BROUGHT TO YOU BY
GFXID Banner Liga Champions 2018/19Rido Alamsah/Goal Indonesia

Kala Post-Metal Berkumandang Di Liverpool

Masih ingat istilah heavy metal yang dipakai Jurgen Klopp saat mendeskripsikan gaya bermainnya di Borussia Dortmund?

Deskripsi itu tampak sesuai pada musim perdananya di Liverpool. Kemenangan 5-4 atas Norwich City di Liga Primer Inggris dan kontra Dortmund di Liga Europa menjadi bukti nyata. Gaya bermain yang keras, penuh pressing, dan tak gentar pada risiko selalu tampak pada periode tersebut.

Namun pada comeback epic kontra Barcelona di semi-final Liga Champions, gaya bermain Liverpool tampak berevolusi. Tak ada lagi pressing intens sepanjang laga. Tak ada lagi pergerakan penuh risiko yang membiarkan lini belakang menganga. Tak ada lagi momen kehabisan bensin di akhir laga, atau bahkan akhir musim.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Unsur ‘keras’ dalam permainan The Reds memang masih terasa, namun tempo permainan mereka sedikit melambat. Perubahan ini pun memungkinkan Fabinho dkk untuk bermain lebih akurat, lebih tenang, dan berpikir lebih jernih.

Tak pelak, atmosfer yang lebih dominan justru tersaji di lapangan, menghasilkan mahakarya post-metal terbaik musim ini: kemenangan 4-0 atas juara La Liga Spanyol.

Dominasi Semua Lini

Seumpama band musik, Sadio Mane mungkin bakal menyandang peran lead vocal malam ini. Absennya Mohamed Salah dan Roberto Firmino membuat beban bertumpuk di pundaknya, namun bintang Senegal itu tampil di atas rata-rata. Dia seperti meminjam daya kerja Firmino dan dribel tajam Salah sehingga membuat Gerard Pique dkk kalang kabut.

Sadio Mane FC Liverpool FC Barcelona Champions League 07052019Getty Images

Meski tidak mencetak gol, Mane membuka jalan untuk gol-gol Liverpool. Dia mengatur tempo penyerang dan kerap kali menciptakan ruang tembak untuk rekannya. Meski berkali-kali dilanggar, dia tetap konsisten mengancam dan membawa The Reds ke final Liga Champions.

Peran yang tak kalah penting adalah cameo Gini Wijnaldum. Meski baru masuk di babak kedua untuk menggantikan Andy Robertson, Wijnaldum tampil krusial untuk Liverpool. Aksi brutal, kokoh, dan ganas ditampilkan oleh bintang Belanda tersebut. Dia memang menggantikan James Milner di lini tengah, namun pergerakannya sudah cukup untuk menggoyahkan lini tengah Blaugrana.

Setelah dimainkan sebagai penjaga keseimbangan nyaris sepanjang musim, Gini kembali diberi peran ofensif. Hasilnya pun luar biasa, seiring dirinya mencetak sepasang gol dan membuat Sergio Busquets kehabisan kata-kata. Tentu saja, gedor ganas Gini mendapat sokongan terpercaya dari Fabinho dan Jordan Henderson yang disiplin.

Peran Trent Alexander-Arnold pun tak kalah besar dalam laga ini. Bek kanan Inggris itu tampil dinamis sepanjang laga dan mengirimkan umpan-umpan silang mematikan. Assist-nya pada Divock Origi yang menghasilkan gol keempat pun layak mendapatkan sanjungan.

Georginio Wijnaldum LiverpoolPaul Ellis

Apa yang coba ditunjukkan dengan peran-peran pemain tersebut? Tak lain adalah bagaimana The Reds berani mengendalikan bola.

Jika pada periode sebelumnya Kloppo mengandalkan pressing agresif dan serangan balik cepat, dia kini justru mengokohkan dominasi daya gedor. Banyaknya opsi serangan dari berbagai lini memungkinkan Liverpool untuk tampil keras tanpa mengambil risiko besar di belakang.

Mental Baja di Balik Post-Metal

Evolusi gaya bermain menjadi post-metal adalah satu hal, namun pertumbuhan mental Liverpool tetap tak boleh diabaikan. Kapan terakhir kali The Reds bisa percaya diri setelah kalah 3-0? Mungkin itu terjadi saat Steven Gerrard mengenakan ban kapten di Istanbul. Adapun Kloppo menciptakan keajaiban ketika The Reds tak lagi dijagokan – dan menghadapi pemain terbaik dunia!

Jose Mourinho mendeskripsikannya dengan sangat baik lewat beIN Sport: "Saya tidak memperkirakan [comeback] ini terjadi. Jika saya bilang mungkin, Anfield adalah salah satu tempat untuk mewujudkannya. Namun bagi saya, ada satu nama - Jurgen.

Jurgen Klopp Fabinho Liverpool Newcastle Premier League 2019Clive Brunskill

"Kemenangan ini bukan tentang taktik, bukan tentang filosofi. Ini tentang hati dan jiwa dan empati fantastis yang telah ia ciptakan dengan kelompok pemain itu.

"Mereka nyaris mengakhiri musim yang fantastis tanpa gelar apa pun dan sekarang mereka selangkah lagi untuk menjadi juara Eropa. Ini tentang dia. Ini adalah cerminan kepribadiannya, pantang menyerah, semangat juangnya, sehingga setiap pemain memberikan segalanya. Segala sesuatu hari ini adalah tentang mentalitas Jurgen."

Klopp belajar dari sejarah tentang gegenpressing atau sepakbola heavy-metal yang membuatnya selalu kehabisan bensin di putaran akhir kompetisi. Musim ini, sosok Liverpool yang lebih kalem – walau masih keras – tampak di lapangan dan membawa mereka ke persaingan gelar hingga hari terakhir. Mereka hanya tertinggal satu poin dari Manchester City di pekan terakhir dan kini memastikan satu tiket ke final Madrid 2019.

Lebih dari yang terlihat di lapangan, satu aspek yang selalu dipupuk oleh Klopp adalah mentalitas. Gaya main boleh terus berubah, seperti terlihat dalam post-metal Liverpool, namun mental juara harus selalu dipupuk. Banyak orang menyaksikan hal itu malam ini, bahkan Mourinho mengakuinya. Apa yang menjadi perbedaan adalah mentalitas, benih keyakinan sudah tumbuh di Anfield dan itulah yang mengendalikan atmosfer kemenangan epik.

Performa di Anfield memang selalu top sejak dipegang Klopp, namun tantangan terakhir Liverpool kini adalah mengubah Madrid menjadi panggung dominasi pada 1 Juni.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Asa itu masih ada... 👀🏆

A post shared by Goal Indonesia (@goalcomindonesia) on

GFXID Banner Liga Champions 2018/19Rido Alamsah/Goal Indonesia
Iklan