Satu nama yang selalu disorot tajam ketika malam gala Ballon d'Or dalam beberapa musim terakhir adalah Lionel Messi. Perdebatan dan ragam klaim 'teori konspirasi' pun mencuat ketika sang megabintang Argentina berhasil memenangkannya.
Lebih dari sedekade lalu, Messi secara kontroversial memenangkan penghargaan paling bergengsi bagi pesepakbola itu dengan mengalahkan Wesley Sneijder yang nyata-nyata saat itu menyingkirkan Barcelona-nya La Pulga untuk meraih treble winners historis bersama Inter Milan.
Demikian juga kala legenda Barcelona yang tak lain adalah eks rekan Messi di klub Catalans, Andres Iniesta, membuat pencapaian yang seolah semesta mendukungnya untuk keluar sebagai pemenang, tapi akhirnya juri menetapkan Messi adalah yang terbaik di edisi Ballon d'Or 2012.
Kisah menggetirkan yang kurang lebih serupa dialami Robert Lewandowski. Bahkan di musim terbaiknya sepanjang barkarier pada 2020, Ballon d'Or ditiadakan dengan alasan pandemi Covid-19, tapi semusim berselang Lewy yang membuat total 50 gol di seluruh ajang hanya dalam 46 penampilan juga harus duduk sebagai runner-up untuk melihat Messi lagi-lagi dianugerahi penghargaan prestisius itu.
Hari ini, fans sepakbola berbondong-bondong seolah bersepakat, Messi kembali 'merampok' Ballon d'Or yang semestinya dimenangkan Erling Haaland setelah nama terakhir menorehkan treble winners historis bersama Manchester City ditambah angka-angka gila yang mengiringi performanya sepanjang musim lalu.
Lantas, benarkah Ballon d'Or kedelapan Messi diraih dengan cara culas? Dianakemaskan FIFA? Apakah hanya karena juara Piala Dunia 2022 lantas mengabaikan gebrakan sensasional para rivalnya setahun ke belakang? Mari kita buktikan.


.jpg?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)
