Grealish must leave City GFXGetty/GOAL

Kemasi Barangmu, Jack Grealish! Pencoretan Di Final Piala FA Jadi Puncak - Winger Inggris Harus Segera Tinggalkan Man City Demi Selamatkan Kariernya

Suporter Manchester City akan berpamitan dengan Kevin De Bruyne di laga kandang terakhir musim ini melawan Bournemouth pada Selasa (20/5). Sorotan tertuju pada playmaker Belgia brilian ini setelah 10 tahun pengabdiannya. Namun, ia kemungkinan bukan satu-satunya pemain yang akan meninggalkan Stadion Etihad musim ini. Perombakan skuad sudah lama dibutuhkan, dan kekalahan mengejutkan di final Piala FA dari Crystal Palace pada Sabtu lalu menegaskan urgensi pembaruan di tim Pep Guardiola, meski mereka telah berbelanja besar di bursa transfer Januari.

Bernardo Silva kemungkinan akan menyusul De Bruyne untuk pergi. Dalam wawancara pasca-pertandingan yang blak-blakan di Wembley, ia mengatakan, “Ini musim yang sangat buruk bagi kami. Sesuatu harus berubah tahun depan. Saya punya pandangan, tapi tidak akan saya ungkap. Itu urusan para petinggi. Tapi, jelas, sesuatu perlu diubah jika performa kami seperti ini.”

Ilkay Gundogan dan Ederson juga kandidat kuat untuk pergi setelah penampilan mereka menurun tahun ini. Namun, satu pemain yang harus pergi secepatnya adalah Jack Grealish. Ia sudah lama tak berguna bagi Guardiola, dan bukan hanya demi kepentingan klub, Grealish perlu pergi demi menyelamatkan kariernya sendiri.

  • Jack Grealish Man CityGetty

    Semakin Tersisih

    Musim ini menjadi mimpi buruk bagi Grealish, namun Piala FA adalah satu-satunya yang membuatnya tetap termotivasi. Ia bermain di semua laga City menuju final, menjadi starter di empat dari lima pertandingan dan berperan kunci melawan tim divisi bawah seperti Salford City dan Leyton Orient. Ia pernah mengaku “hancur” karena tidak menjadi starter di perempat-final melawan Bournemouth, meski akhirnya masuk sebagai cadangan dan membantu memastikan kemenangan.

    Bayangkan betapa pedihnya baginya saat tak dimainkan sama sekali di Wembley. Grealish terbiasa melihat Savinho atau Jeremy Doku dipilih di depannya, dan pada Sabtu, keduanya menjadi starter. Namun, saat City mendesak mencetak gol, Guardiola memasukkan lebih banyak penyerang, tetapi terus mengabaikan pemain termahal klubnya itu. Ia memilih Phil Foden dan Gundogan, bahkan Claudio Echeverri, pemain 19 tahun yang belum pernah masuk bangku cadangan City, ketimbang Grealish. Echeverri nyaris mencetak gol penyeimbang, dan Guardiola tak menyesali keputusannya. Namun, apa yang dirasakan Grealish?

  • Iklan
  • Jack Grealish Man CityGetty

    'Waktunya Habis'

    Bagi legenda Inggris Alan Shearer, pencoretan ini seharusnya menjadi puncak kekecewaan Grealish di City. “Waktunya habis di Man City, ia harus pergi,” kata Shearer di podcast The Rest is Football. “Guardiola memilih debutan muda dan Gundogan saat mereka butuh gol, bukan Grealish. Waktunya habis, Pep sudah tidak menyukainya. Ia harus pergi.”

    Grealish pasti tahu betul betapa anjloknya nilai dirinya di City. Ia hanya menjadi starter di tujuh laga Liga Primer sepanjang musim, bermain total 715 menit—jumlah terendah sejak musim 2013/14 saat ia berusia 18 tahun dan baru menembus tim utama Aston Villa. Ia juga tak mampu memaksimalkan waktu bermainnya, hanya mencetak empat gol dan dua assist di liga dalam dua musim terakhir. Grealish kerap mengatakan bahwa ia tak perlu gol atau assist untuk bermain baik, dan memang benar ia menjadi bagian krusial dalam tim peraih treble City dua tahun lalu meski hanya menyumbang 13 gol musim itu. Namun, rasanya ia telah mengorbankan seluruh gayanya demi menyenangkan Guardiola, dan semua itu sia-sia.

  • Manchester City FC v Aston Villa FC - Premier LeagueGetty Images Sport

    Pengorbanan Sia-Sia

    “Saya merasa Jack bermain terlalu aman,” kata mantan rekan setim Grealish di Villa, Micah Richards, yang juga merasa winger ini “tak menunjukkan Jack Grealish yang sesungguhnya” di bawah Guardiola. Richards menambahkan, “Jika ia kehilangan bola karena mencoba menggiring atau membuat umpan salah, itu lain cerita. Tapi saya tak merasa melihat Jack yang sebenarnya.”

    Kolaborasi Guardiola dan Grealish memang selalu terasa janggal. Di Villa, Grealish adalah pemain individu sejati. Butuh lebih dari setahun baginya untuk beradaptasi dengan sistem Guardiola, tapi kerja kerasnya terbayar saat ia membantu City memenangkan Liga Champions dan meraih treble. Perannya dalam perayaan kemenangan itu legendaris, dengan unggahan media sosialnya yang ikonis dan tingkahnya yang kocak.

    Namun, imbalan atas pengorbanan gayanya adalah kedatangan Doku musim panas itu, yang diberi kebebasan untuk mengacaukan permainan di sektor sayap, sesuatu yang tak pernah diizinkan untuk Grealish. Savinho dan kembalinya Gundogan musim ini makin memperketat persaingan baginya.

  • FBL-EUR-C1-MAN CITY-REAL MADRIDAFP

    Pep Jarang Berubah Pikiran

    Guardiola beralasan bahwa Grealish tak mampu menghadapi tantangan. Pada Januari, ia dengan blak-blakan mengatakan Savinho dalam “kondisi lebih baik” daripada Grealish, menambahkan, “Ia harus bersaing dengan dirinya sendiri. Saya ingin Jack yang memenangkan treble. Ia harus membuktikan, ‘Saya akan bersaing dengan Savinho untuk pantas bermain di posisi itu,’ setiap hari, setiap minggu, setiap bulan.”

    Pada Februari, ia mengulangi sikapnya: “Saya minta maaf jika ia tak mendapat menit bermain yang pantas. Tapi kontribusi Jeremy atau Savinho sangat besar musim ini, itu satu-satunya alasan. Bukan karena saya tak suka Jack atau tak percaya padanya.”

    Namun, Guardiola jarang berubah pikiran atau memberi kesempatan kedua. Lihat saja perlakuan terhadap Joao Cancelo, Zlatan Ibrahimovic, atau Kalvin Phillips. Bisa dikatakan Guardiola sudah cukup sabar dengan Grealish, bahkan mengadakan pembicaraan pribadi musim panas lalu dan berjanji di depan publik bahwa “Jack akan kembali.” Namun, kebangkitan Grealish tak pernah terjadi, dan kini saatnya kedua belah pihak mengakhiri kerja sama.

  • Jack Grealish England 2024Getty

    Berjuang Untuk Kembali Ke Timnas Inggris

    Grealish memiliki sisa kontrak satu tahun dengan City dan berhak mempertahankannya untuk gaji besar terakhirnya. Namun, dengan kariernya yang merosot dalam dua tahun terakhir, sedikit klub yang bersedia membayar gaji sebesar yang ia terima sekarang.

    Sang pemain perlu memilih menyelamatkan kariernya ketimbang mempertahankan gaji. Akan sangat disayangkan jika ia mengikuti jejak Gareth Bale di Real Madrid, yang bertahan hanya demi uang meski jarang bermain. Grealish akan berusia 30 pada September mendatang, dan ia masih punya banyak hal untuk diperjuangkan di level klub dan internasional.

    Ia kehilangan tempat di timnas Inggris pada jeda internasional Maret, tapi manajer Thomas Tuchel menunjukkan kesiapan untuk memberi kesempatan kedua pada pemain berpengalaman, seperti yang ia lakukan pada Marcus Rashford dan Jordan Henderson.

  • Manchester United v Manchester City - Premier LeagueGetty Images Sport

    Ikuti Jejak Rashford

    Rashford adalah contoh bagus. Ia meninggalkan klub Manchester yang tak lagi mencintainya, namun kini menunjukkan kembali kualitasnya saat dipinjamkan ke Aston Villa. Marco Asensio, yang seusia dengan Grealish, juga demikian. Kembali ke klub masa kecilnya, Aston Villa, akan menjadi skenario impian bagi Grealish, dan Unai Emery terbukti ahli dalam membangkitkan karier yang meredup.

    Namun, Grealish tak harus bertahan di Inggris untuk kembali ke skuad Tuchel. Pelatih Jerman ini memantau sepakbola di seluruh Eropa, dan jika Grealish pindah ke Spanyol atau Italia dan tampil baik, tak ada alasan ia tak bisa kembali ke timnas. Bahkan ada wacana Grealish ke MLS, di mana ia bisa mendapat gaji besar sebagai Designated Player dan memanfaatkan peluang komersial di Amerika Serikat.

    Interaksinya dengan penggemar AS saat tur pramusim lalu menunjukkan ia bisa sukses di luar lapangan. Namun, ke mana pun ia pergi, Grealish harus segera meninggalkan City. Masih ada waktu untuk menyelamatkan kariernya, tapi hanya jika ia menerima kekecewaannya di klub ini dan meninggalkan Stadion Etihad untuk selamanya.

0