Jordi Amat - Persija JakartaPersija Jakarta

Jejak Bintang Liga Primer Inggris Di Indonesia: Dari Michael Essien, Carlton Cole, Hingga Jordi Amat

Dunia sepakbola Indonesia beberapa kali dikejutkan dengan kedatangan pemain-pemain yang pernah merasakan kerasnya persaingan Liga Primer, kompetisi yang sering disebut sebagai liga terbaik di dunia. Fenomena ini bukan sekadar isapan jempol, melainkan sebuah realita yang membawa euforia sekaligus tanda tanya besar bagi para pencinta si kulit bundar di Tanah Air. Para pemain ini datang dengan reputasi mentereng, pernah membela klub-klub besar, dan menjadi idola di masanya.

Puncak dari eksodus ini terjadi pada musim 2017, ketika PSSI dan operator liga memperkenalkan regulasi "marquee player". Kebijakan ini memberikan keleluasaan bagi klub-klub Liga 1 untuk merekrut pemain bintang kelas dunia di luar batasan kuota pemain asing yang ada, dengan syarat mereka pernah bermain di salah satu dari tiga edisi Piala Dunia terakhir atau pernah merumput di liga-liga top Eropa. Tujuannya jelas: meningkatkan nilai jual dan kualitas kompetisi, serta menarik minat penonton untuk datang ke stadion.

Namun, layaknya dua sisi mata uang, kebijakan marquee player ini menghasilkan cerita yang beragam. Ada yang berhasil menjadi ikon baru dan mengangkat performa timnya secara signifikan, namun tidak sedikit pula yang gagal total, terganjal masalah adaptasi, cedera, hingga performa yang jauh di bawah ekspektasi. Kisah mereka menjadi pelajaran berharga tentang realitas sepakbola Indonesia yang tak selalu seindah yang dibayangkan.

Kini, meski era marquee player telah berlalu, jejak koneksi antara Liga Primer dan Indonesia kembali muncul lewat sosok yang berbeda. Jordi Amat, pemain dengan puluhan caps di kasta tertinggi Liga Inggris, kini berstatus sebagai Warga Negara Indonesia dan menjadi pilar pertahanan tim nasional serta klubnya. Fenomena ini menandai babak baru dalam hubungan antara dua dunia sepakbola yang tampaknya jauh berbeda ini. GOAL coba menjelaskannya di sini!

  • Christopher Wreh of ArsenalGetty Images Sport

    Christopher Wreh (Perseman Manokwari, 2007)

    Christopher Wreh adalah bagian dari sejarah emas Arsenal. Ia merupakan anggota dari skuad legendaris "The Double Winners" pada musim 1997/1998 di bawah arahan Arsene Wenger. Meski perannya lebih sebagai pelapis, kontribusi Wreh sangat krusial. Ia mencetak gol kemenangan penting dalam beberapa laga liga dan yang paling dikenang adalah gol tunggalnya di semi-final Piala FA melawan Wolverhampton Wanderers yang meloloskan Arsenal ke final. Total, ia mencatatkan 28 penampilan dan 3 gol di Liga Primer untuk The Gunners.   

    Setelah kariernya di puncak Eropa meredup dan ia menjadi seorang journeyman, nama Wreh secara mengejutkan muncul kembali di kancah sepakbola Indonesia pada 2007. Ia bergabung dengan Perseman Manokwari, sebuah klub yang saat itu berkompetisi di Divisi Utama. Informasi detail mengenai statistik performanya selama di Manokwari sangat terbatas. Namun, kedatangannya menandai salah satu transfer paling unik dan tak terduga dari seorang alumni Liga Primer yang pernah menjuarai liga ke level kompetisi di Indonesia.

  • Iklan
  • Walsall v Aston VillaGetty Images Sport

    Lee Hendrie (Bandung FC, 2011)

    Lee Hendrie adalah ikon bagi klub Aston Villa. Gelandang serang ini menghabiskan 14 tahun kariernya bersama The Villans, dengan 12 musim di antaranya berada di Liga Primer. Ia menjadi bagian penting dari tim utama Villa sepanjang akhir 90-an dan awal 2000-an, dikenal dengan energi, kemampuan dribel, dan gol-gol pentingnya. Puncak kariernya adalah saat ia mendapatkan satu-satunya caps untuk tim nasional Inggris pada 1998. Setelah meninggalkan Villa, ia sempat bermain untuk beberapa klub di divisi bawah.

    Hendrie datang ke Indonesia pada 2011 untuk bergabung dengan Bandung FC, klub yang berlaga di kompetisi sempalan, Liga Primer Indonesia (LPI). Kedatangannya menjadi salah satu berita besar saat itu, mengingat statusnya sebagai mantan pemain Liga Primer yang cukup dikenal. Meski hanya semusim dan kompetisi LPI sendiri penuh dengan ketidakpastian, Hendrie sempat menunjukkan sisa-sisa kemampuannya dan menjadi daya tarik utama bagi klub asal Bandung tersebut sebelum akhirnya kembali ke Inggris.

  • Charlton Athletic v Newcastle UnitedGetty Images Sport

    Marcus Bent (Mitra Kukar, 2011-2012)

    Marcus Bent adalah seorang pengembara sejati di sepakbola Inggris. Striker ini menghabiskan sebagian besar kariernya di Liga Primer, membela berbagai klub seperti Crystal Palace, Blackburn Rovers, Ipswich Town, Leicester City, Everton, Charlton Athletic, dan Wigan Athletic. Puncak kariernya mungkin terjadi saat bersama Everton, di mana ia menjadi bagian penting dari tim yang berhasil finis di peringkat keempat pada musim 2004/05. Dikenal dengan kecepatan dan kekuatan fisiknya, Bent telah mencetak lebih dari 40 gol di kasta tertinggi Liga Inggris.

    Pada akhir 2011, Bent membuat kejutan dengan bergabung bersama Mitra Kukar yang saat itu baru promosi ke kasta tertinggi liga Indonesia. Ia menjadi salah satu rekrutan impor pertama dengan nama besar pasca-era Liga Primer Indonesia (LPI). Sayangnya, kariernya di Tenggarong tidak berjalan mulus. Meski sempat menunjukkan kelasnya, ia kesulitan beradaptasi dan hanya mampu mencetak empat gol dari 11 penampilan sebelum kontraknya diputus pada pertengahan musim 2012.

  • Eric Djemba-Djemba Persebaya BhayangkaraIndosport

    Eric Djemba-Djemba (Persebaya Surabaya, 2015)

    Nama Eric Djemba-Djemba melambung ketika Sir Alex Ferguson merekrutnya ke Manchester United pada 2003 sebagai calon suksesor Roy Keane. Gelandang bertahan asal Kamerun ini datang dengan reputasi sebagai pemain yang tangguh dan tak kenal kompromi. Ia bermain selama dua musim di Old Trafford, mencatatkan 20 penampilan di Liga Primer sebelum pindah ke Aston Villa. Meski kariernya di Inggris tidak secemerlang yang diharapkan, bermain untuk klub sekelas Manchester United tetap menjadi puncak dalam CV-nya.

    Pada awal 2015, Djemba-Djemba mendarat di Indonesia untuk bergabung dengan Persebaya Surabaya yang bersiap mengarungi Indonesia Super League (ISL). Kedatangannya disambut dengan antusiasme tinggi oleh Bonekmania. Namun, nasib berkata lain. Belum sempat ia menunjukkan kemampuannya di laga resmi, kompetisi ISL 2015 dihentikan akibat konflik antara PSSI dan Kemenpora. Akibatnya, kontrak Djemba-Djemba pun diputus dan ia meninggalkan Indonesia tanpa pernah memainkan satu pun laga kompetitif.

  • Michael Essien - Persib BandungGoal / Abi Yazid

    Michael Essien (Persib Bandung, 2017)

    Michael Essien adalah salah satu gelandang terbaik di generasinya. Namanya melegenda bersama Chelsea, di mana ia memenangkan segalanya: dua gelar Liga Primer, empat Piala FA, satu Piala Liga, dan puncaknya adalah trofi Liga Champions pada 2012. Dikenal dengan julukan 'The Bison' karena kekuatan fisiknya yang luar biasa, Essien adalah gelandang box-to-box komplet dengan kemampuan bertahan dan menyerang yang sama baiknya, serta memiliki tendangan jarak jauh yang mematikan. Ia juga pernah membela Real Madrid dan AC Milan.

    Kedatangan Essien ke Persib Bandung pada 2017 adalah gebrakan terbesar dalam sejarah transfer Liga 1 dan menjadi penanda dimulainya era marquee player. Kehadirannya sontak mengangkat citra kompetisi secara global. Selama satu musim di Bandung, Essien menunjukkan sisa-sisa kelas dunianya, mencetak lima gol dari 29 penampilan dan menjadi idola baru Bobotoh. Meski gagal membawa Persib juara, dampaknya terhadap popularitas liga tidak terbantahkan sebelum akhirnya ia dilepas pada musim berikutnya.

  • Carlton Cole

    Carlton Cole (Persib Bandung, 2017)

    Carlton Cole adalah produk akademi Chelsea yang kemudian namanya besar bersama West Ham United. Ia menghabiskan sembilan musim di klub London Timur tersebut, menjadi andalan di lini depan dan mencatatkan lebih dari 200 penampilan di Liga Primer. Sebagai seorang target man klasik, Cole dikenal dengan kekuatan fisik dan kemampuan duel udaranya. Ia juga berhasil menembus tim nasional Inggris dan mencatatkan 7 caps. Sebelum ke Indonesia, ia sempat bermain di Skotlandia dan Amerika Serikat.

    Menyusul kedatangan Essien, Persib Bandung kembali membuat heboh dengan merekrut Carlton Cole. Ekspektasi publik sangat tinggi, berharap duet mantan bintang Chelsea ini bisa membawa Maung Bandung berjaya. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Cole tampil sangat mengecewakan, gagal mencetak satu gol pun dari lima penampilannya di Liga 1. Ia dinilai kelebihan berat badan dan tidak bugar, sehingga kontraknya pun diputus pada pertengahan musim, menjadikannya salah satu rekrutan marquee player paling gagal.

  • Peter Odemwingie - Madura UnitedGoal / Abi Yazid

    Peter Odemwingie (Madura United, 2017)

    Peter Odemwingie adalah salah satu striker yang cukup disegani di Liga Primer pada masanya. Pemain internasional Nigeria ini paling bersinar saat membela West Bromwich Albion, di mana ia berhasil mencetak 30 gol dalam 87 penampilan di liga. Dikenal dengan kecepatan dan penyelesaian akhir yang tajam, ia juga pernah bermain untuk Cardiff City dan Stoke City. Kisah transfernya yang kontroversial saat mencoba pindah ke Queens Park Rangers juga menjadi salah satu momen yang paling diingat oleh fans Liga Inggris.

    Berbeda dengan Cole, Odemwingie datang ke Madura United sebagai marquee player dan langsung menjadi predator menakutkan di Liga 1 2017. Ia tampil sangat tajam dan produktif, mencetak 15 gol dan beberapa assist hanya dalam 22 pertandingan. Performanya yang gemilang berhasil mengangkat Madura United ke papan atas klasemen. Odemwingie dianggap sebagai salah satu rekrutan marquee player tersukses, membuktikan bahwa ia masih memiliki kualitas dan ketajaman meski usianya tidak lagi muda.

  • Didier Zokora - Semen PadangGoal / Abi Yazid

    Didier Zokora (Semen Padang, 2017)

    Didier Zokora adalah gelandang bertahan berpengalaman yang memegang rekor penampilan terbanyak untuk tim nasional Pantai Gading. Di Liga Primer, ia dikenal saat membela Tottenham Hotspur selama tiga musim, menjadi pilar di lini tengah bersama pemain seperti Dimitar Berbatov dan Robbie Keane. Ia juga menjadi bagian dari tim Spurs yang memenangkan Piala Liga pada 2008. Setelah dari Inggris, ia melanjutkan kariernya di Spanyol bersama Sevilla.

    Pada April 2017, Semen Padang secara mengejutkan mengumumkan perekrutan Didier Zokora sebagai marquee player mereka. Diharapkan bisa menjadi jenderal di lini tengah, performa Zokora ternyata tidak sesuai ekspektasi. Ia kesulitan beradaptasi dengan gaya permainan tim dan iklim sepakbola Indonesia. Hanya bermain selama empat bulan, kontraknya diputus di tengah musim seiring dengan performa tim Kabau Sirah yang terus melorot hingga akhirnya terdegradasi di akhir musim.

  • Mohamed Sissoko - Mitra KukarGoal / Abi Yazid

    Mohamed Sissoko (Mitra Kukar, 2017)

    Mohamed 'Momo' Sissoko pernah menjadi properti panas di Eropa. Gelandang bertahan asal Mali ini direkrut oleh Rafael Benitez ke Liverpool pada 2005 dan langsung menjadi bagian penting dari tim yang memenangkan Piala FA. Dikenal dengan tekel keras dan staminanya yang luar biasa, ia bermain lebih dari 50 kali di Liga Primer untuk Liverpool. Setelah itu, ia hijrah ke Italia untuk bergabung dengan Juventus, kemudian Paris Saint-Germain.

    Mitra Kukar menjadi klub Sissoko di Indonesia pada Liga 1 2017. Ia didatangkan bersamaan dengan era marquee player dan menjadi jenderal di lini tengah Naga Mekes. Performanya terbilang solid dan konsisten. Ia berhasil mencetak lima gol dari 26 penampilan, membantu timnya finis di papan tengah. Meski sempat terlibat insiden kartu merah kontroversial, secara keseluruhan Sissoko dianggap sebagai salah satu marquee player yang sukses dan memberikan dampak positif bagi timnya.

  • Julien Faubert Real Madrid

    Julien Faubert (Borneo FC, 2018)

    Karier Julien Faubert penuh dengan kejutan, yang paling fenomenal tentu saja saat ia dipinjam oleh Real Madrid dari West Ham United. Namun, sebagian besar karier terbaiknya dihabiskan di Liga Primer bersama West Ham. Pemain serbaguna asal Prancis ini bisa bermain sebagai bek kanan maupun sayap kanan, dikenal dengan kecepatan dan umpan silangnya. Ia bermain selama lima musim di kasta tertinggi Liga Inggris bersama The Hammers.

    Setelah era marquee player meredup, Borneo FC membuat kejutan dengan mendatangkan Faubert pada awal musim 2018. Pengalamannya diharapkan bisa mengangkat performa tim Pesut Etam. Ia tampil cukup reguler di awal musim dan menunjukkan sekilas kemampuannya. Namun, seiring berjalannya waktu, performanya dianggap menurun dan ia tidak memberikan dampak signifikan seperti yang diharapkan. Kontraknya pun tidak diperpanjang di akhir musim.

  • Danny Guthrie - Mitra KukarAbi Yazid / Goal

    Danny Guthrie (Mitra Kukar, 2018)

    Danny Guthrie adalah produk akademi Liverpool dan Manchester United. Gelandang tengah ini mencatatkan debutnya di Liga Primer bersama Liverpool sebelum pindah ke Newcastle United, di mana ia mendapatkan lebih banyak waktu bermain. Guthrie bermain selama empat musim untuk The Magpies di kasta tertinggi, dikenal dengan visi bermain dan kemampuannya dalam mengeksekusi bola mati. Ia juga pernah membela Reading dan Blackburn Rovers.

    Mitra Kukar kembali merekrut mantan pemain Liga Primer pada musim 2018 dengan mendatangkan Danny Guthrie. Ia diplot untuk menjadi motor serangan tim menggantikan peran Sissoko. Guthrie tampil cukup baik dan menjadi pemain reguler di lini tengah, memberikan beberapa assist dan menjadi penyeimbang tim. Sayangnya, performa individunya yang cukup baik tidak mampu menyelamatkan Mitra Kukar dari jurang degradasi di akhir musim Liga 1 2018.

  • Jordi Amat - Persija JakartaPersija Jakarta

    Jordi Amat (Persija Jakarta, 2025-Sekarang)

    Kedatangan Jordi Amat menandai sebuah evolusi signifikan dalam model rekrutmen pemain bintang di Indonesia. Jika era marquee player bersifat transaksional — klub membayar mahal untuk bintang veteran demi sensasi jangka pendek — kasus Amat menunjukkan pergeseran strategis. Kepindahannya bukan didasari oleh motif komersial, melainkan oleh ikatan warisan leluhur. Ia menjalani proses naturalisasi untuk membela Tim Nasional Indonesia, didorong oleh garis keturunan dari neneknya yang berasal dari Makassar. Ikatan ini diperkuat oleh statusnya sebagai keturunan Raja Siau ke-14 dan ke-17, yang memberinya gelar kehormatan Pangeran. Ini menciptakan narasi dan koneksi personal yang mendalam, sesuatu yang tidak pernah dimiliki oleh para marquee player sebelumnya. Dengan demikian, Amat bukanlah "tentara bayaran" untuk satu musim, melainkan "misionaris" yang memiliki kepentingan jangka panjang dalam pengembangan sepakbola Indonesia.   

    Sebagai produk akademi Espanyol, Amat memiliki karier yang solid di Eropa. Ia menghabiskan lima musim bersama Swansea City di Liga Primer, mencatatkan 52 penampilan antara 2013 dan 2018. Ia juga bermain secara ekstensif di LaLiga Spanyol bersama Espanyol, Rayo Vallecano, dan Real Betis. Perjalanannya ke sepakbola Indonesia unik. Setelah resmi menjadi Warga Negara Indonesia pada 17 November 2022, ia dengan cepat menjadi pilar tak tergantikan di tim nasional, bahkan menjabat sebagai kapten di Piala Asia AFC 2023 dan masuk dalam Tim All-Star Piala AFF 2022. Kepindahannya ke klub Super League Persija Jakarta menjadi puncak dari perjalanannya, menanamkan salah satu aset terpenting tim nasional langsung ke dalam ekosistem liga domestik.