Tottenham title challengers GFXGOAL

Arsenal Minggir Dulu! 7 Faktor Tottenham Akan JUARA Liga Inggris

Enam bulan yang lalu, masa depan Tottenham terlihat suram. Finis kedelapan di Liga Primer Inggris menjadi cerminan musim yang serba kacau, di mana Antonio Conte dan pengganti interimnya Cristian Stellini sama-sama dipecat, sementara beberapa pemain kunci tampil di bawah standar.

Harry Kane menjadi satu dari sedikit yang masih bisa berbangga diri setelah menembus angka 30 gol lagi di liga, tetapi Bayern Munich bergerak cepat menjadikan kapten timnas Inggris tersebut target utama mereka dan kepergian sang top skor sepanjang masa pun tak terelakkan lagi.

Muncul laporan bahwa beberapa manajer-manajer elite menolak tawaran untuk menjadi penerus permanen Conte, termasuk Julian Nagelsmann dan Luis Enrique, sehingga Spurs 'terpaksa' menunjuk Ange Postecoglou. Bekas pelatih Celtic tersebut memang sukses besar di Skotlandia, tetapi mood di Tottenham Hotspur Stadium tak membaik ketika ia resmi diangkat jadi manajer.

Ya, nama Postecoglou kurang seksi bagi para suporter Spurs, dan mereka cemas-cemas harap melihat minimnya pengalaman Ange di level tertinggi. Tetapi ternyata pria Australia itu berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah sosok yang tepat untuk memimpin era baru The Lilywhites.

Pramusim yang menjanjikan menunjukkan bahwa Postecoglou siap untuk menerapkan gaya modern nan progresif yang dirancang untuk memaksimalkan pemain-pemain paling berbahaya milik Spurs. Ia juga mendatangkan personel-personel yang cocok dengan filosofi ini. Maka, saat Kane resmi hijrah ke Bayern di awal musim, kegundahan di London utara tersapu oleh ombak optimisme.

Dan, sekarang, kita menyambut jeda internasional kedua musim 2023/24 dengan Tottenham Hotspur menduduki puncak klasemen Liga Primer Inggris. Armada Postecoglou mengungguli musuh abadi Arsenal via agresivitas gol, sementara sang juara bertahan Manchester City tertinggal dua poin di peringkat ketiga. Hebatnya, Spurs belum kalah sama sekali di liga!

Konsensus umum akan mengerdilkan Tottenham, bahwa mereka tidak akan bisa mempertahankan jalur mereka, tetapi konsensus tersebut cuma spekulasi yang lahir dari kodrat Spursy Tottenham - sebuah kodrat di mana The Lilywhites selalu gagal dan tercerai-berai meski tinggal selangkah lagi menuju kejayaan abadi.

Yang luput disadari oleh para peragu ini adalah bahwa posisi Spurs di puncak bukan kebetulan belaka - Postecoglou berhasil mentransformasi skuad madesu tanpa harapan ini menjadi tim paling well-rounded di EPL, dan GOAL mengulas tujuh faktor yang membuktikan bahwa mereka layak diseriusi sebagai calon peraih gelar Liga Inggris.

  • Ange-Postecoglou(C)Getty Images

    "Ange-ball" pengubah kodrat

    Spurs mendaki ke puncak Liga Inggris setelah susah payah mengalahkan Luton Town 1-0, di mana Micky Van de Ven mencetak gol kemenangan di awal babak kedua - setelah Yves Bissouma diusir keluar lapangan atas kartu kuning kedua tepat sebelum turun minum.

    Tottenham versi musim lalu bakal kehilangan poin di laga-laga seperti itu. Tetapi para pemain terlihat bertekad ingin memberikan segalanya untuk Postecoglou, dan dia bisa merasakan bahwa semua personel selaras, saling bahu-membahu mewujudkan mimpi yang sama.

    "Ini semua kredit kepada para pemain, dengan bagaimana mereka berhasil meresapi apa yang kami coba lakukan," kata pelatih Spurs itu pada TNT Sports pasca-laga. "Kami adalah tim yang sangat kompak, yang bisa Anda lihat bukan hanya karena kami terus menang. Selain dari sisi sepakbola, yang sejauh ini sangat bagus, ketangguhan yang kami tunjukkan juga luar biasa. Para pemain ingin mengubah kodrat klub ini, dan itulah yang coba mereka lakukan di lapangan."

    Di bawah Conte, dan dua pendahulunya Nuno Espirito Santo serta Jose Mourinho, Spurs adalah tim yang penuh kehati-hatian serta mengandalkan serangan balik. Mereka dengan senang hati menumpuk pemain di belakang dan memenangkan pertandingan lewat gol-gol ajaib yang sesekali hadir, sehingga penampilan mereka tak cukup menghibur untuk dinikmati para penggemar.

    Semua itu berubah semenjak kedatangan Postecoglou. Ia mendorong anak-anak asuhnya untuk mengekspresikan diri mereka dan mengambil risiko di bawah tekanan. Kini Spurs yang mengundang lawan untuk melakukan pressing, dan membuktikan kualitas mereka untuk lolos dari pressing-pressing tersebut, tak heran mereka mampu menciptakan banyak peluang.

    Pada hasil imbang 2-2 mendebarkan versus Arsenal di derbi London utara pertama musim ini, "Ange-ball" semerbak di Emirates Stadium, dan Tottenham seharusnya bisa pulang dari kandang sang rival bebuyutan dengan oleh-oleh tiga poin. Bagaimana tidak? Di penghujung laga, Spurs-lah yang all-out mengejar kemenangan, bukan Arsenal. Ada satu sekuens di mana tim tamu mencabik formasi The Gunners dengan pergerakan sembilan-umpan dimulai dari kiper Gugliemo Vicario, tapi sayangnya calon gol terbaik musim ini tersebut batal terwujud saat crossing Pedro Porro diblokir menjadi sepak pojok.

    Spurs sangat menyenangkan untuk ditonton di laga itu, sebagaimana mereka menyenangkan untuk ditonton sepanjang masa kepelatihan Postecoglou sejauh ini. "Jika kami kalah dengan bermain seperti ini, itu tanggung jawabnya, dan ini juga memberi kami kebebasan untuk bermain," ucap pemain anyar James Maddison soal keyakinan yang ditanamkan sang manajer kepada skuad Tottenham pasca-laga Arsenal. Mentalitas ini bisa membawa Spurs ke tempat-tempat yang tak terbayangkan sebelumnya, bahkan mengubah kodrat mereka.

  • Iklan
  • James Maddison Tottenham 2023-24Getty

    Magis Maddison

    Maddison menjadi pemain paling mencolok bagi Spurs era Postecoglou, beradaptasi sempurna di posisi No.10 setelah didatangkan dari Leicester City dengan harga £40 juta. Gelandang timnas Inggris ini telah membukukan dua gol dan lima assist dari delapan penampilan pertamanya di Liga Primer Inggris, dan momen magis teraktualnya baru saja tercipta di Luton.

    Spurs mendapat sepakan pojok sehingga bisa lolos sejenak dari tekanan yang mulai dibangun Luton berkat keunggulan jumlah pemain mereka. Dejan Kulusevski menendangnya dengan cepat ke arah Maddison dan playmaker 26 tahun tersebut mampu menari melewati kawalan ketat tim tuan rumah ke arah kotak penalti, sebelum meneruskan bola untuk diselesaikan dengan sederhana oleh Van de Ven.

    Cuma pemain-pemain terbaik yang bisa mencipta dari sebuah ketiadaan, dan kreativitas Maddison menghadirkan dimensi baru bagi serangan Tottenham. Ia pencipta peluang terbanyak di Liga Primer Inggris musim ini, dan sepertinya ia juga mengemban tanggung jawab sebagai sosok pemimpin.

    Performa Maddison menginspirasi rekan-rekannya untuk meningkatkan level mereka, dan semangat kolektif di skuad Spurs pun sedang tinggi-tingginya. Mantan bintang Leicester ini memaksimalkan kesempatan untuk bersinar di klub yang lebih besar, dan nampaknya ia sangat menikmati babak baru kariernya.

    "Jika mulai bermain bola saat masih kanak-kanak, Anda tidak akan bermain demi apa pun,"ucap Maddison setelah diresmikan Spurs Juni kemarin. "Tak ada politik, tak ada yang seperti itu. Anda bermain karena Anda mencintai sepakbola dan Anda melakukan apa yang Anda cintai, dan Anda menjadi pemain seperti sekarang atas apa yang telah Anda lakukan dan apa keahlian Anda."

    "Dan bagi saya itu tidak akan pernah berubah. Tak bisa dinegosiasikan. Begitulah cara saya bermain. Say tidak akan pernah berubah dan itulah mengapa perjalanan saya seperti ini dan saya bahagia bisa berakhir di Tottenham."

    Passion inilah yang membedakan Maddison dengan sejawat-sejawatnya. Dan potensi Tottenham tidak terbatas selama ia mampu meneruskan performanya yang magis ini.

  • MICKY VAN DE VEN TOTTENHAM PREMIER LEAGUE 07102023Getty Images

    Peran kolosal Van de Ven

    Tottenham juga menghabiskan £43 juta untuk memboyong bek Belanda Van de Ven di musim panas, dan ia mampu memberikan dampak instan di sepakbola Inggris. Pemain 22 tahun tersebut menunjukkan kedewasaan yang melampaui usianya, dan membentuk duet nan kokoh bersama Cristian Romero.

    Romero, yang belum lama ini didapuk sebagai bek terbaik di dunia oleh kaptennya di timnas Argentina Lionel Messi, berkali-kali terekspos gara-gara dipaksa memikul beban yang diciptakan oleh Eric Dier, Davinson Sanchez, dan Clement Lenglet. Tottenham pun jadi lumbung gol karenanya.

    Musim ini nasibnya berbeda, karena Van de Ven mampu melengkapi Romero, seperti kata mantan gelandang Spurs dan Liverpool Danny Murphy kepada BBC Match of the Day pasca-laga Luton: "Sudah lama Tottenham mencari duet bek di jantung pertahanan mereka, yang mampu memberikan ketenangan saat menguasai bola dan stabilitas saat kehilangan bola. Selama ini mereka tak punya, dan sekarang akhirnya mereka berhasil mendapatkannya. Van de Ven dan Romero adalah duet yang bagus. Anda butuh bek sentral yang berani ketika menguasai bola. Saat ini, Tottenham memulai segalanya dari mereka berdua."

    Sekarang tim-tim lawan kesulitan menyelinap ke belakang lini pertahanan Spurs berkat Van de Ven, yang kecepatannya menipu meski memiliki tubuh yang besar. Tak banyak pemain yang bisa mengalahkan bintang Belanda U-21 ini dalam balapan lari, dan fisiknya yang tegap membantunya memenangkan duel-duel fisik.

    Van de Ven laksana Rolls-Royce saat membawa bola keluar dari lini pertahanan - jangkauan umpan dan pengambilan keputusannya juga membantu itu. Ia juga bisa berkontribusi gol sesekali, seperti yang dibuktikan dari finishing-nya kontra Luton.

    Yang paling menakutkan adalah bahwa Van de Ven baru mulai menunjukkan potensinya. Menarik melihat bagaimana ia bisa berkembang di bawah Postecoglou seiring berjalannya musim.

  • Son-Tottenham-2023-24Getty

    Son sang protagonis

    Son Heung-min & Kane, mengingat kerja sama keduanya menghasilkan 47 gol Liga Primer Inggris dalam waktu delapan tahun - yang menjadikannya kerja sama paling mematikan dalam sejarah EPL. Kane tak akan menjadi top skor sepanjang masa Tottenham tanpa bantuan Son. Bintang Korea Selatan itu seolah memiliki insting telepatis untuk mengirimkan bola untuk pasangan emasnya itu di posisi-posisi empuk.

    Son memang sering mendapatkan umpan balasan darinya, tetapi Kane-lah yang selama ini dianggap sebagai bintang utamanya Tottenham. Dan meski kepergian Kane berarti akhir dari duet paling maut di Inggris, ia juga memberi Son kesempatan untuk bersinar di panggung utama.

    Postecoglou langsung menobatkan Son sebagia kapten baru Spurs, namun masih menempatkannya di sisi kiri di awal-awal musim. Penyerang 31 tahun itu gagal menyumbang gol di tiga laga Liga Primer Inggris pertama musim ini, sebelum akhirnya diminta menjadi ujung tombak dalam laga tandang ke Burnley pada awal September.

    Spurs berpesta gol 5-2 di Turf Moor, di mana Son menceta hat-trick brilian. Ia mengeksploitasi garis pertahanan The Clarets yang terlampau tinggi dan memiliki finishing yang mampu menyamai pergerakan cerdasnya.

    Sentuhan Midas Son kembali kita saksikan di derbi London utara saat ia mencetak brace, dan menceploskan gol keenamnya musim ini saat Spurs menang kontroversial atas Liverpool bulan ini. "Saya rasa cara bermain kami cocok untuknya," ucap Postecoglou pasca-laga melawan The Reds.

    Tak mengejutkan jika Son diam-diam mengincar Sepatu Emas kedua dalam kariernya, jika melihat betapa banyaknya peluang yang diciptakan Spurs saat ini. Kemampuannya untuk menempati posisi-posisi mencetak gol adalah bakat alaminya, dan ia mampu melakukan finishing matang dari berbagai sudut. Ya, itulah keunggulan yang dihadirkan oleh kedua kakinya yang hampir sama kuat itu.

    Tottenham sama sekali tak merindukan Kane, dan semua itu berkat Son. Ia sempurna bagi sistem Postecoglou dan mengemban tanggung jawab sebagai titik tumpu The Lilywhites dengan cemerlang.

  • Udogie-SpursGetty

    Bombardir bek sayap

    Musim lalu Spurs hampir tak menggunakan full-back sama sekali, mengingat Conte lebih suka menggunakan formasi 3-4-3, tetapi Postecoglou punya cara yang berbeda: ia menekankan betapa pentingnya peran full-back semenjak pertama tiba di Tottenham Hotspur Stadium.

    Juru taktik asal Australia itu cenderung mengandalkan skema 4-2-3-1, di mana bek kanan dan bek kirinya bergerak maju dan ke dalam setiap kali Tottenham menyerang. Mereka menekan masuk e lini tengah, dan Spurs menggunakan bentuk ultra-menyerang 2-3-5 yang sejauh ini membuahkan hasil positif di 2023/24.

    Destiny Udogie terbukti gacor di kiri, dan harga £20 juta yang Spurs bayarkan ke Udinese mulai terasa sebagai sebuah bargain karena ia mampu membuat transisi dari Serie A ke Liga Primer Inggris terlihat muda. Bek kiri Italia tersebut cepat, kuat, dan impresif baik ketika menyerang maupun bertahan. Ia adalah aset berharga bagi Spurs.

    Di sisi satunya, Postecoglou merotasi antara Pedro Porro dan Emerson Royal, yang sama-sama mengecewakan di 2022/23. Namun mereka telah menebus kekecewaan tersebut dalam beberapa bulan terakhir, terutama Porro, yang terlihat sangat menikmati kesempatan untuk berkontribusi di sepertiga akhir.

    "Ini adalah sistem yang sangat cocok untuk saya dan sangat lancar untuk saya. Ini adalah sistem baru yang belum pernah saya mainkan sebelumnya," ucap bek sayap Spanyol itu pada Sky Sports bulan lalu. "Saya bermain ke dalam sebagai seorang full-back, tetapi di situ saya merasa percaya diri. Saya merasa sangat bahagia di luar sana dan saya rasa kalian bisa melihat itu saat saya bermain."

    Udogie dan Emerson juga telah dengan senang hati menerapkan metode Postecoglou, dan Spurs kini menjelma menjadi tim paling atraktif di Liga Inggris karenanya. Pelatih Tottenham itu belum lama ini berkata: "Saya menginginkan [sepakbola] yang mendebarkan yang dibicarakan orang-orang, bukan cuma hasil akhirnya, melainkan juga cara kami bermain."

    Ya, bek-bek sayap Tottenham telah membombardir lawan-lawan mereka musim ini, dan sampai sekarang belum ada yang menemukan cara untuk menghentikan mereka.

  • Bissouma-Spurs-2023-24Getty

    Lini tengah bak baja

    Dan Spurs bisa menggunakan inverted full-back berkat keberadaan Yves Bissouma, yang menunjukkan dirinya memiliki kepekaan posisi yang apik di posisi deep-lying midfielder.

    Musim debut gelandang 27 tahun ini di Tottenham sangat mengecewakan karena cedera membatasi keterlibatannya, tetapi ia bekerja keras untuk kembali sehat dan Postecoglou menaruh kepercayaan yang besar pada kemampuannya.

    Bissouma memang layak dikritik atas penampilannya versus Luton, di mana ia mendapat kartu kuning kedua gara-gara diving memalukan dan membuat rekan-rekannya kerepotan. Tetapi dampak keseluruhan yang ia berikan selama beberapa bulan terakhir tak bisa diremehkan.

    Cuma dua pemain lain di Liga Primer Inggris musim ini yang mampu menyelesaikan lebih banyak tekel dibanding bekas gelandang Brighton ini, dan ia menyelesaikan umpan pendek lebih banyak dibandingkan pemain lain di liga. Tak ada gelandang yang memiliki giringan progresif sebanyak Bissouma, yang semakin menyoroti fakta bahwa ia berhasil menemukan kembali ritme dan rasa pedenya di bawah Postecoglou.

    Sementara itu Pape Matar Sarr terbukti sebagai pelapis sempurna Bissouma. Bintang 21 tahun itu tak pernah mendapatkan kesempatan di era Conte, tetapi pemain timnas Senegal tersebut kini menjadi salah satu nama yang pasti dibawa Postecoglou sebagai starter.

    Pada kemenangan kandang 2-0 atas Manchester United di bulan Agustus, kita bisa melihat mengapa ia begitu dipercayai sang manajer: Sarr membantu Spurs mendominasi pertempuran lini tengah, dan mencetak gol pembuka pula. Postecoglou pun memuji Sarr habis-habisan pasca-laga, dengan berkata: "Dia memiliki energi yang hebat, tetapi dia juga berkualitas. Dia adalah jenis-jenis gelandang yang bikin masalah untuk lawan, karena entah itu dengan atau tanpa bola, dia selalu berlari ke depan, berlari dengan agresif, dan mengacaukan lawan. Dia memiliki temperamen yang baik untuk seorang anak muda."

    Bissouma dan Sarr punya segalanya untuk menjadi duet kelas dunia, dan mereka berhasil menghadirkan ketahanan banting bak baja bagi ruang mesin Tottenham. Tak heran Spurs tak lagi Spursy.

  • Spurs-Postecoglou-PorroGetty

    Tanpa distraksi Eropa

    Tottenham sesekali mencatatkan periode menjajikan di era pasca-Mauricio Pochettino, yang sayangnya berakhir sebagai harapan-harapan palsu belaka. Mourinho membawa Tottenham ke puncak EPL pada November 2020 setelah menghajar Manchester City 2-0, dan pada 2022/23 mencatatkan start terbaik mereka dalam 59 tahun, di mana armada Conte membukukan 23 poin dari 10 laga perdana.

    Kali ini bedanya adalah Postecoglou meracik Spurs sedemikian rupa sehingga mereka memainkan sepakbola yang jauh lebih baik. Mereka menyambut tiap-tiap laga dengan kemenangan di benak mereka, dan terdapat sebuah semangat juang tak terpatahkan dalam skuad mereka yang tak pernah ada di musim-musim sebelumnya.

    Waktu yang akan menunjukkan pada kita, apakah Tottenham benar-benar bisa menyaingi Man City dan Arsenal dalam perburuan gelar Liga Primer Inggris, tapi paling tidak itulah ambisi yang harus mereka targetkan. Pesaing-pesaing terdekat mereka memiliki jadwal yang lebih melelahkan, sehingga anak asuh Postecoglou punya keunggulan di sini.

    Spurs absen dari sepakbola Eropa musim ini, dan mereka sudah tersingkir di putaran kedua Piala Liga setelah Postecoglou menurunkan tim lapis kedua kontra Fulham. Satu atau dua laga per pekan jelas akan lebih mudah untuk diarungi ketimbang tiga atau empat.

    Jika pemain-pemain kunci bisa terhindar dari cedera, Tottenham mestinya bisa menjaga momentum mereka di puncak klasemen. Memasang target kembali ke Liga Champions memang lebih mudah, tapi sekarang aspirasi mereka harus lebih tinggi dan mulia daripada itu.

    Dan rasanya tidak ada ancaman Postecoglou merasa berpuas diri atau membiarkan standar anak asuhnya menurun. "Performa kami lumayan oke. Tapi ini baru bulan Oktober dan kami masih punya banyak PR," katanya pada wartawan ketika ditanya soal awal kariernya yang manis di Liga Primer Inggris.

    Setelah bertahun-tahun tersesat di rimba harapan palsu, Tottenham akhirnya kembali ke jalan yang benar lagi. Dan tak berlebihan untuk menjagokan mereka sebagai calon juara Liga Primer Inggris 2023/24. Permisi Arsenal dan Man City, kuda hitam mau lewat!

0