Kiper modern yang dengan tenang mengontrol bola menggunakan kaki, melancarkan serangan balik, dan menjadi titik awal pembangunan serangan atau build-up kini menjadi pemandangan biasa. Namun, fondasi dari evolusi ini diletakkan oleh sebuah perubahan aturan sederhana namun revolusioner pada 1992 yang secara fundamental mengubah DNA posisi penjaga gawang dan taktik sepakbola secara keseluruhan.
Sebelum tahun tersebut, sepakbola seringkali terjebak dalam siklus permainan yang membosankan dan sinis. Tim yang unggul dapat dengan mudah "membunuh" sisa waktu pertandingan dengan terus-menerus mengoper bola kembali ke kiper mereka, yang diizinkan untuk menangkapnya dengan tangan. Taktik ini mencapai puncaknya pada Piala Dunia 1990 di Italia, sebuah turnamen yang dikritik secara luas karena minimnya gol dan meluasnya permainan negatif.
Menanggapi krisis tersebut, FIFA dan badan pembuat aturan sepakbola, IFAB, mengambil langkah drastis dengan memperkenalkan aturan back-pass. Aturan ini melarang kiper untuk memegang bola yang dengan sengaja dioper kembali oleh rekan setimnya menggunakan kaki. Perubahan ini tidak hanya berhasil memberantas taktik membuang-buang waktu, tetapi juga secara tidak langsung memicu revolusi taktis terbesar dalam beberapa dekade.
Dari kekacauan awal implementasinya, lahirnya generasi baru penjaga gawang yang memiliki kemampuan olah bola, hingga pergeseran strategi tim yang kini mengandalkan pembangunan serangan dari lini pertahanan, dampak aturan ini terasa hingga hari ini. Aturan ini mengubah seorang penjaga gawang dari sekadar "penjaga" menjadi pemain ke-11 yang aktif dalam permainan. GOAL coba menjelaskannya di sini!







