September tahun lalu, Todd Boehly mengakui bahwa meski para pemilik baru Chelsea sudah makan garam soal "sumber daya manusia" dan memahami "rencana dan strategi pertandingan", mereka "tidak berharap bakal menjadi ahli sepakbola". Sebuah pernyataan yang pas, karena saat ini mereka terlihat seperti badut yang tak tahu apa-apa.
Apakah Graham Potter pantas dipecat sebagai manajer Chelsea? Sangat. Semua manajer di dunia ini dinilai berdasarkan hasil yang mereka berikan – dan hasil kepelatihan Potter sangatlah mengenaskan.
Kekalahan kandang 2-0 kemarin Sabtu (1/4) di tangan Aston Villa berarti The Blues sudah kalah 11 kali dalam 31 pertandingan yang dikepalai bekas bos Brighton itu. Potter mengambil alih tim yang duduk di peringkat keenam Liga Primer Inggris, dan kini mereka terperosok ke posisi 11, terpaut 12 poin dari zona Liga Champions.
Ia pergi meninggalkan catatan poin-per-laga terburuk (1,27) oleh seorang manajer Chelsea di era Liga Primer Inggris – setara Glen Hoddle. Yang lebih parah, nyaris tak ada tanda-tanda progres, pun tidak jelas apa yang sebenarnya coba ia lakukan.
Taktik serta pemilihan timnya sungguh 'membagongkan', dan dia gagal memenangkan hati para suporter yang memang sejak awal meragukan penunjukkannya.
Namun, pemecatan Potter hanya setelah 100 hari lebih banyak mengekspos kenaifan atasannya, alih-alih kualitas serta kesulitannya selama di Stamford Bridge.





