Revolusi sedang terjadi di Paris.
Lima hari setelah menyaksikan timnya hancur di Liga Champions melawan Real Madrid, para pendukung Paris Saint-Germain memperlihatkan bahwa mereka sudah muak.
Di saat pasukan Mauricio Pochettino meneruskan upaya untuk meraih gelar Ligue 1 dengan mengalahkan Bordeaux 3-0 pada Senin (14/3) dini hari WIB tadi, Parc des Princes berubah menjadi lubang buaya, dengan hanya Kylian Mbappe yang selamat.
Pemain sekelas Neymar dan Lionel Messi termasuk di antara mereka yang diolok-olok oleh penonton saat susunan tim dibacakan. Dan selama pertandingan, tim PSG diejek tanpa belas kasihan oleh Ultras mereka sendiri.
Mungkin yang paling memalukan, Neymar dicemooh saat dia merayakan gol kedua.
Apa Yang Terjadi?
Akan menjadi kesalahan untuk menafsirkan cemoohan ini sebagai pendukung manja yang marah pada kegagalan tim di Liga Champions. Tidak, mereka mencemooh cara timnya tersingkir dan, lebih luas lagi, budaya yang telah dipupuk di sekitar klub selama bertahun-tahun.
Neymar berada di garis depan di sini, setelah mengalami musim dengan standar yang sangat buruk.
Pundit RMC Daniel Riolo menjabarkannya dengan sempurna saat dia berkata: “Kami tidak hanya membiarkan pemain ini membusuk, kami telah mengubahnya menjadi monster. Neymar telah menjadi monster yang bukan lagi pesepakbola.
“Apakah Anda menyadari apa yang dia perjuangkan? Gaji tertinggi dalam sejarah klub, padahal dia ini adalah sosoko yang seharusnya membawa PSG ke puncak....
"Hari ini, pemain ini dibenci di mana-mana. Sikapnya, suasana hatinya, semua yang dia lakukan, Anda tidak bisa menjadi pemain dan sangat dibenci, Anda tidak bisa. Tidak pernah ada pemain yang dibenci seperti dia.”
PSG sekarang dilaporkan bersedia melepas Neymar kurang dari setahun setelah dia menandatangani kontrak baru berdurasi empat tahun, namun peminatnya pasti akan tipis mengingat gajinya yang luar biasa.
Sementara itu, ada masalah Messi. Sosoknya yang kurang bersemangat tidak terbantu oleh sikap defensifnya yang malas di antara tiga pemain depan.
“Mereka yang bertanggung jawab atas kekalahan itu, bagi saya, adalah Neymar dan Messi,” kata mantan bintang PSG dan Prancis Jerome Rothen kepada RMC setelah ditendang Madrid.
“Ketika Leonardo merekrutnya, dia meletakkannya bagai di atas tongkat untuk kita: mereka adalah legenda, mereka memiliki status dan mereka dibayar untuk itu.
“Saya tidak menyerang Marco Verratti, Danilo, Leandro Paredes atau Mbappe. Saya lebih mengejar dua lainnya, dua tentara bayaran.
“Saya takut berbicara tentang Messi sebagai penipu, tapi itulah kenyataannya. Kemarin, dia hanya berjalan di sekitar lapangan. Luka Modric mengantongi dia di sakunya.”
Desakan Revolusi
Tetapi masalah yang dihadapi PSG tidak hanya di lapangan, dan mungkin itulah sebabnya protes akhir pekan ini begitu kuat dan bermakna.
Seluruh struktur klub sedang diserang. Dan itu sudah lama tertunda.
Direktur olahraga Leonardo selalu bisa lolos dari kritik, tapi pada akhirnya, dia harus memikulnya.
Kampanye transfer musim panas lalu tampaknya lebih didasarkan pada kebijakan merekrut nama-nama besar daripada menangani masalah dalam skuad. Messi, Wijnaldum dan Sergio Ramos semuanya gagal.
Pelatih kepala Mauricio Pochettino dibiarkan dengan skuad yang secara taktis tidak bisa dijalankan, dan meski dia menemukan beberapa solusi yang lebih efektif, sosoknya tidak pantas untuk disalahkan atas kekacauan ini.
Bahkan presiden Nasser Al-Khelaifi, yang menikmati satu dekade yang tenang, kini menjadi sasaran protes keras. Lagi pula, Al-Khelaifi-lah yang membiarkan Leonardo berurusan dengan ketidakteraturan Neymar dan bintang-bintang klub lainnya yang malah menghadirkan endemik.


