Uruguay v Netherlands: 2010 FIFA World Cup - Semi FinalGetty Images Sport

FAKTA BOLA - Kisah Sebastian 'El Loco' Abreu: Pemegang Rekor Dunia Guinness Dengan 32 Klub Berbeda

Di dunia sepakbola modern, loyalitas sering kali diukur dari lamanya seorang pemain membela satu klub. Para "one-club men" seperti Francesco Totti atau Ryan Giggs diangkat menjadi legenda, simbol kesetiaan abadi. Namun, di sisi lain spektrum, ada jenis pemain yang menemukan keagungan dalam perjalanan itu sendiri, seorang pengembara sejati yang menjadikan ruang ganti sebagai rumah sementaranya. Tidak ada yang lebih mewakili arketipe ini selain striker asal Uruguay, Washington Sebastian Abreu Gallo.

Dikenal dengan julukan yang sangat pas, "El Loco" (Si Gila), Abreu tidak hanya menentang norma, tetapi juga mengukir namanya dalam buku rekor dengan cara yang paling unik. Ia adalah pemegang Rekor Dunia Guinness untuk pemain sepakbola profesional yang paling banyak membela klub berbeda. Selama 26 tahun kariernya yang luar biasa, ia telah mengenakan seragam dari 32 tim yang tersebar di 11 negara berbeda, sebuah bukti nyata akan hasratnya yang tak pernah padam untuk terus bermain.

Namun, jangan salah mengira perjalanannya sebagai petualangan pemain medioker. Di tengah-tengah kepindahannya yang tak berkesudahan, Abreu mempertahankan level permainan yang sangat tinggi. Ia berhasil mengoleksi 70 caps untuk tim nasional Uruguay, sebuah pencapaian yang luar biasa bagi pemain mana pun. Puncaknya, ia menjadi pahlawan nasional saat dengan dingin mencetak penalti "panenka" penentu kemenangan di perempat-final Piala Dunia 2010 melawan Ghana.

Lantas, apa yang mendorong seorang pemain untuk terus berpindah, dari liga-liga elite di Spanyol dan Brasil hingga ke tujuan yang lebih eksotis seperti Meksiko dan El Salvador? Bagaimana ia berhasil beradaptasi dengan begitu banyak budaya, rekan tim, dan gaya permainan yang berbeda? Kisah perjalanan karier yang tak biasa ini penuh dengan cerita unik, keputusan berani, dan momen-momen ikonik. GOAL coba menjelaskannya di sini!

  • Forward Sebastian Abreu of River Plate cAFP

    Awal Mula Kegilaan & Rekor Dunia Guinness

    Sebuah rekor dunia tidak tercipta dalam semalam. Perjalanan Abreu dimulai di tanah kelahirannya, Uruguay, bersama klub Defensor Sporting pada 1995. Sejak awal, bakatnya sebagai penyerang jangkung yang tajam di udara sudah terlihat, namun begitu pula dengan hasratnya untuk mencari tantangan baru. Setelah hanya dua tahun di Uruguay, ia memulai pengembaraan pertamanya ke Argentina bersama San Lorenzo, yang menjadi penanda dimulainya sebuah karier nomaden yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah sepakbola.

    Puncak dari perjalanannya yang tak kenal lelah terjadi pada Desember 2017. Saat menandatangani kontrak dengan klub Cile, Audax Italiano, Abreu secara resmi memecahkan Guinness World Record sebagai pemain yang paling banyak membela klub profesional. Itu adalah klubnya yang ke-26, melampaui rekor sebelumnya yang dipegang oleh kiper Jerman, Lutz Pfannenstiel, dengan 25 klub. Namun, "El Loco" tidak berhenti di sana; ia terus menambah daftar klubnya hingga mencapai angka 32, seolah ingin memastikan rekornya abadi.

    Rekor ini bukan sekadar angka statistik. Ia mencerminkan etos kerja, kemampuan beradaptasi yang luar biasa, dan kecintaan yang murni pada permainan. Di setiap klub yang ia singgahi, baik itu untuk beberapa bulan atau satu musim penuh, Abreu selalu memberikan segalanya. Baginya, setiap kontrak baru adalah kesempatan untuk membuktikan diri, untuk mencetak gol, dan untuk merasakan denyut nadi sepakbola di berbagai belahan dunia. Ia adalah antitesis dari zona nyaman.

    Ketika ditanya mengenai motivasinya, Abreu menepis anggapan bahwa ia melakukannya demi uang. Ia sering menjelaskan bahwa keputusannya didasari oleh "kebutuhan dan kesempatan". Jika sebuah klub menawarinya kesempatan bermain yang konsisten dan peran penting dalam tim, ia akan mengambilnya. Filosofi sederhana inilah yang membawanya melintasi benua, dari klub raksasa seperti River Plate hingga tim-tim yang lebih kecil di mana ia bisa menjadi bintang utama.

  • Iklan
  • Uruguay's striker Sebastian Abreu celebrAFP

    “El Loco": Di Balik Nama Panggilan Ikonik

    Julukan "El Loco" melekat erat pada Abreu, namun ini bukanlah sebutan yang berkonotasi negatif. Sebaliknya, itu adalah tanda hormat dan kasih sayang untuk kepribadiannya yang eksentrik, tak terduga, dan penuh warna. Julukan itu merangkum esensi permainannya: seorang striker yang bisa melakukan hal-hal yang tidak terpikirkan oleh pemain lain, baik itu sebuah gol akrobatik yang brilian maupun keputusan di lapangan yang membuat semua orang mengernyitkan dahi sebelum akhirnya bertepuk tangan.

    Momen paling "gila" dan sekaligus paling heroik dalam kariernya terjadi di panggung terbesar: perempat-final Piala Dunia 2010. Setelah pertandingan dramatis melawan Ghana yang diwarnai oleh handball ikonik Luis Suarez, laga harus ditentukan lewat adu penalti. Sebagai penendang penentu Uruguay, seluruh beban dunia ada di pundaknya. Alih-alih melepaskan tendangan keras, Abreu dengan ketenangan luar biasa mencungkil bola ke tengah gawang, sebuah "panenka" yang memperdaya kiper dan mengirim negaranya ke semi-final. Itulah esensi "El Loco".

    Kegilaannya tidak hanya terlihat dari penalti panenka. Ia dikenal karena pilihan nomor punggungnya yang tidak biasa, sering kali memilih nomor 13 yang dianggap sial oleh banyak orang, dan memakainya dengan bangga. Di luar lapangan, ia adalah sosok yang karismatik dalam wawancara, selalu jujur, dan tidak takut menyuarakan pendapatnya. Sifatnya yang blak-blakan dan kepribadiannya yang hangat membuatnya mudah dicintai oleh rekan setim dan para penggemar di mana pun ia berada.

    Pada akhirnya, julukan "El Loco" adalah lencana kehormatan. Itu melambangkan keberaniannya untuk menjadi berbeda di dunia sepakbola yang sering kali menuntut konformitas. Ia menunjukkan bahwa ada ruang untuk kejeniusan yang tidak konvensional, dan bahwa mengambil risiko terbesar terkadang dapat menghasilkan hadiah termanis. Para penggemar tidak hanya mengingatnya karena gol-golnya, tetapi juga karena semangat dan keberaniannya yang gila.

  • Sebastian Abreu of Cruz Azul, reacts after the refAFP

    Anomali Deportivo La Coruna: Terikat Kontrak, Berkelana Ke 7 Klub

    Pada 1998, karier Abreu seharusnya mencapai titik stabilitas saat ia direkrut oleh klub Spanyol yang sedang naik daun, Deportivo La Coruna. Ini adalah kesempatan besarnya di Eropa. Namun, yang terjadi selanjutnya justru menjadi mikrokosmos dari seluruh kariernya yang nomaden. Selama enam tahun secara resmi menjadi milik Deportivo (1998-2004), Abreu hanya bermain sebanyak 15 kali untuk klub tersebut. Sebaliknya, ia menjadi "raja pinjaman" global.

    Selama periode enam tahun tersebut, Deportivo meminjamkannya ke tujuh klub berbeda. Perjalanannya dimulai di Brasil bersama Gremio, kemudian membawanya ke Meksiko untuk membela Tecos, kembali ke Argentina dengan San Lorenzo, pulang ke Uruguay untuk Nacional, dan kembali lagi ke Meksiko bersama Cruz Azul, Club America, dan Tecos untuk kedua kalinya. Ini adalah situasi yang aneh di mana klub induknya seolah tidak menginginkannya, namun juga tidak ingin melepaskan dia sepenuhnya.

    Periode ini menunjukkan betapa rumitnya dunia transfer dan kontrak pemain. Abreu menjadi aset yang terus-menerus dipinjamkan, mungkin untuk menjaga nilainya atau sekadar karena ia tidak cocok dengan skema pelatih di Spanyol. Namun, yang luar biasa adalah Abreu tidak pernah kehilangan produktivitasnya. Ia terus mencetak gol di mana pun ia dipinjamkan, mempertahankan reputasinya sebagai penyerang andal di seluruh Amerika Latin.

    Pengalaman bersama Deportivo ini secara efektif membentuk citranya sebagai seorang pengembara sejati. Bahkan ketika terikat pada satu kontrak jangka panjang dengan klub Eropa, takdirnya adalah untuk terus bergerak. Situasi ini mungkin akan membuat pemain lain frustrasi, tetapi bagi Abreu, itu hanyalah bagian dari perjalanannya. Setiap masa pinjaman adalah babak baru, petualangan baru, dan kesempatan baru untuk membuktikan bahwa ia bisa mencetak gol di mana saja, untuk siapa saja.

  • FBL-SALVADOR-SANTA TECLA-ALIANZAAFP

    Jejak Global: Dari Israel, Yunani, Hingga El Salvador

    Karier Abreu tidak hanya terbatas pada pusat-pusat kekuatan sepakbola di Amerika Latin dan Spanyol. Rasa hausnya akan petualangan membawanya ke beberapa liga yang kurang populer, di mana kehadirannya selalu menjadi berita utama. Perjalanannya ke Israel pada 2008 untuk bergabung dengan Beitar Jerusalem adalah salah satu contohnya. Meskipun singkat, kepindahannya ke salah satu klub terbesar di Israel menunjukkan kesediaannya untuk melangkah keluar dari zona nyaman budaya dan sepakbola.

    Setahun kemudian, pada 2009, ia mencoba peruntungannya di Yunani bersama Aris Thessaloniki. Di sana, ia disambut sebagai bintang besar dan berhasil menunjukkan kilasan kualitasnya. Bermain di liga-liga seperti ini memberikan tantangan yang berbeda: hambatan bahasa, gaya permainan yang asing, dan ekspektasi yang tinggi sebagai pemain nama besar. Namun, Abreu selalu menghadapi tantangan ini secara langsung, beradaptasi secepat mungkin untuk memberikan dampak bagi tim barunya.

    Salah satu periode paling sukses di luar liga utama datang di El Salvador bersama Santa Tecla pada 2016. Di sana, ia bukan hanya sekadar numpang lewat. Abreu menjadi figur sentral, memimpin timnya meraih gelar juara liga dan menjadi top skor. Ini membuktikan bahwa bahkan di usia senja kariernya, ia masih memiliki insting gol dan kualitas kepemimpinan untuk membawa sebuah tim menuju kejayaan. Pengalamannya di El Salvador begitu positif hingga ia kembali ke sana sebagai pelatih beberapa tahun kemudian.

    Kisah-kisah dari Israel, Yunani, dan El Salvador ini menambah warna pada legenda "El Loco". Perjalanannya menunjukkan seorang pria yang benar-benar mencintai sepakbola dalam segala bentuknya, tidak peduli seberapa besar atau kecil panggungnya. Ia tidak hanya mengumpulkan seragam klub; ia mengumpulkan pengalaman hidup, merangkul budaya yang berbeda, dan meninggalkan jejaknya di sudut-sudut dunia sepakbola yang jarang dijelajahi oleh bintang sekalibernya.

  • Uruguay's striker Sebastian Abreu (L) ceAFP

    Puncak Karier Internasional & Panenka Yang Mengubah Segalanya

    Meski dikenal sebagai seorang journeyman, karier Abreu di level internasional bersama Uruguay sangatlah solid dan mengesankan. Dengan 70 penampilan dan 26 gol, ia adalah bagian penting dari generasi emas La Celeste yang mencapai kesuksesan besar di awal dekade 2010-an. Ia bermain bersama talenta-talenta kelas dunia seperti Diego Forlan, Luis Suarez, dan Edinson Cavani, memberikan dimensi yang berbeda sebagai penyerang target klasik di lini depan.

    Puncak kariernya bersama tim nasional tidak diragukan lagi adalah Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Abreu mungkin bukan starter utama, tetapi perannya sebagai super-sub dan pemimpin veteran di ruang ganti sangat krusial. Kehadirannya memberikan opsi taktis yang berharga bagi pelatih Oscar Tabarez. Namun, kontribusinya yang paling abadi datang dalam satu momen tunggal yang mendefinisikan keberanian dan kegilaan yang menjadi ciri khasnya.

    Momen itu adalah tendangan penalti penentu melawan Ghana. Setelah bermain imbang 1-1 hingga perpanjangan waktu, nasib Uruguay ada di ujung tanduk. Dengan skor adu penalti 3-2, Abreu melangkah sebagai penendang kelima. Sebuah gol akan mengirim Uruguay ke semi-final untuk pertama kalinya dalam 40 tahun; sebuah kegagalan akan memberikan kesempatan bagi Ghana. Dengan tekanan yang begitu masif, ia memilih untuk melakukan "panenka", sebuah tindakan yang dianggap gila oleh banyak orang, namun berhasil dengan sempurna.

    Tendangan itu lebih dari sekadar gol. Itu adalah penegasan karakternya. Itu adalah momen di mana "El Loco" menggunakan kegilaannya sebagai senjata terkuatnya, mengubah tekanan yang luar biasa menjadi panggung untuk pertunjukan ketenangan yang dingin. Setahun kemudian, ia juga menjadi bagian dari skuad yang menjuarai Copa America 2011, melengkapi karier internasionalnya yang gemilang dengan trofi mayor. Panenka itu memastikan namanya terukir selamanya dalam sejarah sepakbola Uruguay.

  • FBL-URUGUAY-ABREU-RETIREMENTAFP

    Akhir Sebuah Era: Klub Terakhir Dan Pensiun

    Setiap perjalanan, bahkan yang paling panjang sekalipun, harus berakhir. Setelah 26 tahun melintasi dunia, karier bermain Abreu yang fenomenal akhirnya mencapai garis finis. Pada Juni 2021, ia mengumumkan gantung sepatu di usia 44 tahun. Klub terakhir dalam odiseinya yang luar biasa adalah Olimpia de Minas, sebuah tim dari kota kelahirannya di Uruguay. Ini adalah sebuah penutup yang puitis dan simbolis untuk sang pengembara.

    Keputusannya untuk mengakhiri karier di sebuah klub sederhana di kampung halamannya menunjukkan kerendahan hati dan kecintaannya pada akar rumput sepakbola. Setelah bermain untuk beberapa klub terbesar di Amerika Selatan dan berkelana ke seluruh dunia, ia memilih untuk mengucapkan selamat tinggal di tempat semuanya dimulai. Pertandingan terakhirnya adalah sebuah perayaan, sebuah penghormatan untuk karier yang tidak akan pernah bisa ditiru.

    Selama kariernya, Abreu mencetak lebih dari 400 gol. Angka ini sering kali terlupakan di tengah narasi tentang jumlah klubnya. Namun, ini adalah bukti konsistensinya sebagai seorang pencetak gol ulung. Ia bukanlah pemain yang hanya berpindah-pindah tanpa memberikan kontribusi. Di hampir setiap klub yang ia bela, ia meninggalkan jejak berupa gol-gol penting, membuktikan bahwa di balik kepribadiannya yang eksentrik, terdapat seorang profesional sejati dengan insting predator di depan gawang.

    Pensiunnya menandai akhir dari sebuah era untuk jenis pemain yang mungkin tidak akan pernah kita lihat lagi. Di zaman di mana data dan stabilitas sangat dihargai, karier seperti milik Abreu terasa seperti sebuah anomali romantis dari masa lalu. Ia adalah pengingat bahwa sepakbola juga tentang petualangan, keberanian untuk mencoba hal baru, dan kebahagiaan sederhana dari menendang bola, di mana pun di dunia ini.

  • Tijuana v Queretaro - Torneo Apertura 2025 Liga MXGetty Images Sport

    Babak Baru: "El Loco" Sebagai Pelatih

    Kecintaan Abreu pada sepakbola tidak berhenti saat ia menggantung sepatunya. Seperti banyak pemain dengan pemahaman taktis yang mendalam, ia beralih ke dunia kepelatihan, memulai babak baru dalam perjalanannya di sisi lain lapangan. DNA pengembaranya pun terbawa ke dalam karier manajerialnya. Bahkan sebelum resmi pensiun sebagai pemain, ia sudah pernah menjabat sebagai pemain-pelatih di klub El Salvador, Santa Tecla.

    Transisinya menjadi pelatih penuh waktu dimulai setelah ia pensiun. Ia tidak memilih jalan yang mudah, melainkan langsung terjun menangani klub-klub di Uruguay dan Meksiko, seperti Always Ready, Paysandu, dan Dorados de Sinaloa. Setiap pekerjaan baru memberinya kesempatan untuk menanamkan filosofi permainannya: sepakbola menyerang yang berani, dikombinasikan dengan semangat juang dan mentalitas "gila" yang menjadi ciri khasnya.

    Sebagai seorang pelatih, Abreu membawa pengalaman tak ternilai dari 26 tahun kariernya sebagai pemain. Ia telah bermain di bawah puluhan pelatih berbeda, mengalami ratusan situasi ruang ganti, dan memahami dinamika tim dari berbagai budaya. Pengetahuan luas ini menjadi aset terbesarnya. Ia tahu bagaimana berkomunikasi dengan pemain, bagaimana mengatasi tekanan, dan bagaimana membangun semangat tim dari pengalamannya sendiri yang kaya.

    Perjalanan Abreu sebagai pelatih masih di tahap awal, tetapi sudah jelas bahwa ia akan membalaninya dengan gaya "El Loco" yang sama. Ia tidak takut mengambil risiko, tidak ragu untuk pindah ke tantangan berikutnya, dan selalu didorong oleh hasrat yang sama untuk permainan. Legenda Abreu belum berakhir; ia hanya sedang menulis babak baru. Dunia sepakbola akan terus mengawasi ke mana sang pengembara ini akan berlabuh selanjutnya, kali ini dari bangku cadangan.