Hugo Ekitike Man Utd GFXGetty/GOAL

Hugo Ekitike: Bisakah Manchester United Menangi Persaingan Dapatkan Penyerang Eintracht Frankfurt Yang Sedang Naik Daun?

Sama seperti semua orang di Eintracht Frankfurt, Hugo Ekitike merasa sedih saat Omar Marmoush hengkang ke Manchester City pada bursa transfer Januari. Keduanya memiliki chemistry baik di dalam maupun luar lapangan di Deutsche Bank Park, sehingga wajar jika pemain Prancis ini berusaha menyaksikan aksi mantan rekan setimnya itu bersama skuad Pep Guardiola kapan pun memungkinkan.

"Kami berbagi momen-momen hebat bersama," ujar Ekitike kepada laman resmi Bundesliga bulan lalu. "Dan saya harap kami bisa bermain bersama lagi atau saling berhadapan dalam waktu dekat." Peluang itu memang cukup besar, mengingat spekulasi semakin kuat bahwa Ekitike bakal mendarat di Inggris musim panas ini, dengan Manchester United disebut-sebut memimpin perburuan untuk menggaet penyerang Prancis tersebut.

Lantas, seberapa hebatkah Ekitike dan apakah ia cocok untuk revolusi yang dipimpin Ruben Amorim di Old Trafford? Goal memberi tahu Anda segala hal yang perlu diketahui tentang penggemar Setan Merah sedari kecil ini...

  • Awal Mula...

    Ekitike lahir di Reims pada Juni 2002 dari ibu asal Prancis dan ayah asal Kamerun. Ia memulai karier sepakbolanya di Cormontreuil FC, klub amatir kecil yang terletak di pinggiran tenggara kota tersebut. Ia kerap mencetak gol di level usia muda, tetapi tidak suka pamer. Bahkan sejak kecil, ia dikenal sangat profesional dan tenang, fokus sepenuhnya untuk mengasah kemampuan sebagai pemain.

    Tidak mengherankan, tak butuh waktu lama bagi Reims untuk meliriknya. Mereka merekrut Ekitike yang berusia 11 tahun pada 2013. Salah satu mantan pelatihnya di Cormontreuil bercanda dalam wawancara dengan Goal, "Mereka pasti sudah bosan melihat Hugo mencetak gol ke gawang mereka setiap kali tim kami bertanding melawan Reims!"

    Reims tahu mereka punya bakat bintang di tangan dan memberikan debut profesional kepada Ekitike pada Oktober 2020, setelah ia tampil mengesankan bersama tim B di divisi empat. Namun, saat itu Ekitike baru berusia 18 tahun dan bertubuh lebih kurus dibandingkan sekarang. Jelas, ia belum siap menghadapi kerasnya kompetisi sepakbola papan atas Prancis.

    Alhasil, ia dipinjamkan pada paruh kedua musim 2020/21 ke klub Superliga Denmark, Vejle. Kepindahan itu terjadi di tengah pandemi virus corona, sehingga adaptasi di lingkungan baru tidaklah mudah, apalagi aturan saat itu mengharuskan agennya meninggalkan Denmark dua hari setelah tiba untuk menyelesaikan kesepakatan.

    Seorang sumber dekat penyerang ini mengatakan kepada Goal, "Saat memahami situasinya, ia menatap agennya dan berkata, 'Jangan khawatir, saya bisa atasi ini.' Ia masih anak-anak, tapi menunjukkan kedewasaan luar biasa, meski tiba di negara dengan pembatasan kesehatan, cuaca dingin, dan kendala bahasa."

    Meski menghadapi kesulitan nyata, Ekitike tampil mengesankan di Vejle. Enam bulan di Skandinavia itu menjadi titik balik baginya. Pengalaman itu juga membantunya menghadapi perjuangan berikutnya di Parc des Princes...

  • Iklan
  • FBL-JPN-PSG-CEREZOAFP

    Terobosan Besar

    Ekitike kembali ke Reims dengan kepercayaan diri yang jauh lebih besar. Ia membuka rekening golnya untuk klub dalam kemenangan 2-0 atas Rennes pada September, dan torehan lima gol dalam delapan laga jelang Natal 2021 memicu minat luas terhadap bakat mudanya. Newcastle bahkan menawarkan £25 juta ($32 juta) untuk Ekitike pada hari terakhir bursa transfer Januari, tetapi ditolak Reims. Presiden klub, Jean-Pierre Caillot, menjelaskan, "Baik klub maupun pemain merasa masih ada sejarah yang harus ditulis bersama."

    Kabar saat itu menyebut Ekitike tak terburu-buru meninggalkan Stade Auguste-Delaune, terutama karena Paris Saint-Germain termasuk salah satu dari banyak klub yang ingin merekrutnya. Maka, tak mengejutkan saat pemain internasional Prancis U-20 ini pindah ke klub ibu kota pada akhir musim 2021/22.

    Ekitike awalnya bergabung dengan PSG secara pinjaman, tetapi kesepakatan itu mencakup opsi pembelian yang menjadi wajib jika PSG juara liga—yang memang terjadi. Transfer itu pun permanen pada Juni 2023 seharga €28,5 juta (£24 juta/$31 juta), ditambah bonus €6,5 juta (£5,5 juta/$7 juta).

    Namun, pada titik itu, sudah jelas masa Ekitike di ibu kota Prancis itu tinggal menghitung hari. Ia mencetak tiga gol dalam empat laga Ligue 1 di pertengahan musim 2022/23, dengan hanya menjadi starter 12 kali secara total.

    PSG juga mencoba menjadikan Ekitike sebagai bagian negosiasi dengan Eintracht Frankfurt untuk Randal Kolo Muani, tetapi ia menolak pindah ke Jerman. Namun, saat Eintracht kembali mendekat pada Januari 2024 setelah ia hanya tampil sekali di Ligue 1 di bawah Luis Enrique pada paruh pertama musim, Ekitike akhirnya setuju pindah—dan ia tak pernah menoleh ke belakang sejak itu.

  • Perkembangannya Sekarang

    Ekitike langsung merasa betah di Frankfurt. "Eintracht seperti keluarga," katanya antusias. "Kami semua sangat dekat."

    Kebersamaan itu menjadi kunci kebangkitan klub di Bundesliga. Eintracht kini duduk di peringkat ketiga dengan tujuh laga tersisa, menjadikan kompetisi Liga Champions sebagai target realistis bagi tim Dino Toppmoller.

    Tentu saja, ada kekhawatiran besar bahwa kehilangan Marmoush di tengah musim akan merusak harapan finis empat besar, tetapi Ekitike berbuat lebih dari cukup untuk menjaga mimpi itu tetap hidup. Ia mencetak lima gol Bundesliga sejak kepergian pemain Mesir itu, sekaligus menjadi bintang dalam kemenangan telak leg kedua Liga Europa atas Ajax bulan lalu, membawa total golnya menjadi 19 dari 39 penampilan di semua kompetisi.

    "Kadang saya duduk di rumah dan berpikir, 'Wow, sudah lebih dari setahun!'" ujar Ekitike bulan lalu. "Saya sudah melewati semua tahap—mulai dari bangku cadangan, masuk sebagai pengganti, mendapat start pertama, dan kini beruntung bisa bermain rutin.

    "Seperti yang selalu saya bilang: Saya senang, tapi saya ingin lebih. Saya ingin cetak gol lebih banyak, assist lebih banyak. Saya masih lapar."

  • Kekuatan Terbesar

    Ekitike mengaku telah mempelajari permainan Kylian Mbappe lebih dari pemain lain dalam beberapa tahun terakhir—dan itu terlihat. Sosok 22 tahun ini gemar mengambil bola di sisi kiri sebelum masuk ke dalam dengan kaki kanan favoritnya untuk melepaskan tembakan ke gawang.

    Selain itu, meski tak secepat Mbappe (memang hanya sedikit yang bisa!), ia punya akselerasi eksplosif dalam lima meter pertama dan bisa sama berbahayanya saat menggiring bola seperti kompatriotnya itu, berkat keseimbangan dan kelincahan luar biasa.

    Ekitike juga tidak egois, terbukti dari delapan assist-nya di semua kompetisi musim ini. Ia selalu mencari ruang untuk berlari di kanal dalam dan bersedia turun jauh untuk menciptakan peluang atau membuka ruang bagi rekan setim.

  • Eintracht Frankfurt v Bayer 04 Leverkusen - BundesligaGetty Images Sport

    Yang Harus Ditingkatkan

    Ekitike mungkin berpostur 1,9 meter, tetapi ia bukan sosok yang mengintimidasi. Pemain Prancis ini bertubuh sangat ramping dan kadang kesulitan memenangi duel melawan bek tengah yang kuat—terutama di udara.

    Akibatnya, beberapa pihak ragu apakah ia benar-benar cocok bermain untuk tim papan atas di Liga Primer yang terkenal fisik, karena permainan menahan bolanya kurang baik dan ancamannya di belakang pertahan bisa tak relevan melawan lawan yang bertahan dalam.

    Tentu saja, Alexander Isak—yang kerap dibandingkan dengan Ekitike—juga punya postur serupa dan kini dianggap sebagai penyerang terbaik di liga teratas Inggris.

    Namun, jika Ekitike ingin sukses di Liga Primer, ia harus memperbaiki penyelesaian akhirnya. Ia underperforming xG-nya musim ini, dan tingkat konversi tembakannya di semua kompetisi (15,08 persen) jauh di bawah level yang diharapkan dari seorang penyerang elite nomor 9.

    Namun, untuk membela Ekitike, salah satu alasan tingkat keberhasilan tembakannya rendah adalah kecenderungannya menembak dari jarak jauh—dan itu terkait posisi awalnya yang sering cukup dalam, setidaknya saat ia bermain mendampingi Marmoush. Dalam beberapa pekan terakhir, kita melihat versi berbeda dari Ekitike, karena ia kini diminta bermain sebagai penyerang tunggal, bukan pendamping.

    "Saya sadar bisa lebih sering menembak selama pertandingan dan jadi lebih berbahaya seperti itu," katanya kepada media Prancis bulan lalu. "Saya ingin lebih langsung dan lebih sering menghadap gawang. Mereka bilang saya kadang terlalu jauh dari posisi karena terlalu banyak ikut membangun serangan, dan saya tidak berada di zona yang seharusnya diisi penyerang. Saya sudah perbaiki itu. Saya coba kurangi pergerakan di lapangan. Saya suka ikut bermain, tapi saya juga paham bahwa kesenangan sejati datang dari mencetak gol."

  • Berikutnya?

    Penyesuaian dan perbaikan yang dilakukan Ekitike pada permainannya jelas membuahkan hasil. Ia mencetak tiga gol untuk Prancis U-21 dalam kemenangan atas Inggris bulan lalu, dengan dua di antaranya berupa tap-in—ilustrasi paling jelas dari keinginan barunya untuk masuk ke kotak penalti sesering dan secepat mungkin.

    Tentu saja, penampilan melawan talenta muda berbakat asuhan Lee Carsley itu hanya makin memicu minat terhadap pemain yang kini dipantau intens oleh Manchester United, Arsenal, dan Liverpool. Ekitike dijagokan sebagai alternatif yang lebih murah dan mudah didapat ketimbang Isak. Kabarnya, jika pemain Swedia itu meninggalkan St. James’ Park dengan biaya sembilan digit musim panas ini, Newcastle bakal mencoba merekrut Ekitike sebagai pengganti.

    United tentu berharap Ekitike akan terpikat oleh kecintaan pada klub favoritnya sejak kecil, tetapi ke mana pun ia memilih bergabung selanjutnya, kini terasa tak terelakkan bahwa ia akan mendapatkan keinginannya untuk kembali berhadapan dengan sahabatnya, Marmoush, dalam waktu dekat—kemungkinan besar di Liga Primer musim depan.

0