Kalau melihat performa timnas Indonesia pada Piala AFF 2018, dari segi permainan masih jauh dari harapan. Artinya, organisasi permainan hilang dan jauh menurun setelah Luis Milla tidak lagi melatih.
Belum lagi pro dan kontra tentang penunjukan Bima Sakti sebagai pelatih. Kalau saya melihat PSSI terlalu memaksakan diri dengan menunjuk Bima, mungkin harapannya dari segi kualitas permainan tidak akan jauh berbeda dari Milla. Sebabnya, Bima sudah lama bersama Milla dan ilmu maupun pengetahuan tentu sudah didapat oleh Bima. Saya sangat mendukung Bima Sakti menjadi pelatih karena ini amanah panggilan negara dan harus diterima, tapi dari segi pengalaman masih kalah dari pelatih-pelatih yang ada di tim-tim peserta Piala AFF.
Lalu, apa faktor yang mempengaruhi kegagalan Timnas? Menurut saya, waktu persiapan dan tidak konsistennya jadwal liga kita dan agenda Timnas. Artinya, kepentingan klub dan Timnas tidak sinkron. Pemain sering tidak fokus karena ada dilema dalam menentukan prioritas antara klub dan Timnas. Keduanya sama pentingnya dan kejadian ini sering berulang setiap tahun.

Tentang kans empat tim yang sudah lolos ke semi-final, saya melihat empat tim ini (Vietnam, Malaysia, Thailand, dan FIlipina) punya kesempatan yang sama besar untuk menjadi juara. Tapi saya tetap melihat Thailand masih yang terbaik di Piala AFF tahun ini.
Untuk Timnas ke depannya mudah-mudahan siapa pun pelatihnya juga harus memikirkan pembinaan usia dini. Kita harus belajar dari Milla yang juga concern di level usia muda karena Timnas harus memiliki filosofi atau pemahaman cara main yang sesuai dengan karakter pemain yang dimiliki. Ini juga harus dikembangkan di setiap daerah di seluruh Indonesia. Memang tidak mudah. Semua butuh proses dan kemauan semua elemen.
Tidak ada yang terlambat, termasuk untuk terus memperbarui sistem kompetisi kita yang masih tidak konsisten.

