President Trump Announces The FIFA World Cup 2026 Draw Will Take Place At The Kennedy CenterGetty Images News

Gebrakan Amerika Selatan: Piala Dunia 2030 Diusulkan Jadi 64 Tim Dalam Pertemuan Bersejarah Di Trump Tower

Sebuah gagasan ambisius yang dapat mengubah wajah Piala Dunia secara drastis telah resmi dibahas di level tertinggi. Dalam sebuah pertemuan bersejarah di Trump Tower, New York, para petinggi FIFA yang dipimpin oleh presiden Gianni Infantino menerima delegasi berpengaruh dari Amerika Selatan untuk mendiskusikan proposal ekspansi Piala Dunia 2030 menjadi 64 tim.

Gagasan ini dimotori oleh konfederasi sepakbola Amerika Selatan (CONMEBOL), dengan dukungan penuh dari kepala negara Paraguay dan Uruguay. Mereka datang dengan satu misi: menjadikan edisi seabad Piala Dunia sebuah perayaan yang tak terlupakan, dengan format yang belum pernah ada sebelumnya dan peran yang jauh lebih besar bagi Amerika Selatan.

Dorongan ini muncul sebagai respons atas format tuan rumah 2030 yang sudah diputuskan, di mana Amerika Selatan hanya mendapat peran seremonial dengan tiga pertandingan pembuka. Merasa peran tersebut tidak cukup untuk merayakan 100 tahun sejak Piala Dunia pertama di Uruguay, CONMEBOL kini mengajukan proposal balasan yang jauh lebih megah.

Namun, ide ini tidak datang tanpa tantangan. Rencana ekspansi ini langsung memicu perdebatan sengit di antara konfederasi-konfederasi kuat dunia, menciptakan potensi pertarungan politik sengit di internal FIFA. Dunia sepakbola kini menanti, apakah proposal berani ini akan terwujud atau hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah.

  • FBL-WC-2030-ARG-PAR-URU-FIFA-CONGRESSAFP

    Proposal Mengejutkan: Ide Piala Dunia 64 Tim

    Inti dari pertemuan di Trump Tower pada Selasa (23/9) adalah sebuah proposal yang belum pernah terpikirkan sebelumnya: mengubah format Piala Dunia 2030 menjadi turnamen yang diikuti 64 negara. Ide ini diajukan bukan sebagai perubahan permanen, melainkan sebagai sebuah acara "satu kali saja" (one-off) untuk merayakan momen istimewa dalam sejarah sepakbola.

    Alasan di balik usulan radikal ini adalah perayaan 100 tahun Piala Dunia. Alejandro Dominguez, presiden CONMEBOL, menganalogikannya dengan perayaan ulang tahun ke-50 yang dirayakan jauh lebih meriah daripada ulang tahun ke-49 atau ke-51. Menurutnya, edisi seabad ini pantas mendapatkan "dispensasi" dan format yang spektakuler.

    Pertemuan di mana ide ini secara resmi diajukan bukanlah pertemuan biasa. Berlokasi di markas FIFA di Trump Tower, acara ini dihadiri langsung oleh presiden FIFA Gianni Infantino, sekjen FIFA Mattias Grafstrom, serta delegasi lengkap dari CONMEBOL yang mencakup presiden asosiasi sepakbola Argentina, Paraguay, dan Uruguay, bahkan hingga kepala negara.

    Dalam proposal tersebut, peran Amerika Selatan akan ditingkatkan secara signifikan. Dari yang semula hanya menjadi tuan rumah tiga laga pembuka, Dominguez mengusulkan agar Argentina, Paraguay, dan Uruguay masing-masing menjadi tuan rumah untuk satu grup penuh di babak penyisihan. Hal ini akan memberikan mereka porsi penyelenggaraan yang jauh lebih substantif.

  • Iklan
  • Colombia v Brazil - Copa America Femenina 2025: FinalGetty Images Sport

    Para Arsitek Di Balik Gebrakan: Kekuatan CONMEBOL

    Di balik proposal ambisius ini, berdiri tokoh-tokoh kuat dari Amerika Selatan. Pemimpin utamanya adalah Alejandro Dominguez, presiden CONMEBOL sekaligus wakil Presiden FIFA. Posisinya yang strategis di kedua organisasi memberinya pengaruh besar untuk mendorong agenda ini langsung ke meja para pengambil keputusan tertinggi.

    Kekuatan proposal ini tidak hanya datang dari dunia sepakbola. Dukungan politik yang kuat menjadi pilar utamanya, terbukti dengan kehadiran presiden Paraguay Santiago Pena dan presiden Uruguay Yamandu Orsi dalam pertemuan tersebut. Kehadiran mereka mengubah diskusi ini dari sekadar wacana olahraga menjadi sebuah inisiatif diplomatik tingkat tinggi.

    Selain dukungan dari kepala negara, proposal ini juga menunjukkan front persatuan dari asosiasi sepakbola anggota CONMEBOL. Kehadiran Chiqui Tapia (presiden AFA), Robert Harrison (presiden APF), dan Nacho Alonso (Presiden AUF) menegaskan bahwa tiga negara pelopor Piala Dunia ini solid dan kompak dalam memperjuangkan ide tersebut.

    Respons dari presiden FIFA Gianni Infantino sejauh ini cukup positif dan terbuka. Meski belum memberikan persetujuan, ia menyambut baik ide tersebut sebagai bagian dari "refleksi bersama" untuk merayakan edisi seabad dengan cara yang layak. Infantino bahkan menyatakan "setiap ide adalah ide yang bagus," memberikan sinyal hijau bagi CONMEBOL untuk terus memperjuangkan proposalnya.

  • Real Betis Balompie v Chelsea FC - UEFA Conference League Final 2025Getty Images Sport

    Pro & Kontra: Pertarungan Para Raksasa Konfederasi

    Gagasan Piala Dunia 64 tim langsung memicu polarisasi di antara para petinggi sepakbola dunia. Argumen utama dari kubu pro, yang dipimpin CONMEBOL, adalah bahwa perayaan 100 tahun membutuhkan sesuatu yang luar biasa dan berbeda. Menurut mereka, ini adalah kesempatan "sekali dalam 100 tahun" untuk menciptakan warisan yang tak akan terlupakan.

    Namun, penolakan keras datang dari Eropa. Presiden UEFA sekaligus salah satu wakil presiden FIFA, Aleksander Ceferin, tanpa ragu menyebutnya sebagai "ide yang buruk." Menurut Ceferin, format 64 tim tidak hanya akan merusak kualitas dan eksklusivitas turnamen itu sendiri, tetapi juga akan membuat babak kualifikasi menjadi kurang kompetitif dan kehilangan daya tariknya.

    Suara kontra juga datang dari benua Amerika lainnya. Victor Montagliani, presiden Concacaf yang juga menjabat sebagai wakil presiden FIFA, menyuarakan skeptisismenya. Ia berpendapat bahwa dunia sepakbola bahkan belum mencoba format 48 tim yang akan debut pada 2026, sehingga terlalu dini untuk langsung melompat ke format 64 tim.

    Dengan adanya pertentangan tajam antara para wakil presiden FIFA dari konfederasi yang berbeda (CONMEBOL vs UEFA dan Concacaf), keputusan akhir akan sangat bergantung pada lobi politik di dalam Dewan FIFA. Pertarungan visi untuk masa depan Piala Dunia kini telah dimulai, dan hasilnya akan menentukan arah turnamen paling bergengsi di planet ini.

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

  • Argentina, Chile, Paraguay and Uruguay Officially Present Joint Candidacy For FIFA 2030 World CupGetty Images Sport

    Konteks Rumit Tuan Rumah 2030 & Rotasi FIFA

    Proposal 64 tim ini tidak dapat dilepaskan dari konteks penetapan tuan rumah Piala Dunia 2030 yang sudah rumit. Format saat ini adalah yang paling tersebar dalam sejarah, melibatkan enam negara di tiga benua: tiga laga awal di Uruguay, Argentina, dan Paraguay, sementara sisa turnamen digelar di Spanyol, Portugal, dan Maroko.

    Bagi Amerika Selatan, format ini terasa seperti sebuah "hadiah hiburan." Mereka merasa benua tempat lahirnya Piala Dunia pantas mendapatkan peran yang lebih besar dalam perayaan 100 tahunnya. Sejak 1978, Amerika Selatan hanya sekali menjadi tuan rumah (Brasil 2014), sementara Eropa telah menjadi tuan rumah sebanyak lima kali dalam periode yang sama.

    Masalahnya menjadi lebih pelik karena prinsip rotasi konfederasi FIFA. Dengan mendapat jatah (meski kecil) di 2030, CONMEBOL berpotensi tidak bisa lagi mengajukan diri sebagai tuan rumah untuk edisi 2034 dan 2038. Hal ini membuat mereka merasa terkunci dari kesempatan menjadi tuan rumah penuh untuk waktu yang sangat lama.

    Oleh karena itu, proposal 64 tim dapat dilihat sebagai langkah strategis CONMEBOL untuk "merebut kembali" Piala Dunia 2030. Dengan menjadi tuan rumah untuk beberapa grup, mereka akan memiliki peran yang jauh lebih signifikan, mengubah status mereka dari sekadar penyelenggara seremonial menjadi tuan rumah yang sesungguhnya dalam perayaan seabad ini.

  • President Trump Establishes White House Task Force for 2026 World CupGetty Images News

    Implikasi & Jalan Ke Depan: Dari 16 Ke 64 Tim

    Jika disetujui, ekspansi ke 64 tim akan menjadi lompatan terbesar dalam sejarah Piala Dunia. Turnamen ini telah berevolusi dari 16 tim, menjadi 24 tim pada 1982, 32 tim pada 1998, dan akan menjadi 48 tim pada 2026. Lompatan ke 64 tim akan menandai era baru di mana partisipasi menjadi jauh lebih inklusif.

    Secara statistik, format 64 tim berarti lebih dari 30 persen dari total 211 negara anggota FIFA akan lolos ke putaran final. Ini akan secara dramatis mengubah lanskap kualifikasi di setiap konfederasi dan memberikan kesempatan bagi lebih banyak negara untuk merasakan panggung dunia, meskipun ada kekhawatiran akan penurunan kualitas kompetisi.

    Proposal ini juga memiliki implikasi geopolitik. Format tuan rumah 2030 yang sekarang dianggap banyak pihak telah melapangkan jalan bagi Arab Saudi untuk menjadi tuan rumah tunggal pada 2034. Gebrakan dari CONMEBOL ini berpotensi mengganggu peta jalan politik yang tampaknya sudah diatur dengan rapi oleh para pemangku kepentingan di FIFA.

    Kini, bola ada di tangan Dewan FIFA. Ide tersebut telah secara resmi diajukan dan akan dianalisis. Proses lobi dan perdebatan akan berlangsung intensif dalam beberapa bulan ke depan. Dunia sepak bola menahan napas, menanti keputusan apakah mimpi besar Amerika Selatan untuk sebuah mega-turnamen perayaan seabad akan menjadi kenyataan.

0