Bukan seorang gelandang bertahan. Itu yang semua orang tahu tentang Marcel Sabitzer, yang tumbuh menjadi pemain profesional dengan naluri menyerang alami dalam dirinya.
Kalaupun bermain di lini kedua tim, dia akan berada di belakang striker dengan peran sebagai No.10 atau No.8 alias gelandang menyerang. Bahkan, dia bisa bermain di kedua sayap penyerangan tim, sebagai winger kanan dan kiri hingga second striker.
Jangan heran bila melihat catatan gol Sabitzer yang terhitung impresif selama melalangbuana di Austria dan Jerman, di mana total dia berhasil mengumpulkan 204 keterlibatan gol [123 gol dan 81 assist] di seluruh kompetisi. Fantastis, bukan?




Kendati begitu, peran gelandang bertahan bukannya tabu bagi dia. Potensi besar Sabitzer yang diberkahi versatilitas benar-benar memanja para pelatih yang menanganinya untuk bereksperimen. Dan eksperimen yang pernah dilakukan para pelatih itu dengan menempatkan Sabitzer sebagai pemutus serangan awal lawan: holding/defensive midfielder.
Selama berkarier untuk RB Leipzig dan Bayern Munich, tak jarang Sabitzer ditugasi untuk menjadi penyeimbang di antara barisan belakang dan depan. Itu semua lantas membentuknya menjadi pemain yang komplet. Bahasa sederhananya, dia menguasai semua area di lini tengah dan depan!
Menariknya, alih-alih mencari gelandang murni di tengah absensi Christian Eriksen yang cedera di bursa transfer Januari, manajer Man United Erik ten Hag justru mendatangkan Sabitzer. Juru taktik Belanda itu bukannya berjudi lantaran dia memang mafhum dengan kemampuan serba-guna yang dimiliki bintang Austria tersebut.
Rencana ten Hag di musim dingin ini terbukti jitu seiring Sabitzer mampu tampil memukau, dengan penampilan terbarunya mendapat kredit khusus dari berbagai pandit dan fans. Tenasitas, visi, ketenangan, dan keterlibatan dia di setiap area lapangan membantu Man United menghancurkan kebuntuan nyaris di sepanjang laga kontra Leeds.
Skenario gol pembuka Man United standar. Crossing diteruskan sundulan. Namun, yang disorot adalah bagaiamana intelegensia Sabitzer ketika melakukan permainan switch cepat dengan mengayun bola dari sisi kanan ke kiri, di mana Luke Shaw berdiri dalam situasi ideal untuk mengirim umpan silang. Bisa ditebak, Shaw yang piawai melepas operan-operan crossing, dituntaskan striker kaliber Rashford di udara.
Assist-nya memang dari Shaw, tapi Sabitzer lah yang sukses mencuri hati fans.
"Penampilan mantap, Marcel," puji bek sentral Man United Lisandro Martinez di media sosial, yang diikuti dengan beberapa komentar komplimen lainnya, salah satunya dari sang bek kanan Diogo Dalot yang menyebut Sabitzer adalah "mesin".
Sekali lagi, Sabitzer bukan gelandang bertahan, tapi dia membawa elemen yang dimiliki Casemiro bahkan Eriksen sekaligus.
Ruh Casemiro ada dalam dirinya setelah dia mencatatkan persentase tekel yang dimenangkan mencapai 100% -- memenangkan lima dari lima tekel! Di samping itu, dia memenangkan tiga duel udara, dua intersep, satu clearance, lima ball recoveries dan enam dari sembilan duel darat, untuk menyokong lini belakang yang dipimpin Harry Maguire cs tetap suci alias tanpa kebobolan gol.
Di saat bersamaan, ruh Eriksen juga melekat pada tubuhnya setelah sukses menyelesaikan 13 dari 13 umpan ke kotak penalti Leeds, membuat 66 sentuhan dengan akuasi umpan mencapai 84%. Puncaknya adalah switch-play mengesankan dari Sabitzer dalam proses terciptanya gol pembuka.
Performa yang solid! Bertahan dengan baik, membantu serangan dengan apik.
Mengingat peran kunci Sabitzer di lini tengah Man United, di mana dirinya sejauh ini telah mencatatkan dua penampilan starter dan sekali dari bench, rasanya ten Hag terlalu naif jika tidak mendorong klub untuk mempermanenkan pemain 28 tahun itu dari Bayern pada musim depan.
Dan seharusnya, mulai hari ini hingga akhir musim, Sabitzer akan jadi 'pengganggu sehat' bagi Casemiro, Eriksen, Fred dan Scott McTominay di lini tengah starting XI pilihan ten Hag.
.png?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)