Periode sibuk akhir tahun atau festive period di Liga Primer Inggris selalu menjadi ujian terberat bagi manajemen skuad setiap tim. Dengan jadwal pertandingan yang datang bertubi-tubi, para manajer dihadapkan pada dilema klasik: mempertahankan winning team demi konsistensi, atau melakukan rotasi pemain demi menjaga kebugaran fisik. Keputusan ini menjadi semakin krusial menjelang paruh kedua musim, di mana satu cedera pemain kunci bisa berakibat fatal bagi ambisi klub.
Musim ini, pendekatan yang diambil oleh berbagai klub menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok. Ada tim yang memilih jalan stabilitas ekstrem dengan memercayai kelompok kecil pemain inti, seolah-olah bermain "aman" di tengah badai jadwal. Sebaliknya, ada pula klub yang terus-menerus mengacak susunan pemain mereka, entah karena strategi jangka panjang, kedalaman skuad yang melimpah, atau paksaan akibat masalah disiplin dan cedera.
Data statistik terbaru mengungkapkan anomali menarik antara dua tim London, Crystal Palace dan Chelsea, serta perubahan tak terduga dari Manchester City. Crystal Palace di bawah Oliver Glasner muncul sebagai tim paling stabil, sementara Chelsea asuhan Enzo Maresca menjadi tim dengan variabilitas tertinggi. Sementara itu, Pep Guardiola yang biasanya dikenal hobi merotasi pemain, justru menunjukkan pola yang berbeda musim ini.
GOAL coba membedah data di balik "Peringkat Stabilitas Skuad" di Liga Primer. Kita akan melihat bagaimana distribusi menit bermain, waktu pergantian pemain, dan frekuensi perubahan starting XI memengaruhi performa tim. Apakah stabilitas skuad benar-benar berkorelasi dengan kesuksesan, ataukah itu hanya mitos belaka? Mari kita telusuri fakta-faktanya.





