Old Trafford menjadi saksi Selasa (23/8) dini hari WIB tadi. Dua raksasa Liga Primer Inggris masih mencari kemenangan pertama mereka. Liverpool, yang musim lalu nyaris quadruple, tetap dijagokan meski berstatus tim tamu dan cuma bisa imbang di dua pertandingan pertama 2022/23. Manchester United, dengan empat kekalahan beruntun, masih belum menunjukan pertanda bangkit dari penderitaan musim lalu. Hasilnya? The Reds pulang dengan wajah tertunduk lesu.
The Red Devils, dengan rasa malu dibantai Brentford 4-0 di pekan kedua masih segar di ingatan, tampil berbeda. Permainan dan energi mereka meningkat pesat, membuat pasukan Jurgen Klopp kewalahan sejak menit awal. Buahnya, Jadon Sancho membuka keunggulan mereka di menit ke-16, gol yang sampai membuat James Milner dan Virgil van Dijk berkelahi.
Marcus Rashford menggandakan keunggulan tuan rumah di menit ke-53, sebelum Mohamed Salah memperkecil ketertinggalan di menit ke-81. Sayangnya semua sudah terlambat. Klopp menyerang bertubi-tubi, tapi anak asuh Erik ten Hag tidak gentar.
Getty Images Peluit panjang ditiupkan, Manchester United mengalahkan Liverpool untuk pertama kalinya sejak 2018. MU yang tadinya mendekam di dasar klasemen, berhasil merangsek naik ke posisi 14, sementara The Reds cuma dua peringkat di atas zona degradasi.
Kekalahan di tangan MU akan selalu terasa pahit buat Liverpool, mengingat sengitnya rivalitas kedua raksasa Inggris tersebut. Tapi kekalahan ini semakin perih karena menyamai kenangan buruk satu dekade lalu, era di mana The Reds masih tunggang langgang mencari jati diri.




Untuk pertama kalinya sejak 2012/13, Liverpool gagal menang di tiga laga pertama Liga Primer Inggris. Dan ini menjadi start terburuk mereka sejak satu dekade lalu.
Sejak saat itu, Liverpool memang sudah bermetamorfosis besar-besaran. Bak ulat yang menjadi kupu-kupu The Reds menjelma menjadi salah satu tim paling menakutkan di Eropa semenjak dirangkul Klopp. Mereka bukan lagi klub yang belanja dengan 'ngawur', kini Si Merseyside Merah adalah jagoan bursa transfer yang mampu mengidentifikasi target sempurna buat skema permainan mereka. Hasilnya, selain menjadi kampiun Liga Champions 2018/19, mereka juga mengakhiri penantian 30 tahun dengan menjuarai Liga Primer semusim kemudian.
Kendati demikian, nasib Liverpool musim ini justru serupa nasib mereka pra-transformasi. Untuk itu, akan menarik melihat seperti apa wujud The Reds di musim 2012/13 dahulu. Minimal sebagai bahan renungan, kalau bukan pengingat bahwa mereka mesti segera mendapatkan poin tiga pertama agar tak bernasib seperti para pendahulunya.
Tim utama & pelatih Liverpool 2012/13
Nama Personel | Posisi |
|---|---|
Brendan Rodgers | Pelatih |
Pepe Reina | Kiper |
Peter Gulacsi | Kiper |
Glen Johnson | Bek Kanan |
Jose Enrique | Bek Kiri |
Daniel Agger | Bek Tengah |
Sebastian Coates | Bek Tengah |
Jamie Carragher | Bek Tengah |
Martin Skrtel | Bek Tengah |
Andre Wisdom | Bek Tengah |
Philippe Coutinho | Gelandang Serang |
Jordan Henderson | Gelandang Tengah |
Lucas Leiva | Gelandang Bertahan |
Joe Allen | Gelandang Tengah |
Jonjo Shelvey | Gelandang Tengah |
Suso | Gelandang Serang |
Luis Suarez | Striker |
Raheem Sterling | Sayap Kiri |
Stewart Downing | Sayap Kanan |
Daniel Sturridge | Striker |
Fabio Borini | Striker |
Kiprah Liverpool di Liga Primer Inggris 2012/13
Tragis mungkin kata yang tepat untuk menggambarkan Liverpool era 2009/10 sampai 2015/16. Kecuali 2013/14 di mana mereka nyaris buka puasa juara liga, The Reds selalu finis keenam atau lebih buruk.
Meski mengganti Kenny Dalglish dengan manajer muda menjanjikan yakni Brendan Rodgers, musim 2012/13 tak berbeda jauh. Kekalahan 3-0 di partai pembuka di tangan West Brom pun seolah jadi pertanda. Bahkan catatan tiga laga pertama tanpa kemenangan itu sebenarnya lebih nahas: di 2012/13 mereka gagal menang di lima laga pertama EPL. Ironisnya di pekan kelima mereka juga tumbang 2-1 dari Manchester United meski bermain di Anfield.
Getty ImagesPerforma mereka di paruh pertama musim tak banyak berkembang dan hanya mampu menang enam kali dalam 19 pertandingan.
Hanya bisa mengandalkan ketajaman Luis Suarez, The Reds pun bergerak di bursa transfer musim dingin. Pilihan jatuh kepada Daniel Sturridge, yang waktu itu dibeli dari Chelsea seharga £12 juta.
Kehadiran Sturridge seolah merevitalisasi napas Liverpool. Berkat kehadirannya yang mencetak 10 gol dari 14 pertandingan, pasukan Rodgers mampu mencetak 10 kemenangan di paruh kedua musim, meski kalah tiga kali dan imbang enam kali.
Getty ImagesSayangnya kehadiran Sturridge tak bisa memperbaiki hasil buruk di awal, dan Liverpool pun berakhir finis ketujuh musim itu. Mereka juga menorehkan catatan mengkhawatirkan, di mana The Reds cuma sekali menang melawan tim delapan besar, yakni ketika mengalahkan Tottenham 3-2 pada Maret 2013
Kiprah Liverpool di kompetisi domestik
Penampilan pasukan Rodgers lebih menyedihkan lagi di piala domestik. Mereka disingkirkan Swansea City di putaran keempat Piala Liga Inggris. Mungkin Liverpool boleh sedikit terhibur, mengingat The Swans yang diperkuat one-hit-wonder Michu kala itu akhirnya keluar sebagai juara.
Di ajang Piala FA, mereka lagi-lagi tersingkir di putaran keempat, bahkan dengan hasil yang lebih memalukan. Nyaris berkekuatan penuh dengan Suarez, Sturridge, dan Sterling di starting XI, Liverpool dibikin K.O oleh tim League One (divisi tiga) Oldham Athletic. Sebagai catatan, musim itu Oldham finis ke-19, dua posisi di atas zona degradasi.
Kiprah Liverpool di Liga Europa 2012/13
Tersingkir dari Piala Liga dan Piala FA dan bobrok di liga, harapan terakhir The Reds untuk meraih trofi otomatis menyisakan satu jalur saja: Liga Europa.
Setelah susah payah menjuarai Grup A—Liverpool, Anzhi, dan Young Boys mendapatkan 10 poin di grup tersebut!—Steven Gerrard cs menghadapi lawan yang bukan kaleng-kaleng di babak 32 besar, yakni kampiun Rusia Zenit St. Petersburg.
Tumbang 2-0 di leg pertama dan kemasukan gol cepat di leg kedua, Liverpool tak patah arang: brace Suarez dan gol Joe Allen memberi mereka secercah asa. Sayangnya gol keempat tak juga hadir dan The Reds tersingkir karena kalah gol tandang.
Getty ImagesLiverpool dulu tak sama dengan yang kini
Dapat disimpulkan bahwa 2012/13 adalah musim yang begitu memilukan untuk dikenang bagi Kopites. Tak cuma nirgelar, mereka bahkan tersingkir oleh lawan-lawan yang lebih lemah di berbagai kompetisi piala. Ketambahan Sturridge juga tak benar-benar meningkatkan performa mereka secara drastis.
Tapi satu hal yang perlu ditegaskan, Liverpool dulu tak sama dengan Liverpool sekarang. Zaman sudah berubah sehingga krisis saat ini tak bisa dibandingkan dengan yang lama. Di saat dulu mereka jor-joran memboyong pemain semenjana seperti Andy Caroll dan Stewart Downing, kini The Reds bisa mendatangkan nama mentereng seperti Darwin Nunez, sekalipun striker Uruguay itu belum bisa menebus harga belinya. Di saat dahulu mereka cuma dilatih manajer yang relatif hijau seperti Rodgers, The Reds kini ditangani bos kelas dunia dalam diri Jurgen Klopp.
Kendati demikian, cedera sudah terbukti menjadi masalah nyata. Jika tak ingin tersendat dalam perburuan gelar juara, bijak rasanya bagi Klopp untuk segera mencari bala bantuan, terutama di lini tengah.
