Pep Guardiola mafhum ada julukan negatif untuknya.
Pascakekalahan mengejutkan di kandang Norwich City, September lalu, manajer Manchester City ini sebenarnya bisa saja mengambinghitamkan para pemainnya menyusul performa jeblok mereka di Carrow Road.
Namun, ia menolak melakukannya.
"Segala prestise yang saya miliki di Inggris adalah berkat mereka," tegas Guardiola dalam konferensi pers usai laga.
"Pada musim pertama [City hanya finis ketiga], saat orang-orang bilang 'fraud' Guardiola [Guardiola penipu], 'Fraudiola', dan tidak mungkin untuk memainkan gaya saya di sini karena Anda membutuhkan lebih banyak tekel, pemain-pemain inilah yang memberikan prestise yang saya miliki."
"Sekarang orang-orang di seluruh dunia mengatakan betapa hebatnya saya sebagai manajer. Ini karena mereka [pemain], bukan karena saya."
Guardiola selalu jadi orang pertama yang mengakui bahwa ia cukup beruntung dapat bekerja dengan pemain-pemain istimewa sejak pertama kali jadi pelatih di level senior, di Barcelona, 12 tahun silam. Di antara anak asuhnya adalah Lionel Messi. Bersama-sama mereka dua kali menjuarai Liga Champions.
Namun, sejak berpisah dari Barcelona dan Messi Guardiola belum pernah lagi mencapai prestasi puncak di kancah terelite Eropa. Mitos 'Fraudiola' pun mengemuka. Sang pelatih asal Catalan dituding bukan sosok spesial tanpa Messi.
Bahkan ada anggapan bahwa reputasi Guardiola sebagai salah satu juru taktik terbaik adalah tanpa dasar; bahwa ia hanya beruntung mewarisi skuad generasi emas di Camp Nou; bahwa ia gagal menorehkan prestasi membanggakan di klub berikutnya, Bayern Munich; dan bahwa ia hanya manajer yang mengandalkan bujet besar di Man City.
Pandangan miring di atas sangat tidak adil untuk Guardiola, karena ia sejatinya adalah salah satu figur paling berpengaruh dalam sejarah sepakbola modern.
Barcelona asuhannya layak dikategorikan salah satu tim terbaik sepanjang masa, tapi ia bukan hanya orang tepat di tempat tepat di waktu tepat. Guardiola adalah pemegang peran kunci dalam proses perombakan di Camp Nou.
Getty/GoalBlaugrana baru merebut mahkota Liga Champions dua tahun sebelum Guardiola ditunjuk untuk mengambil alih tongkat kepelatihan skuad senior pada 2008, setelah semusim menukangi tim B.
Namun, kala itu situasi buruk di Camp Nou sejatinya sudah akut dan Guardiola, bersama direktur teknik Txiki Begiristain, tak ragu membuat perubahan besar-besaran.
Bukan cuma melepas Edmilson dan menjual Oleguer serta Deco, Guardiola berani melego Ronaldinho, kolektor dua trofi Pemain Terbaik Dunia FIFA dan salah satu andalan utama Barcelona.
Dari kesebelasan inti El Barca versus Arsenal di Paris, yang tersisa hanya Victor Valdes, Rafael Marquez, Carles Puyol, dan Samuel Eto'o.
Guardiola lantas membangun tim baru dengan Lionel Messi sebagai porosnya. Messi melewatkan final Liga Champions 2006 lantaran cedera, sementara Xavi Hernandez dan Andres Iniesta hanya berstatus cadangan tak terpakai.
Tak bisa dimungkiri bahwa Guardiola memang amat beruntung memiliki trio di atas, yang merupakan salah tiga pemain terbaik sepanjang sejarah, dalam timnya.
Namun, Messi selalu mengakui dirinya "banyak berkembang" di bawah Guardiola. Keputusannya memplot Messi sebagai false nine berhasil mentransformasi sang megabintang Argentina jadi salah satu penyerang paling mematikan.
Xavi dan Iniesta adalah mesin penggerak Barcelona, tapi keduanya menegaskan kalau bukan karena Guardiola dan brand sepakbolanya yang rumit dan berbasis possession, mereka tak akan mencapai level kesuksesan yang sama seperti yang mereka rasakan antara 2008 dan 2012.
Bedah Mitos: 'Penaldo!' Apakah Mayoritas Gol Ronaldo Dari Titik Penalti?
Bedah Mitos: Cinta Argentina Untuk Messi Tak Sebesar Barcelona
Bedah Mitos: Bukan Pelatih Hebat, Zidane Cuma Hoki?
Bedah Mitos: Messi Akan Kesulitan Main Di Liga Primer
Sejak awal keduanya sama-sama menyadari metode Guardiola bisa membuat Barcelona tak tertandingi.
"Saat ia pertama memulai di Barcelona, ada keraguan tentang dirinya," ucap Xavi kepada Daily Mail. "Kami membuka musim dengan satu kekalahan dan satu hasil imbang tapi dalam dua laga tersebut, saya sudah bilang kepada teman-teman dan keluarga saya, 'Kalau kalian lihat bagaimana kami berlatih... Kami akan memenangi banyak sekali titel!"
Iniesta akur dengan pendapat mantan rekannya di lini tengah dan bahkan sempat menghampiri langsung Guardiola untuk mengutarakan keyakinannya pada sang pelatih pascastart buruk di awal musim.
Sebagaimana tertuang dalam buku 'The Artist: Being Iniesta', Don Andres menemui si pelatih di kantornya dan mengatakan: "Jangan khawatir, Pak. Kita akan memenangi semuanya. Kita dalam jalur tepat. Lanjutkan saja seperti ini, OK?"
"Kami bermain brilian, kami menikmati latihan. Tolong, jangan ubah apa-apa."
Saat hendak keluar dari kantor Guardiola, Iniesta yang biasanya pemalu dengan lantang mendeklarasikan: "Kami dalam bentuk luar biasa, kami bermain brilian. Tahun ini kita akan melibas semuanya!"
Dan itulah yang terjadi. Barcelona mengukir sejarah sebagai klub Spanyol pertama yang memborong treble usai mengalahkan Manchester United di final Liga Champions 2009 lewat performa dahsyat yang membuat Sir Alex Ferguson terkagum-kagum pada Iniesta dan Xavi.
GettyNamun, ada wajah baru yang mendampingi kedua maestro di Roma malam itu. Dari sebelumnya tidak dikenal, Sergio Busquets praktis menyingkirkan Yaya Toure setelah dipromosikan Guardiola dari tim B.
"Momen krusial dalam karier sepakbola saya adalah ketika bersilangan jalan dengan Guardiola," ujar Busquets kepada BT Sport. "Saat bersama Guardiola, Anda menjadi master sepakbola."
Sentimen serupa dipaparkan Pedro Rodriguez, yang juga diseleksi Pep dari tim B. Sebagaimana Busquets, Pedro menancapkan namanya dalam buku sejarah Barcelona. Ia menjadi pemain pertama yang mencetak gol di enam kompetisi berbeda dalam setahun kalender pada 2010.
"Seorang pelatih bisa mengajari Anda cara menemukan gol-gol, dan itulah yang saya pelajari bersama Pep," tutur Pedro kepada The Independent.
Bertolak belakang dengan deretan kalimat positif di atas, ada beberapa bintang top yang menyimpan memori tak menyenangkan saat bekerja dengan Guardiola.
Zlatan Ibrahimovic melabeli mantan bosnya di Barcelona itu "pengecut lemah" dan pemain-pemain lain, seperti Eto'o dan Toure, mengkritik cara Guardiola menangani personel yang tak dibutuhkan tim.
Kendati skill komunikasi Guardiola mungkin bisa diperdebatkan, kenyataannya bukan hal aneh jika seorang pelatih menghindari pemain tertentu.
Manajer legendaris Liverpool Bill Shankly bahkan diketahui biasa mengabaikan pemain-pemain yang cedera karena mereka tak berguna baginya. "Ibaratnya Anda jadi bukan manusia," demikian kata eks penyerang Reds Roger Hunt, sementara pelatih sekelas Sir Alex Ferguson juga dikenal "kejam", bahkan oleh pemain-pemain yang dekat dengannya.
Shankly dan Ferguson dikenang sebagai legenda. Kelak begitu pula Guardiola, yang mempunyai rekam jejak paten dalam mengembangkan dan mentransformasi pemain, bukan cuma di Barcelona.
Kinerja Guardiola di Bayern Munich kerap dipandang remeh hanya gara-gara ia gagal mempersembahkan trofi Liga Champions. Padahal ia memborong tiga gelar Bundesliga beruntun dan memiliki rasio kemenangan terbaik dalam sejarah kompetisi (80 persen).
Guardiola toh meninggalkan kesan mendalam bagi banyak anak didiknya.
GettyDavid Alaba saat ini beroperasi sebagai bek tengah dan itu berkat campur tangan Guardiola. Dialah yang pertama melihat potensi Alaba, sebelumnya berposisi bek sayap, untuk bermain di jantung pertahanan. Bintang Austria itu menyatakan kepada Bild bahwa dirinya "masih merasakan manfaat dari periode Pep" di Allianz Arena.
Sementara, Joshua Kimmich kini kesohor karena versatilitasnya dan ia mengatakan Guardiola membantunya "menemukan ruang-ruang yang benar-benar baru di lapangan... Dia memiliki visi sepakbola mengagumkan."
Cerita yang sama tersaji pula di Manchester City, di mana Raheem Sterling menjelma menjadi penyerang sayap subur - Pedro bahkan mencermati adanya kesamaan antara perkembangan dirinya dan Sterling di bawah Pep - dan striker sekaliber Sergio Aguero pun mengklaim ia telah menjadi pemain yang lebih baik semenjak kedatangan Guardiola.
Guardiola jelas diuntungkan kekuatan finansial City, namun faktanya setelah dicap sebagai 'fraud' pada musim perdananya di Manchester, ia membalas kontan dengan merebut sepasang titel Liga Primer berturut-turut dengan perolehan total 198 poin dalam dua musim, dan membungkus treble domestik pertama sepanjang sejarah di Inggris.
Lebih jauh, prestasi mentereng itu digoreskannya dengan memainkan gaya sepakbola paling atraktif yang pernah dilihat publik sepakbola Inggris, sebagaimana yang telah dilakukannya di Jerman juga Spanyol.
Seperti dituturkan Xavi, tim Barca pimpinan Guardiola melegenda "bukan hanya karena kami meraih segalanya, tapi karena cara kami melakukannya."
Kalau Guardiola menjuarai Liga Champions lagi, sebutan 'Fraudiola' otomatis bakal lenyap, kendati dalih bahwa ia wajib berprestasi di Eropa sedari awal sebetulnya tidak relevan.
Guardiola telah meraih segudang trofi, dan mengembangkan banyak sekali pemain. Ia telah berjasa mengubah sepakbola modern. Cap negatif tanpa dasar tak akan menodai peninggalannya.
