Keputusan Liverpool mengikuti skema Furlough membuat heran banyak orang.
Grup suporter The Spirit of Shankly dengan jelas menegaskan mereka ingin tau alasan mengapa juara bertahan Eropa yang mengumumkan pendapatan £533 juta untuk musim 2018/19 tersebut enggan - atau lebih parah lagi tidak mau membayar staf klub selama Liga Primer Inggris dihentikan.
Kelompok fans lainnya memandang sikat klub tersebut sebagai sebuah pengkhianatan dari tradisi yang selama ini diusung dan jauh nilai-nilai sosial. Sementara mantan bek Jamie Carragher mengingatkan jika rasa hormat terhadap klub telah menghilang.
Mantan Reds lainnya berbicara lebih lantang. Danny Murphy menyebut langkah itu tidak masuk akal apalagi jika mengingat betapa makmurnya pemilik Liverpool, Fenwey Sports Group (FSG) yang ditaksir bernilai sekitar £5,3 milyar. Stan Collymore juga tidak bisa menahan diri dengan mengeluarkan komentar yang bernada kasar sebagai bentuk kekesalan dan kekecewaan.
Setelah langkah yang mendapat kritik tajam tersebut, pemilik Liverpool langsung berubah haluan, menarik keputusan lalu meminta maaf pada fans.
Akan tetapi jejak episode tersebut tidak bisa menghilang begitu saja karena Newcastle United, Tottenham Hotspur, Bournemouth dan Norwich City belum menarik keputusan mereka dalam memanfaatkan furlough yang merupakan kebijakan pemerintah Inggris yang bertujuan melindungi pekerja di tengah-tengah krisis finansial.
Fans jadi bertanya-tanya, kemana perginya uang Liga Primer?
Kita sedang membicarakan kompetisi domestik paling kaya di dunia sepakbola, mereka berhasil mendapatkan £3,1 milyar per tahun hanya dari hak siar televisi. CEO Richard Master pernah mengutarakan adanya ancaman serius bagi sejumlah klub meski kompetisi baru dihentikan selama satu bulan.
Apakah sekarang Liga Primer berhak menyandang status punya model bisnis yang layak dicontoh oleh negara lain jika bahkan klub-klub elit mereka sendiri kesulitan membayar £2 juta gaji bulanan untuk para staf?
Getty/Goal"Terkait Furlough, saya ingin menegaskan hanya sedikit klub," kata Kieran Maguire, seorang dosen finansial sepakbola dari Universitas Liverpool pada Goal. "Memang ada klub yang sekarang berada di situasi finansial terdesak."
"Kebanyakan klub mengatakan tidak akan mengikuti skema itu (furlough), karena masih bisa membayar gaji staff dan mereka akan terus melakukannya sampai tidak sanggup karena situasi terus memburuk."
"Tetapi ada 20 pemilik klub di Liga Primer dan beberapa di antara mereka punya persepsi berbeda tentang furlough. Jadi saya pikir Anda harus menilai secara kasus per kasus."
"Saya pikir ketika Anda divisi di luar Liga Primer, furlough adalah sesuatu yang sangat diperlukan untuk bertahan."
"Tetapi di Liga Primer ada juga klub seperti Spurs dan hanya 39 persen dari pendapatan mereka digunakan untuk gaji."
"Jadi jelas mereka tidak butuh skema itu. Tim-tim lainnya mengambil furlough karena bisa terhindar dari kewajiban. Mereka melakukannya karena legal, bukan dari sudut pandang etika."
"Pada kasus Liverpool, ada sekitar 300 staf dengan gaji £30.000 per tahun, jika Anda melakukan hitungan matematika maka akan memunculkan sekian juta. Dari sini saya sulit memahami sikap klub mempertimbangkan pendapatan mereka."
"Sebagai contoh, perbedaan hadiah uang antara peringkat 13 dan 14 di Liga Primer adalah £2,5 juta, jadi klub-klub sebenarnya punya pemasukan."
"Pada akhirnya Liverpool telah mengaku mengambil keputusan salah. Tetapi jika masalah ini terus menerus berlangsung, maka saya yakin klub akan berbondong-bondong mengikuti furlough."
"Tidak peduli bisnis yang digeluti, jika Anda memiliki beban gaji bernilai jutaan poundsterling per bulan sementara pemasukan tidak kunjung datang, maka cepat atau lambat Anda akan kehabisan dana."
Banyaknya klub yang mengikuti skema furlough bahkan mengejutkan bagi mereka yang terlibat langsung dalam sepakbola.
Salah satu sumber Goal mengatakan, "Saya pikir kami semua bingung dengan langkah yang telah diambil, tetapi itu tidak bisa dianggap sebagai wajah industri ini secara keseluruhan."
"Ada satu poin yang saya lihat tidak banyak orang menyadarinya yaitu sepakbola berdasar pada cash. Semua tergantung pada ketepatan waktu tersedianya uang tunai."
"Cara bisnis ini bekerja membuat klub harus memiliki rencana tepat soal posisi keuangan dalam 12 bulan ke depan. Itu jadi prioritas. Apakah tim memiliki uang yang cukup untuk membayar semua pemain? Apakah klub punya cukup dana untuk membayar utang? Apakah klub punya kemampuan untuk membeli pemain baru?
"Jadi untuk kebanyakan klub, krisis ini datang di waktu yang tidak tepat karena mereka harus mengeluarkan banyak uang pada Mei dan Juni, di akhir musim, ini periode penting dalam sepakbola."
"Sebagai tambahahn, sponsor biasanya membayar di awal musim atau di akhir musim - dua-duanya musim panas - jadi sekarang klub sedang bertanya-tanya apakah mereka akan mendapatkan dana segar atau justru mengembalikan sebagian karena musim tidak tuntas."
"Dari sudut pandang bisnis, klub-klub benar-benar tergantung pada cash dan menjadi standar yang biasa dilakukan pada industri ini. Saya tidak tahu mengapa, tetapi memang seperti itu namun seharusnya bisa dihindari. Ada jalan keluar mudah yaitu, jujur saja, hentikan habis-habisan membeli pemain."
Topik pembahasan kemudian beralih ke permasalahan lain yaitu: gaji pemain.
Ketika pemilik Liverpool mengumumkan niat mengikuti skema furlough untuk staff klub, kapten the Reds Jordan Henderson terlihat sibuk bersama rekannya sesama pemain Liga Primer mengumpulkan dana untuk mendukung departemen kesehatan Inggris (NHS).
GettyTetapi apa yang dilakukan mereka tertutup oleh bayang-bayang debat pembatasan gaji yang dimulai oleh Sekretaris Kesehatan UK Matt Hancock, yang menganjurkan agar pemain 'mengambil peran'.
Mantan penyerang Inggris dan Manchester United Wayne Rooney adalah salah satu aktor lapangan hijau yang menyebut para pemain telah dijadikan kambing hitam dan sekarang berada pada posisi yang tidak mungkin menang - meskipun sudah menjadi fakta jika pengeluaran terbanyak klub ada di sektor gaji.
Sebagai contoh mantan klub Rooney, Everton, mereka berada di peringkat 19 Deloite Football Money League dengan pendapatan £187,7 juta untuk musim 2018/19 namun memiliki beban gaji pemain sekitar £154 juta.
Meski sudah menjadi pengetahuan umum jika gaji pemain adalah masalah utama dalam krisis finansial kebanyakan klub, terutama di level yang lebih rendah, sikap pemerintah menyorot pemain tetap memunculkan amarah.
"Saya turut prihatin," lanjut sumber Goal. "Tetapi sekaligus tidak terkait besaran uang yang mereka terima atau gaya hidup yang mereka perlihatkan. Meski demikian saya menilai mereka secara tidak adil telah dipermalukan dalam masalah ini."
"Saya pikir pemain bukan orang jahat. Secara jernih saya yakin betul mereka juga ingin berkontribusi pada masyarakat."
"Mereka hanya tidak ingin menyerahkan uang kepada orang-orang yang tidak mereka kenal atau tidak paham. Jadi langkah pemain seperti Henderson dan James Milner mengumpulkan dana untuk NHS tidak lagi mengejutkan karena mereka melihat ada tensi antara orang yang menguasai uang dan mereka yang menggeluti sepakbola."
"Apakah ada yang menduga ini akan terjadi? Tentu tidak. Kejadian sekarang tidak pernah terjadi sebelumnya dan sekarang menimbulkan permasalahan di sepakbola Inggris."
"Saya ikut sedih untuk klub-klub yang ada di papan bawah Lia Inggris atau di level atas Championship karena mereka sebenarnya berada di ambang perputaran uang terkait sponshorship. Banyak klub yang menggantungkan harapan pada situasi ini untuk mempertebal cash."
"Tetapi tidak ada klub Liga Primer lainnya dengan model bisnis seperti sekarang akan bermasalah. Kita terbuka saja, hanya manajemen buruk yang akan membawa klub dalam posisi berbahaya secara finansial, jadi jangan merasa kasihan pada pemilik atau ketua umum klub."
"Mereka adalah pihak yang melakukan negosiasi kontrak setinggi langit pemain. Mereka sendiri yang membawa diri pada posisi tergantung pada kekuatan cash tahunan."
"Seperti halnya telah melahirkan kehebohan, pandemi Covid-19 telah memperlihatkan adanya cacat pada industri ini sehingga membuat terpojok."
"Mengurangi gaji pemain akan jadi solusi bagi banyak permasalahan, tetapi begitulah industri sekarang dijalankan, selalu seperti itu."
"Krisis sekarang bisa jadi sebagai terapi kejut terhadap sistem sekarang. Jadi kedepannya kita mungkin akan melihat ada kemungkinan klub menyimpan dana darurat sebagai antisipasi terjadinya krisis finansial sehingga tidak akan terdampak hebat saat terjadi bencana."
"Tetapi sekarang dengan jelas terlihat adala masalah finansial terkait aturant dan regulasi yang tidak ditaati tetapi di sisi lain sepertinya Liga Primer tidak ingin itu terlihat sebagai sebuah permasalahan. Ini menakutkan mengingat apa yang akan terjadi kemudian hari."
Harapannya tentu saja, krisis Covid-19 akan menyorot sistem finansial Liga Primer yang rapuh sehingga memunculkan desakan hebat fans yang menyadari mereka sebenarnya memegang segala kekuasaan terhadap penerimaan tiket, penjualan merchandise, langganan TV dan tentu saja kesepakatan hak siar.
Getty ImagesSekarang mulai muncul pembahasan pembatasan transfer dan pemotongan gaji untuk mengurangi pengeluaran klub, sehingga sepakbola menjadi lebih murah dan lebih penting lagi menjadi lebih fair.
Akan tetapi Maguire tidak terlalu optimistis akan terjadinya perubahan radikal.
"Fans sepakbola punya ingatan pendek," tuturnya. "Lihat saja Claudio Ranieri sebagai contoh. Dia secara tidak terduga merajai EPL bersama Leicester lalu delapan bulan kemudian dipecat."
"Kemungkinan terbesar yang akan terjadi adalah, kita semua akan menyambut gembira kembalinya sepakbola, dan melupakan segala diskusi ini. Dihentikannya sepakbola untuk sementara, telah membuktikan bagaimana pentingnya olahraga ini dalam kehidupan sehari-hari."
"Di pertandingan pertama nanti akan terjadi sejumlah keputusan kontroversial dan seketika itu pula fokus kita akan beralih. Permasalahan finansial sepakbola akan terlupakan."
"Ingat, sepakbola Inggris sama sekali tidak belajar dari kehancuran ITV Digital pada 15 tahun lalu. Maksud saya, jika Anda berpikir Liga Inggris buruk, itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan English Football League. Sebuah kegilaan."
"Sebagai contoh, Reading harus membayar gaji £226 untuk setiap pendapatan £100. Lalu kita mendengar pernyataan klub, 'Oh, kita akan belajar dari kehancuran ITV Digital?' Namun itu sejatinya omong kosong."
"Begitu juga dengan Liga Primer. Hal-hal yang secara legal bisa didapatkan oleh klub, dilebur dengan dengan hal-hal yang bisa mereka akali seperti menjual stadia pada perusahaan yang juga dikuasai pemilik klub, mendapat sponsor dari perusahaan taksi yang tidak memiliki mobil, berani membayar gaji pemain setinggi langit karena dipastikan tidak akan melanggar regulasi Financial Fair Play. Itu menjijikkan."
"Jangan juga lupa, ada selisih gaji besar di Liga Primer. Beberapa tahun lalu ada kebijakan yang disebut pengendalian pengeluaran jangka pendek. Dan sebenarnya mulai memperlihatkan hasilnya. Tetapi, pada Juli tahun lalu, 20 pemilik klub sepakat untuk menghapus aturan tersebut."
"Jadi, apakah Anda masih akan berharap terjadinya reformasi? Liga Primer adalah Liga Primer dan akan selalu seperti itu."
Fans Liverpool mungkin telah berhasil bersatu untuk mengubah sikap pemilik klub, namun untuk menyelesaikan masalah utama Liga Primer, seluruh suporter di Inggris harus bersatu karena kemungkinan besar ketika sepakbola bergulir lagi, maka cara bisnis lama akan kembali.
