Pada Juli 1969, dua negara Amerika Tengah, El Salvador dan Honduras, terlibat dalam konflik militer singkat namun brutal yang akan selamanya terukir dalam sejarah. Pertikaian ini dikenal dengan nama yang dramatis: "Perang Sepakbola" atau "Perang 100 Jam". Nama tersebut melekat karena perang ini meletus persis setelah serangkaian pertandingan kualifikasi Piala Dunia FIFA 1970 yang penuh ketegangan antara tim nasional kedua negara, di mana sepakbola yang seharusnya menjadi ajang sportivitas justru menjadi panggung luapan kebencian nasionalis.
Namun, menyederhanakan konflik ini sebagai perang yang disebabkan oleh sebuah pertandingan sepakbola adalah sebuah kekeliruan besar. Meski laga-laga tersebut menjadi percikan yang menyulut api, para sejarawan sepakat bahwa "penyebab sebenarnya dari perang ini jauh lebih dalam". Akar masalahnya tertanam selama puluhan tahun dalam isu-isu yang kompleks, termasuk sengketa tanah, ketidakseimbangan demografis, migrasi massal, dan disparitas ekonomi yang menciptakan bom waktu sosial antara kedua negara bertetangga.
Panggung konflik telah disiapkan jauh sebelum peluit pertama dibunyikan. Pada 1969, Honduras berada di bawah kekuasaan junta militer yang tidak populer dan menghadapi krisis ekonomi yang parah, sementara El Salvador yang padat penduduk berjuang dengan ketidaksetaraan sosial yang ekstrem. Dalam situasi yang rapuh ini, pemerintah kedua negara menemukan bahwa mengobarkan api nasionalisme adalah cara mudah untuk mengalihkan perhatian dari masalah internal. Pertandingan kualifikasi Piala Dunia menjadi wadah yang sempurna untuk menyalurkan sentimen tersebut, di mana media massa berperan sebagai corong propaganda yang mengubah lapangan hijau menjadi medan pertempuran simbolis.
Kisah Perang Sepakbola adalah sebuah pelajaran tragis tentang bagaimana permainan yang paling dicintai di dunia dapat dibajak untuk tujuan politik yang kelam. Ini adalah cerita tentang bagaimana ketegangan sosial, manipulasi politik, dan kebencian yang dipupuk selama bertahun-tahun dapat meledak menjadi kekerasan bersenjata hanya dalam hitungan hari, meninggalkan ribuan korban dan luka yang membekas selama beberapa dekade. Ini adalah kisah yang jauh melampaui 90 menit di lapangan. GOAL coba menjelaskannya di sini!


