy Tottenham 2022-23Getty Images

    Kultur dikontrol dari atas

    Satu hal yang telah membudaya di Spurs adalah bagaimana para pelatih mereka memiliki ruang yang terbatas. Dengan kata lain, kendali tim bukan di manajer, tapi harus dari atas alias hirarki.

    Inilah alasan mengapa Mourinho dan Conte tak bertahan lama di Tottenham Hotspur Stadium. Juru taktik seperti mereka dikenal tak senang bila urusan dan kebijakan tim diganggu oleh petinggi klub.

    "Ini klub yang sulit untuk dikendalikan, selalu seperti itu. Anda lihat para manajer yang datang dalam beberapa tahun terakhir, mau Anda suka dengan gaya Jose Mourinho atau Antonio Conte, mereka hampir membenturkan kepalanya ke tembok. Mereka merasa kesulitan untuk mengontrol klub karena itu dikontrol oleh pemilik klub. Dia ingin memastikan bahwa dia mendapatkan semua keputusan dan semua pemain," ulas mantan personel Spurs antara 2002 dan 2005, Jamie Redknapp, di Sky Sports.

    Redknapp lalu melabeli Spurs dengan istilah 'kultur dimulai dari atas'. Dia menyatakan: "Saya kira, itu akan selalu jadi problem utama bagi Tottenham sebagai sebuah klub. Kultur selalu diatur dari atas [hirarki Spurs]."

  • Iklan
  • Richarlison-Conte-SpursGetty

    Tutup mata dengan pemain 'blue chip'

    Selama bertahun-tahun, Spurs mengabaikan belanja pemain bintang nan berkualitas, pemain dengan profile juara, meskipun di saat kondisi finansial klub terbilang oke.

    Para rival seperti Manchester City, Liverpool bahkan sang tetangga Arsenal, mereka semua rela menggelontor uang dalam jumlah wah, hanya demi membangun tim yang punya fondasi juara. Terbukti, dua tim pertama telah mendominasi kancah domestik belakangan ini dan tim terakhir di edisi 2022/23 juga sedang dalam perjalanan menuju gerbang kejayaan. Spurs tak berani mengambil langkah seradikal itu.

    "Saya menghabiskan 11 tahun di Liverpool. Saya selalu melihat mereka berusaha mendatangkan pemain-pemain yang tepat, mendatangkan nama-nama besar, demi memberi mereka kesempatan untuk memenangkan trofi," beber Redknapp.

    "Saya tidak pernah mendapatkan perasaan itu dengan Tottenham. Saya kira, itulah rasa frustrasi Conte. Para pemain yang mereka datangkan di musim panas, Richarlison terhitung belum berhasil, Bissouma juga demikian, Anda memang tidak bisa serta merta menyalahkan petinggi klub. Tapi, saya yakin, mereka tidak pernah cukup memadukan dengan pemain-pemain besar. Pemain-pemain 'blue chip' jika Tottenham benar-benar ingin berprestasi," lanjutnya.

    "Saya kira, itu harus diubah. Saya melihat Richarlison, Ndombele, saya tidak akan menyebut mereka para pemain yang akan memenangkan trofi yang Anda inginkan. Tidak akan pernah terjadi," tandas Redknapp.

  • Mourinho Conte GFXGetty Images

    Kritik = pecat?

    Bijaknya, owner klub mendengarkan apa yang menjadi rencana manajer, bagaimana target dia di satu musim, dan pemain-pemain yang dicanangkan untuk diboyong. Namun, ketika itu semua tidak didengar, maka pemandangan konferensi pers misu-misu ala Conte beberapa waktu lalu menjadi lumrah.

    Mau Pochettino atau Nagelsmann, ujungnya akan sama saja jika pemilik klub tak mendukung proyek yang hendak digarap sang pelatih.

    "Poch atau Nagelsmann? Poch hebat dengan para pemain muda, Naglesmann adalah manajer top," tulis eks personel Spurs lainnya, Jamie O'Hara, yang juga ikut bersuara mengenai situasi kursi manajerial Spurs saat ini, kepada Sky Sports.

    "Sudah ada tanda-tanda [pemecatan terhadap Conte]. Ketika Anda blak-blakan dan menyerang klub secara keseluruhan, maka dia harus angkat kaki setelah itu," ungkapnya.

    "Namun, pertanyaan besarnya, terlalu banyak manajer top merapat ke Spurs dan itu tidak berhasil. Mengapa?" tandas O'Hara, bernada sindiran mengenai tradisi kritik sama dengan pecat.

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

0