Di permukaan, Barcelona di bawah asuhan Hansi Flick tampak berusaha menjaga stabilitas setelah musim sebelumnya meraih treble domestik. Namun, investigasi mendalam mengungkap bahwa di balik layar Camp Nou, sedang terjadi badai yang mengancam keharmonisan tim. Krisis cedera yang melanda 12 pemain musim ini bukan sekadar masalah nasib buruk, melainkan puncak gunung es dari konflik internal yang melibatkan staf medis, pelatih kebugaran, dan para pemain bintang.
Ketegangan bermula dari perombakan besar-besaran di departemen fisik yang dipimpin oleh Julio Tous. Janji untuk mengurangi risiko cedera hingga 50 persen ternyata berbalik menjadi mimpi buruk dengan meningkatnya jumlah pemain yang masuk ruang perawatan. Situasi ini memicu ketidakpuasan di kalangan pemain, termasuk wonderkid Lamine Yamal yang secara terbuka mengeluhkan metode pemulihan yang diterapkan kepadanya.
Lebih parah lagi, terjadi "perang dingin" antara faksi staf medis baru dan lama yang kerap memberikan rekomendasi bertentangan kepada Flick. Hal ini menempatkan sang pelatih dalam posisi sulit saat harus menentukan skuad. Sebuah sumber internal bahkan menyebut Barcelona sebagai "klub paling merusak diri sendiri di dunia" akibat kekacauan struktural ini.
GOAL coba mengulas akar permasalahan krisis cedera di Barcelona, mulai dari kesalahan fatal dalam penanganan Raphinha, insiden gym yang menimpa Alejandro Balde, hingga bagaimana Hansi Flick berusaha menavigasi perpecahan di antara stafnya demi menyelamatkan musim.
%20(1).jpg?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)






