Kylian Mbappe menghabiskan tujuh tahun yang gemilang di Paris Saint-Germain, klub kota kelahirannya, di mana ia memenangkan enam gelar Ligue 1 dan mencetak rekor 256 gol. Namun, hubungan harmonis antara salah satu pesepakbola terhebat di dunia dan raksasa Prancis tersebut kini hancur lebur secara spektakuler. Apa yang dulunya merupakan kolaborasi impian kini berubah menjadi pertempuran hukum yang sengit dan penuh kepahitan di pengadilan tenaga kerja Paris.
Perselisihan ini berpusat pada sengketa pembayaran gaji dan bonus yang belum dibayarkan, yang membuat kedua belah pihak saling mengajukan tuntutan dengan nilai yang mencengangkan. Pihak Mbappe menuntut total €263 juta (sekitar Rp5,15 triliun), sementara PSG mengajukan gugatan balik dengan meminta ganti rugi sekitar €440 juta (sekitar Rp8,6 triliun). Keputusan awal dari pengadilan tenaga kerja terkait kasus ini diharapkan akan keluar pada 16 Desember.
Akar permasalahan bermula dari kompleksitas kontrak, janji loyalitas, dan interpretasi yang berbeda mengenai kesepakatan lisan antara pemain dan manajemen klub. PSG merasa dikhianati oleh keputusan Mbappe untuk pergi secara gratis, sementara Mbappe merasa hak-haknya sebagai karyawan telah dilanggar karena klub menahan pembayaran yang tertera dalam kontrak tertulis.
GOAL coba mengupas bagaimana hubungan ini memburuk, mulai dari perpanjangan kontrak yang kontroversial di tahun 2022, surat yang memicu perang dingin, hingga klaim adanya "perjanjian tidak tertulis" yang kini menjadi inti perdebatan di meja hijau. Kami juga akan membedah rincian finansial yang menjadi rebutan kedua belah pihak dalam saga transfer yang berlarut-larut ini.
.jpeg?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)




.jpg?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)



