Clasico winners & losers GFXGetty/GOAL

Jude Bellingham IS BACK! Pemenang & Pecundang El Clasico Usai Real Madrid Taklukkan Barcelona, Dan Lamine Yamal Harus Belajar Untuk Tak Jadi Si Mulut Besar

Sejak tiba di Santiago Bernabeu, Bellingham memang punya hubungan istimewa dengan laga terbesar di Liga Spanyol itu, dan itu ia buktikan lagi di hari Minggu (26/10). Gelandang Inggris itu ada di mana-mana, menjadi poros dari semua permainan Real Madrid saat mereka akhirnya menundukkan Barcelona, meski skor akhir 2-1 mungkin tidak sepenuhnya mencerminkan dominasi tersebut.

Sempat muncul tanda-tanda bahwa laga itu bukan harinya Madrid: dalam 10 menit pertama, VAR membatalkan satu penalti dan sebuah gol spektakuler dari Kylian Mbappe. Namun Bellingham punya rencana lain. Menerima bola di tengah lapangan Barcelona, ia berputar mulus melewati Pedri sebelum mengirim umpan terobosan yang amat matang untuk Mbappe, sampai-sampai bomber Prancis itu tinggal menatap gawang dan memilih ke sudut mana bola akan bergulir.

Barca dan Fermin Lopez mendapat 'hadiah' gol penyama kedudukan buntut kesalahan Arda Guler. Tapi Los Blancos tak mengendur—dan Bellingham kembali menjadi pembeda, menyelinap ke kotak penalti untuk menuntaskan umpan sundulan Eder Militao dengan sentuhan halus ke gawang yang tak terkawal.

Sisa pertandingan kemudian cukup mudah ditebak. Barcelona, tanpa Raphinha dan Robert Lewandowski karena cedera, kehilangan taring di lini depan sementara Lamine Yamal gagal membuktikan kebesaran mulutnya sebelum laga dengan penampilan yang mengecewakan. Mbappe bahkan sempat gagal mengeksekusi penalti—yang memang kontroversial—namun andai gol itu masuk, skor akhir mungkin akan lebih mencerminkan kenyataan di lapangan.

GOAL merangkum siapa saja pemenang & pecundang pada El Clasico yang berlangsung panas di Santiago Bernabeu...

  • TOPSHOT-FBL-ESP-LIGA-REAL MADRID-BARCELONAAFP

    PEMENANG: Jude Bellingham

    Ada kesan bahwa Bellingham perlu menuynjukkan performa besar di El Clasico kali ini—untuk membungkam suara-suara sumbang yang meragukannya, menegaskan bahwa ia masih menjadi pusat dari segalanya di Real Madrid. Gelandang Inggris itu sempat seperti “menghilang” dari kesadaran publik Madrid, sebagian besar karena performa impresif Guler selama Bellingham menepi akibat pemulihan pasca-operasi bahu di musim panas.

    Namun laga ini memperlihatkan perbedaan level di antara keduanya. Ditempatkan sebagai No. 10 kanan, Bellingham pada kenyataannya menjelajah hampir ke seluruh area lapangan. Dalam serangan, ia penuh tenaga dan daya cipta; tanpa bola, ia menekan habis Pedri hingga gelandang Spanyol itu nyaris tak berkutik. Gol yang ia cetak dan ciptakan pun layak ia dapatkan, dan di hari lain, ia mungkin bisa mencetak satu atau dua gol tambahan.

    Inilah paradoks Bellingham—ia bisa tampil sehebat ini kapan pun dibutuhkan, tapi belum melakukannya dengan cukup konsisten sejak musim debutnya yang luar biasa di Spanyol. Meski begitu, orang sering lupa bahwa ia bahkan belum berusia 23 tahun hingga Juni nanti.

    Dan dengan posisinya di timnas Inggris yang katanya mulai terancam, penampilan di El Clasico ini menjadi pernyataan yang lantang; pengingat bagi semua orang di kampung halamannya tentang betapa besar bakat yang ia miliki. Thomas Tuchel sudah semestinya menonton laga ini dengan saksama.

  • Iklan
  • Real Madrid CF v FC Barcelona - LaLiga EA SportsGetty Images Sport

    PECUNDANG: Lamine Yamal

    Lamine Yamal, ternyata, hanyalah manusia biasa. Semua mata tertuju pada wonderkid Barcelona itu jelang sepak mula, salah satunya karena komentarnya di media sosial yang menyindir wasit dianggap lebih berpihak pada Madrid. Pernyataan itu jelas tak disambut hangat di ibu kota, tapi Yamal malah mempertegas ucapannya lewat Instagram Story beberapa jam sebelum laga, menyinggung cemoohan yang rutin ia terima dari para Madridista (sepertinya sekarang tensi El Clasico sudah tak lagi dimulai dari konferensi pers, melainkan dari media sosial).

    Masalahnya, kesongongan seperti itu harus didukung dengan penampilan mengesankan di lapangan, dan malam itu Yamal gagal memberikannya. Selama beberapa bulan terakhir ia memang berjibaku melawan cedera, dan di laga terbesar musim ini, hal itu amat kentara. Ia terlihat kehilangan langkah, kehilangan daya ledak yang biasanya menjadi ciri khasnya.

    Sepanjang laga, Yamal hanya melepaskan dua tembakan—tanpa satu pun mengarah ke gawang—dan kontribusinya dalam kreasi serangan pun minim. Madrid juga tampil disiplin dalam menjaga ruangnya. Alvaro Carreras terus menempelnya dengan ketat sejak menit pertama, sementara Dean Huijsen rajin membantu. Memang Yamal tak banyak mendapat dukungan berarti karena absennya Lewandowski dan Raphinha, tapi laga-laga seperti inilah yang fans Barca harap bisa ia rajai.

    Di akhir laga, ia terlibat adu mulut dengan Dani Carvajal yang kesal dan menuduhnya “terlalu banyak bicara.” Mungkin veteran Madrid itu ada benarnya. Hari lain akan datang untuk Yamal—tapi malam kemarin jelas bukan miliknya.

  • FBL-ESP-LIGA-REAL MADRID-BARCELONAAFP

    PEMENANG: Xabi Alonso

    Musim ini, Real Madrid sudah menjalani dua laga besar—satu dimenangkan, satu lagi kalah. Dalam kekalahan 5-2 dari Atletico Madrid, Xabi Alonso nyaris tak melakukan penyesuaian apa pun. Ia keras kepala memakai pola 4-4-2 versinya, tanpa banyak respons terhadap gaya bola panjang khas Diego Simeone. Hasilnya pun bisa ditebak: Los Blancos habis dibantai.

    Namun kali ini Alonso belajar; ia beradaptasi. Keputusannya memainkan Eduardo Camavinga sempat mengejutkan, tapi ternyata langkah itu bertujuan untuk meredam tusukan Alejandro Balde di sisi kiri. Bellingham diberi lebih banyak kebebasan, sementara instruksi untuk Mbappe singkat, padat, dan jelas: berlari lurus secepat mungkin ke depan. Hasilnya? Madrid menggempur Barcelona habis-habisan di babak pertama.

    Memasuki babak kedua, Alonso mengubah pendekatan. Menyadari bahwa Barca mulai kelelahan dan kehabisan ide, ia memerintahkan timnya untuk menutup rapat area sendiri. Struktur bertahan Madrid rapi dan terorganisasi, sementara satu-satunya peluang nyata Barca datang dari pergerakan Jules Kounde yang gagal tereksekusi—sebuah peluang yang mungkin tak terlalu dipusingkan Alonso.

    Kapasitas Alonso sebagai juru taktik memang sudah tak perlu diragukan, tapi kemenangan ini adalah malam terbaiknya sejauh ini sebagai entrenador Real Madrid.

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

  • Hansi FlickGetty Images

    PECUNDANG: Hansi Flick

    Adapun di bangku cadangan tim tamu, situasi jauh berbeda. Secara teknis, Hansi Flick memang tak hadir di sana. Bangku itu diduduki oleh asistennya, Marcus Sorg, yang menggantikan Flick setelah pelatih asal Jerman itu diusir wasit dalam laga kontra Girona pekan sebelumnya.

    Flick sendiri tampak duduk di tribun, menyaksikan pertandingan dari kejauhan, dan ia pasti sangat kecewa dengan apa yang dilihatnya. Barcelona tampil buruk di kedua sisi lapangan, kalah kerja keras di lini tengah, dan tampak rapuh secara struktur. Garis pertahanan tinggi khas Blaugrana berkali-kali dieksploitasi Madrid. Meskipun sempat beberapa kali berhasil memerangkap Mbappe dalam posisi offside, strategi itu justru menjadi senjata makan tuan dan berujung pada gol pertama Madrid.

    Di lini depan, serangan Barca praktis tak hidup. Ferran Torres—striker darurat yang terbilang cukup efektif menghadapi tim-tim kecil—terlihat kebingungan sepanjang laga. Fermin Lopez memang menceploskan gol penyama kedudukan, tapi di luar itu ia kekurangan tenaga di lini tengah dan kepercayaan diri saat menyerang.

    Flick tentu bisa, dan kemungkinan besar akan, beralasan bahwa badai cedera menjadi penyebab utama kekalahan ini—dan memang ada benarnya. Namun, kenyataannya kini Barca tertinggal lima poin dari rival abadinya di klasemen La Liga. Dengan selisih sebesar itu, ancaman gagal mempertahankan gelar juara semakin nyata.

  • Kylian Mbappe Real Madrid 2025-26 ClasicoGetty

    PEMENANG: Kylian Mbappe

    Ya, Mbappe memang gagal mengeksekusi penalti di laga ini—dan jika Barcelona berhasil menyamakan kedudukan, mungkin No. 10 Real Madrid itu akan menjadi sasaran kritik dan bulan-bulanan.

    Namun di luar momen tersebut, Mbappe tampil luar biasa. Ia tiga kali menyarangkan bola di gawang Barca, termasuk satu tembakan voli keras dari jarak 25 meter yang meluncur deras melewati Wojciech Szczesny—namun sayangnya dianulir karena lututnya berada sedikit dalam posisi offside. Gol resminya sendiri hadir lewat sebuah penyelesaian khas: tembakan datar yang meluncur cepat dan presisi ke sudut bawah gawang, nyaris mustahil dihentikan. Kini ia telah mencetak gol dalam tujuh laga La Liga berturut-turut, dengan total 16 gol di semua kompetisi musim ini.

    Tapi mungkin yang paling mengesankan justru kontribusinya tanpa bola. Musim lalu, Mbappe kerap menepi ke kiri dan nyaris tak terlibat dalam fase bertahan. Kali ini, ia memegang peranan sentral. Ia aktif menekan, membantu menjaga struktur, dan tetap disiplin hingga peluit akhir saat Madrid mempertahankan keunggulan.

    Musim ini sudah menjadi salah satu yang terbaik dalam karier Mbappe, dan performanya di El Clasico ini semakin mempertegas statusnya sebagai pemain paling menentukan di La Liga.

  • Vinicius Junior Lamine Yamal Real Madrid BarcelonaGetty

    PECUNDANG: Vinicius Junior

    Ah, Vini… kenapa harus begitu, sih?

    Sepuluh menit pertama laga ini sempat terasa seperti salah satu pertunjukan khas Vinícius Junior—saat ia menatap Kounde, tersenyum, lalu melewatinya seolah bek Barcelona itu tak ada. Ia nyaris mendapat penalti dan tampil eksplosif sepanjang babak pertama, hanya kurang satu umpan atau tembakan akhir untuk melengkapi penampilan sempurnanya.

    Namun setelah jeda, Kounde seperti ingat caranya bertaan dan berhasil menahan laju sang bintang Brasil, yang namanya kemudian nyaris tak terdengar di sisa laga. Dan ketika permainan mulai tenang, Vinícius justru menimbulkan kontroversi sendiri.

    Dengan 20 menit tersisa, Xabi mengambil keputusan logis untuk menggantinya dengan Rodrygo. Tapi keputusan itu membuat Vinicius murka. Ia menolak berjabat tangan dengan sang pelatih, langsung menyelonong menuju ruang ganti, lalu baru kembali muncul di bangku cadangan beberapa menit kemudian. Setelah laga berakhir, ia bahkan terlibat adu mulut panas dengan rekan senegaranya, Raphinha, dan harus ditahan agar situasi tak memanas.

    Alonso menegaskan usai laga bahwa ia puas dengan penampilan Vinicius dan akan menangani sikapnya secara internal. Benar bahwa pemain sekelasnya selalu ingin tetap di lapangan di laga besar, tapi kali ini, amarah dan egonya justru membuat dirinya terlihat kekanak-kanakan.

0