Bukan pertama kalinya Real Madrid berada di ujung tanduk dari ketersingkiran di Liga Champions musim ini.
Tiga kali sudah, jawara 13 kali UCL itu harus berjuang hingga tetes darah terakhir untuk membalikkan keadaan demi hisa mencapai babak final edisi 2021/22.
Kali ini, raksasa La Liga Spanyol itu berada dalam posisi defisit yang cukup berat, 5-3, saat meladeni Manchester City di leg kedua di Santiago Bernabeu.
Gol Riyad Mahrez di beberapa menit terakhir seakan membuat segalanya tamat bagi publik Bernabeu. Apalagi, sepanjang laga, Madrid gagal menciptakan shot on target di hadapan kiper Ederson.
Namun, bak mukjizat, Rodrygo yang tampil dari bangku cadangan, mencetak dua gol hanya dalam rentang 90 detik. Pemuda Brasil itu memang membuat brace, tapi 'Wak Haji' Karim Benzema muncul sebagai manifestasi dari mukjizat itu sendiri, dengan dirinya mengambil peran sentral untuk mengubah segalanya.
GettyDi pinggir lapangan, manajer Pep Guardiola beberapa kali mengusap wajah dan kepalanya, menyaksikan pemandangan yang hampir mustahil dalam sejarah sepakbola. Bukan dongeng, bukan sihir.
Memasuki fase extra-time, Man City semakin mendebar-debar lantaran energi Madrid mendadak memacu drastis 180 derajat, hingga bermain seolah laga baru saja kick-off babak pertama.
Perpanjangan waktu baru berjalan lima menit, petaka itu pun hadir bagi skuad Guardiola. Tuan rumah mendapatkan penalti setelah Benzema dijatuhkan di kotak sensitif.
'Wak Haji' yang maju sebagai eksekutor, tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk membalikkan agregat, dari yang tadinya tertinggal 5-3, 5-5, menjadi 6-5, hanya dalam rentang waktu total tujuh menit. Bernabeu seketika erupsi, fans Madrid membahana dengan penuh emosional.
Loyalis Los Blancos pecah dalam susana kegembiraan, malam yang dramatis nan penuh makna, pemandangan yang mungkin sulit terulang dalam histori Liga Champions. Comeback yang dilakukan Madrid bukan comeback biasa, mengandung misi hampir mustahil.
Ya, hanya mukjizat yang bisa mengubah segalanya dan malam itu Madrid mendapatkannya.
"Pertandingan sepakbola yang luar biasa. Ini mungkin laga terbaik yang pernah saya saksikan," kata mantan bek Madrid Jonathan Woodgate di BBC Radio 5 Live, geleng-geleng takjub.
Getty ImagesKeajaiban serupa juga terjadi di perempat-final tatkala Madrid menyingkirkan Chelsea. Demikian juga di babak 16 besar saat maladeni Paris Saint-Germain. 'Wak Haji' Benzema menjadi protagonis comeback dengan masing-masing hat-trick dia untuk mengubur mimpi wakil Liga Primer Inggris dan Ligue 1 Prancis tersebut.
Bukan perkara enteng bagi Madrid untuk bisa mencapai partai puncak musim ini. Bahkan jauh sebelumnya, saat memainkan fase grup, mereka sudah mengalami ragam rintangan semisal dipermalukan tim antah berantah Sheriff Tiraspol.
El Real kini bertekad kuat untuk mengamankan trofi ke-14 Eropa saat berhadapan dengan Liverpool di Paris pada 28 Mei mendatang -- ulangan final edisi 2017/18.
Ancelotti, yang resmi menjadi manajer pertama dalam sejarah yang mampu mencapai lima final Liga Champions, mengatakan: "Saya tidak bisa bilang bahwa kami sudah biasa mengalami hidup macam ini. Namun, apa yang terjadi malam ini, terjadi saat melawan Chelsea dan PSG."
"Jika Anda bertanya bagaimana bisa, semua karena sejarah klub ini yang membantu kami bisa terus melaju ketika sepertinya kami sudah tersingkir," jelas Ancelotti.
Rodrygo, yang mencetak gol setelah menerima umpan silang Benzema sebelum menanduk bola yang mengubah agregat jadi 5-5, mengungkapkan: "Kami kalah dalam pertandingan, kami mati dan apa yang terjadi, terjadilah."
"Tapi dengan seragam ini, kami belajar untuk selalu berjuang sampai darah penghabisan. Kami hampir mati, tapi dengan gol pertama, kami mulai yakin," tegas Rodrygo.
Menit ke-85 ke atas adalah etape klimaks dalam sepakbola, momen di mana semua orang akan berpikir game over jika Anda tertinggal hingga defisit dua gol.
Namun, ini Santiago Bernabeu, ini Real Madrid, ini Raja Eropa! Stadionnya, para pemainnya, mereka tidak akan pernah mengenal kapan mereka dikalahkan.




