FC Barcelona v Villarreal CF - La Liga EA SportsGetty Images Sport

Apakah Guard Of Honour Sebuah Kewajiban Di Sepakbola?

Dalam dunia sepakbola, guard of honour—barisan pemain yang bertepuk tangan menyambut tim juara—telah menjadi tradisi yang akrab. Gestur ini adalah cara informal untuk menghormati keberhasilan tim lain, biasanya dilakukan setelah mereka memenangkan gelar. Namun, apakah tradisi ini wajib? Jawabannya tegas: tidak ada aturan resmi yang mewajibkan klub untuk melakukannya.

Meski begitu, guard of honour sering memicu perdebatan tentang sportivitas dan etika dalam sepakbola. Bagi sebagian, ini adalah simbol penghormatan terhadap kerja keras lawan. Bagi yang lain, terutama dalam rivalitas sengit, gestur ini terasa seperti pengakuan kekalahan yang sulit diterima. Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai sepakbola, tetapi juga menyoroti ketegangan emosional di antara klub.

GOAL mengupas sejarah guard of honour, contoh-contoh kontroversial, dan pandangan tentang apakah tradisi ini harus menjadi kewajiban. Dengan memahami makna dan konteksnya, kita dapat melihat mengapa gestur ini begitu diperdebatkan dan bagaimana klub bisa menyeimbangkan sportivitas dengan semangat kompetisi.

  • FBL-ENG-PR-MAN CITY-LIVERPOOLAFP

    Sejarah Dan Makna Guard of Honour

    Guard of honour pertama kali tercatat pada 1955, ketika Manchester United memberikan penghormatan kepada Chelsea yang meraih gelar liga pertama mereka. Tradisi ini terus berlanjut, seperti pada 1991 saat United menghormati Arsenal yang mengalahkan Liverpool untuk merebut gelar. Memasuki era Liga Primer, gestur ini menjadi semakin umum, terutama untuk tim juara.

    Selain untuk tim, guard of honour juga diberikan kepada individu, seperti pemain atau pelatih yang mengakhiri karier dengan dedikasi luar biasa. Contohnya, Liverpool menerima guard of honour tujuh kali setelah menjuarai Liga Inggris 2019/20, sementara Manchester City mendapatkannya empat kali pada 2017/18. Gestur ini melambangkan respek, tetapi tidak selalu diterima dengan antusiasme.

    Makna guard of honour terletak pada penghargaan terhadap prestasi, baik kolektif maupun individu. Namun, tanpa aturan resmi, keputusan untuk melakukannya bergantung pada klub, yang sering kali dipengaruhi oleh dinamika rivalitas atau hubungan antar-tim. Tradisi ini menunjukkan bahwa sepak bola bukan hanya tentang kemenangan, tetapi juga tentang cara menghormati perjuangan lawan.

  • Iklan
  • Arsenal v Manchester United - Premier LeagueGetty Images Sport

    Kontroversi Dan Penolakan Guard Of Honour

    Meski dianggap sebagai gestur sportivitas, guard of honour tidak selalu dilakukan. Di Skotlandia, Rangers menolak memberikan penghormatan kepada Celtic di laga Old Firm musim 2024/25, dengan alasan tradisi ini tidak pernah ada sebelumnya, menurut mantan pemain mereka, Barry Ferguson. Penolakan ini mencerminkan rivalitas sengit yang membuat gestur ini terasa tidak wajar bagi beberapa klub.

    Di Spanyol, Barcelona dan Real Madrid juga kerap menolak saling menghormati. Barcelona tidak mengakui kemenangan Piala Dunia Antarklub Real Madrid pada 2017, dan Zinedine Zidane membalas dengan menolak menghormati gelar liga Barcelona. Di Liga Primer, momen canggung terjadi ketika Bernardo Silva dari Manchester City memilih memegang botol minum ketimbang bertepuk tangan untuk Liverpool pada 2020.

    Penolakan ini sering memicu kritik, dianggap sebagai kurangnya sportivitas. Namun, bagi klub yang menolak, gestur ini bisa terasa seperti pengakuan kekalahan yang memalukan. Kasus seperti Robin van Persie, yang disoraki penggemar Arsenal saat kembali sebagai pemain Manchester United pada 2013, menunjukkan bahwa guard of honour tidak selalu menciptakan harmoni, terutama di tengah rivalitas.

  • Real Madrid CF v FC Barcelona - Super Copa de España FinalGetty Images Sport

    Mengapa Guard Of Honour Diperdebatkan?

    Guard of honour diperdebatkan karena menyentuh inti emosi sepakbola: sportivitas versus rivalitas. Bagi pendukung tradisi ini, gestur ini adalah cara mulia untuk menghormati prestasi lawan, memperkuat nilai-nilai seperti respek dan kebersamaan. Namun, bagi klub dengan rivalitas panjang, seperti Rangers dan Celtic atau Barcelona dan Real Madrid, menghormati musuh bebuyutan terasa bertentangan dengan semangat kompetisi.

    Momen seperti Bernardo Silva yang enggan bertepuk tangan atau ejekan penggemar Arsenal kepada Van Persie menunjukkan bahwa guard of honour bisa kehilangan maknanya jika dilakukan tanpa ketulusan. Memaksakan tradisi ini juga berisiko membuatnya terasa tidak autentik, terutama jika pemain atau penggemar merasa tertekan untuk mengikuti. Pertanyaannya, apakah sportivitas harus diwujudkan melalui gestur formal seperti ini?

    Perdebatan ini mencerminkan sifat sepakbola sebagai olahraga yang penuh gairah. Tradisi ini mengingatkan kita bahwa menghormati lawan adalah bagian dari permainan, tetapi cara melakukannya harus sesuai dengan konteks dan identitas klub. Mungkin sportivitas sejati lebih terlihat dalam tindakan lain, seperti menghormati lawan di luar lapangan atau menerima kekalahan dengan elegan.

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

  • Ajax v Manchester United - UEFA Europa League FinalGetty Images Sport

    Menuju Keseimbangan Sportivitas Dan Kompetisi

    Sebagai tradisi, guard of honour memiliki tempat spesial dalam sepakbola, tetapi mewajibkannya akan menghilangkan esensi kebebasan dan ketulusan gestur ini. Sepakbola adalah olahraga yang hidup dari emosi, dan memaksakan penghormatan di tengah rivalitas sengit bisa menciptakan ketegangan, bukan keharmonisan. Klub harus memiliki kebebasan untuk memilih, tetapi juga menyadari bahwa penolakan bisa memicu persepsi negatif tentang sportivitas mereka.

    Solusi yang lebih baik adalah mendorong klub untuk menunjukkan respek dengan cara yang sesuai dengan identitas mereka. Jika guard of honour terasa tidak cocok, klub bisa memilih gestur lain, seperti pernyataan resmi menghormati prestasi lawan atau tindakan kecil pasca-pertandingan. Dengan cara ini, sportivitas tetap terjaga tanpa mengorbankan semangat kompetisi yang membuat sepak bola begitu menarik.

    Pada akhirnya, guard of honour mengajarkan kita bahwa sepakbola bukan hanya tentang menang atau kalah, tetapi tentang bagaimana kita menghargai perjuangan, baik sebagai pemenang maupun pecundang. Tradisi ini, dengan segala kontroversinya, mengingatkan kita untuk menjaga keseimbangan antara gairah persaingan dan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai penggemar, kita harus menghargai makna di balik gestur ini, tetapi juga memahami mengapa tidak semua klub merasa nyaman melakukannya.

0