Asesmen Stadion Sultan Agung, BantulPSIM

Di Tengah Polemik Maguwoharjo, PSIM Kantongi Opsi Kandang Di Stadion Sultan Agung Yang Dinyatakan Layak Bersyarat

  • SSA raih nilai 73,46 persen (baik) dalam asesmen kelayakan
  • Opsi utama, Stadion Maguwoharjo, terganjal syarat keamanan
  • PSIM butuh kepastian kandang jelang laga perdana Super League
  • APA YANG TERJADI?

    PSIM Yogyakarta mengambil langkah signifikan untuk mengamankan markas mereka jelang debut bersejarah di Super League 2025/26. Stadion Sultan Agung (SSA) di Bantul telah dinyatakan layak untuk menggelar pertandingan kompetisi dengan penonton, menyusul proses asesmen kelayakan yang komprehensif. Penilaian ini memberikan kepastian alternatif di tengah ketidakjelasan izin penggunaan Stadion Maguwoharjo, Sleman yang selama ini menjadi prioritas utama klub.

    Proses asesmen formal dilaksanakan pada Rabu, 23 Juli 2025, oleh tim gabungan dari Direktorat Pengamanan Objek Vital (Ditpamobvit) Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) Bantul. Hasilnya, SSA berhasil meraih skor 73,46 persen, yang masuk dalam kategori "baik". Penilaian ini menjadi angin segar bagi manajemen dan suporter Laskar Mataram, karena secara prinsip membuka jalan bagi PSIM untuk tetap berkompetisi di wilayah DIY.

    Meski dinyatakan layak, hasil asesmen menyoroti sejumlah catatan penting yang wajib ditindaklanjuti. Temuan utama yang positif adalah tidak adanya kerusakan struktural mayor pada bangunan stadion. Namun, tim asesor memberikan beberapa rekomendasi perbaikan yang krusial, mencakup perbaikan sistem pintu masuk dan keluar yang telah mengalami korosi, beberapa bagian atap tribun yang terlepas, serta penguatan pagar pembatas demi menjamin keselamatan penonton. Selain itu, lampu penerangan stadion juga menjadi sorotan, dan yang terpenting, akan ada pembatasan kapasitas penonton dari total kapasitas stadion yang mencapai sekitar 30.000 kursi.

  • Iklan
  • Asesmen Stadion Sultan Agung, BantulPSIM

    GAMBARAN BESAR

    Kelayakan Stadion Sultan Agung menjadi berita krusial karena konteks yang melingkupinya. PSIM tengah bersiap menyongsong musim kompetisi 2025/26, yang menandai kembalinya mereka ke kasta tertinggi sepakbola Indonesia setelah penantian panjang selama 18 tahun. Promosi yang diraih pada 17 Februari 2025 kemarin merupakan momen bersejarah, karena ini adalah kali pertama PSIM akan berlaga di kompetisi teratas sejak musim 2008/09. Momentum besar ini menuntut kesiapan total, di mana kepastian stadion kandang yang representatif menjadi fondasi utamanya.

    Pilihan utama PSIM sejak awal adalah Stadion Maguwoharjo di Sleman. Stadion itu dianggap sebagai satu-satunya arena di DIY yang telah memenuhi standar regulasi baru Super League, termasuk kesiapan untuk implementasi teknologi Video Assistant Referee (VAR) dan standar FIFA setelah renovasi besar. Namun, upaya untuk menggunakan stadion tersebut menemui jalan buntu. Pemerintah Kabupaten Sleman, melalui bupati Harda Kiswaya, memberlakukan serangkaian syarat ketat yang hingga kini belum dapat dipenuhi oleh manajemen PSIM. Syarat tersebut meliputi survei teknis, izin dari warga sekitar, dan yang paling memberatkan, adanya jaminan keamanan dalam bentuk pakta integritas atau persetujuan dari kelompok suporter, terutama terkait hubungan dengan suporter PSS Sleman.

    Akibat kebuntuan dalam negosiasi di Sleman, manajemen PSIM secara proaktif mencari rencana cadangan untuk menghindari status sebagai tim musafir, yang secara statistik terbukti merugikan performa tim. Asesmen terhadap Stadion Sultan Agung adalah buah dari langkah antisipatif tersebut. Dengan hasil asesmen ini, PSIM kini memiliki opsi konkret yang, meskipun tidak seideal Maguwoharjo dari segi fasilitas, memberikan kepastian hukum dan operasional. Dilema yang dihadapi PSIM kini tergambar jelas antara mengejar stadion dengan fasilitas superior namun terhalang birokrasi pelik, atau memilih stadion yang lebih pasti namun menuntut kerja keras untuk perbaikan dan penyesuaian.

    Fitur Stadion Sultan Agung (Bantul)Stadion Maguwoharjo (Sleman)
    LokasiBantul, DIYSleman, DIY
    Kapasitas30.00020.594 (pascarenovasi, kursi tunggal)
    Status KelayakanLayak Bersyarat (Nilai 73,46 persen), perlu perbaikanSangat Layak, standar FIFA, siap untuk VAR
    KelebihanIzin penggunaan lebih pasti setelah asesmen. Menjaga tim tetap bermain di wilayah DIY.Fasilitas modern, kualitas lapangan superior, memenuhi semua regulasi Super League.
    Tantangan & SyaratPerbaikan infrastruktur (pintu, atap, lampu), pembatasan kapasitas penontonTerganjal izin Pemkab Sleman; syarat jaminan keamanan & persetujuan suporter yang sulit dipenuhi.
  • Asesmen Stadion Sultan Agung, BantulPSIM

    APA YANG DIKATAKAN?

    Sikap PSIM dalam menghadapi situasi ini tecermin dari pernyataan Ketua Panitia Pelaksana (Panpel), Wendy Umar Seno Aji. Di satu sisi, ia menyambut baik hasil asesmen SSA sebagai sebuah kelegaan. "Alhamdulillah, Stadion Sultan Agung ini layak untuk digunakan pertandingan kompetisi dengan penonton," ujarnya. Namun, ia juga secara realistis mengakui bahwa langkah ini adalah bentuk antisipasi atas masalah yang belum terselesaikan di Sleman. "Kami juga harus mengantisipasi beberapa pertandingan yang kemungkinan besar tidak bisa dilakukan di Stadion Maguwoharjo," jelas Wendy.

    Di sisi lain, direktur utama PSIM Yuliana Tasno secara terbuka mengungkapkan kebuntuan yang dihadapi manajemen terkait syarat yang diajukan Pemkab Sleman. Ia merujuk pada permintaan untuk mendapatkan pakta integritas dari suporter, sebuah syarat yang dianggap berada di luar kapasitas manajemen klub. Dalam sebuah konferensi pers, ia dengan tegas menyatakan, "Kita menyatakan tidak sanggup. Saya sudah mengusahakan tapi saya menyatakan ke pak bupati saya nggak sanggup," sebuah pengakuan yang menyoroti betapa peliknya syarat non-teknis yang dibebankan kepada klub.

    Dari pihak Pemerintah Kabupaten Sleman, bupati Harda Kiswaya mempertahankan posisinya yang kokoh. Ia menegaskan bahwa pintu untuk PSIM pada dasarnya terbuka, namun dengan syarat yang tidak bisa ditawar. "Secara prinsip kami beri lampu hijau, tetapi ada syarat-syarat teknis dan non-teknis yang tidak bisa ditawar," katanya. Ia berulang kali menekankan bahwa jaminan keamanan adalah prioritas utamanya, sebuah "harga mati" yang tidak dapat dikompromikan. "Kalau nggak ada jaminan (keamanan) ya saya nggak berani," tegasnya, seraya menambahkan bahwa secara administratif, PSIM bahkan dinilai belum melengkapi berkas permohonan secara penuh.

    Polemik ini akhirnya mengundang perhatian dari tingkat pemerintahan tertinggi di DIY. Gubernur Sri Sultan Hamengku Buwono X secara terbuka mengkritik sikap Pemkab Sleman. Sultan mempertanyakan logika di balik penolakan tersebut, mengingat stadion adalah fasilitas publik yang dibangun untuk kepentingan bersama. "Masa disewa sama yang lain boleh dari luar Jogja, malah dengan PSIM enggak bisa. Kan enggak ada logika," sentil Sultan. Ia lebih jauh menyebut pemikiran yang membatasi penggunaan fasilitas publik tersebut sebagai sikap yang picik. "Itu kan untuk kepentingan publik... Terlalu cupet pola pikirnya," tandasnya, menempatkan perseteruan ini dalam bingkai prinsip pelayanan publik yang lebih luas

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

  • PSIM 2025/26PSIM

    TAHUKAH ANDA?

    Di balik perebutan izin stadion ini, tersimpan bobot sejarah dan rivalitas yang mendalam. PSIM bukanlah sekadar klub sepakbola biasa; ia adalah salah satu pilar sejarah sepakbola nasional. Didirikan pada 5 September 1929 dengan nama Perserikatan Sepak Raga Mataram, klub ini berganti nama menjadi PSIM pada 1930 sebagai bagian dari semangat pergerakan kebangsaan. Lebih dari itu, PSIM adalah salah satu dari tujuh klub pendiri PSSI pada 19 April 1930, sebuah peristiwa bersejarah yang berlangsung di Yogyakarta. Julukan "Laskar Mataram" dan logo naga Jawa menegaskan identitasnya yang mengakar kuat pada sejarah Kesultanan Mataram dan budaya Yogyakarta.

    Ironisnya, klub dengan sejarah semegah itu kini kesulitan menemukan rumah yang layak di kotanya sendiri. Kandang historis PSIM adalah Stadion Mandala Krida, yang terletak di jantung Kota Yogyakarta. Setelah direnovasi besar-besaran dan kini berkapasitas sekitar 25.000 penonton, stadion ini secara fisik tampak megah namun tidak memenuhi standar regulasi teknis Super League yang baru, terutama terkait infrastruktur penunjang seperti VAR. Di sisi lain, Stadion Sultan Agung di Bantul, yang dikenal juga sebagai "Stadion Pacar", telah lama menjadi markas Persiba Bantul dan kerap menjadi "rumah singgah" bagi klub-klub musafir, membuktikan fleksibilitasnya sebagai arena alternatif.

    Konteks paling krusial yang sering kali tidak terucap namun menjadi inti dari polemik Stadion Maguwoharjo adalah dinamika rivalitas lokal. Stadion Maguwoharjo adalah markas dari PSS Sleman, rival sekota PSIM. Tuntutan bupati Sleman akan "jaminan keamanan" dan "persetujuan suporter" tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang friksi antara kedua basis suporter. Situasi ini menjadi semakin sensitif karena takdir yang kontras di akhir musim 2024/25: di saat PSIM merayakan promosi ke Super League, PSS justru harus menelan pil pahit terdegradasi dari kompetisi yang sama. PSIM kini meminta untuk menggunakan "rumah" rivalnya, tepat pada momen Laskar Mataram naik kasta sementara sang rival turun kasta, sebuah kondisi psikologis yang sangat rentan dan menjelaskan mengapa syarat keamanan menjadi isu yang begitu alot.

  • BERIKUTNYA?

    Dengan hasil asesmen di tangan, langkah konkret dan paling mendesak bagi manajemen PSIM adalah berpacu dengan waktu. Mereka harus segera berkoordinasi dengan Pemkab Bantul dan pihak terkait untuk memenuhi semua rekomendasi perbaikan di Stadion Sultan Agung. Waktu menjadi faktor krusial, mengingat Super League 2025/26 dijadwalkan akan dimulai pada 8 Agustus 2025. Laga kandang perdana PSIM dijadwalkan berlangsung pada Sabtu, 16 Agustus 2025, melawan Arema FC, menyisakan waktu kurang dari sebulan untuk memastikan SSA siap digunakan sesuai standar minimal kompetisi.   

    Meskipun SSA kini menjadi opsi paling realistis, pintu menuju Stadion Maguwoharjo tampaknya belum sepenuhnya tertutup. Pernyataan Panpel PSIM yang tidak menutup kemungkinan untuk tetap melakukan asesmen di Maguwoharjo mengindikasikan bahwa opsi utama itu masih diperjuangkan. Intervensi publik dari gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X dapat menjadi amunisi politik baru bagi PSIM untuk membuka kembali negosiasi dengan Pemkab Sleman. Pertanyaannya adalah, apakah manajemen akan memfokuskan seluruh sumber daya untuk menyempurnakan SSA yang lebih pasti, atau membagi energi untuk melobi di Sleman dengan dukungan moral dari Sultan.

    Pada akhirnya, saga stadion ini menyoroti sebuah tantangan strategis jangka panjang bagi PSIM. Sebagai klub yang kini kembali ke level elite, bergantung pada solusi sementara atau stadion alternatif yang memerlukan banyak penyesuaian bukanlah kondisi yang ideal dan berkelanjutan. Untuk dapat bersaing secara kompetitif dan membangun citra sebagai klub profesional modern, PSIM harus memiliki visi untuk mengamankan sebuah markas permanen yang memenuhi semua standar tertinggi. Entah itu melalui proyek ambisius untuk meningkatkan Stadion Mandala Krida agar sesuai regulasi Super League, atau menjalin kesepakatan jangka panjang yang solid untuk penggunaan stadion lain. Perjuangan mencari kandang musim ini bukan sekadar rintangan logistik, melainkan ujian pertama bagi kapabilitas manajemen PSIM dalam menavigasi era baru mereka di puncak sepakbola Indonesia.

0