Pada Kamis (2/6) dini hari WIB, Belanda berusaha menjadi negara pertama dalam sejarah yang memenangkan tiga gelar Euro U-17 berturut-turut meski tidak tercapai.
Oranje berhadapan dengan Prancis di Netanya, Israel, dengan sejumlah talenta top bersinar sepanjang dua minggu terakhir dalam perjalanan mereka ke final. Sayangnya kalah tipis 2-1.
Mungkin pemain yang paling menonjol adalah bek tengah Dean Huijsen, seorang pemain dengan keahlian unik yang telah memiliki perkembangan bagus hingga ada prospek ke tim utama di salah satu klub terbesar di Eropa.
Tepat sebelum ulang tahunnya yang ke-17 di awal April, Huijsen dipanggil oleh Massimiliano Allegri untuk berlatih bersama skuad senior Juventus.
Seorang pemain yang mengesankan untuk tim U-17 selama musim pertamanya di Turin, sang bek diberi pengalaman mengikuti aktivitas tim utama Bianconeri, serta mendapatkan kesempatan untuk belajar dari pemain yang ia idolakan dan terkadang dibandingkan dengan dirinya: Matthijs de Ligt.
Keduanya sama-sama tinggi, berasal dari Belanda dan berambut pirang yang punya naluri bertahan luar biasa plus ketenangan saat menguasai bola, tak heran keduanya dibanding-bandingkan, meski pun Juve ingin meredam ekspektasi pada tahap awal ini.
Huijsen secara alami dominan menggunakan kaki kanannya, namun tidak kelihatan canggung saat memakai kaki kiri yang bukan andalannya, dan tingginya mencapai 195cm, membuatnya memiliki atribut fisik yang menonjol di antara rekan-rekan seusianya.
"Dean adalah pemain yang sangat serbaguna," kata pelatih Belanda U-17, Mischa Visser, kepada TuttoJuve, "dan meski pun menjadi bek tengah, ia sangat efektif dalam fase menyerang."
"Di pertahanan, ia mampu mengambil posisi yang tepat dengan waktu yang tepat, dan berkat ukuran fisiknya yang baik ia mampu memenangkan duel."
"Ketenangannya membuat saya terkesan, ia tampak tidak canggung sama sekali. Ia pandai berkonsentrasi pada apa yang harus ia lakukan di lapangan, tidak terpengaruh oleh kecepatan permainan atau oleh tekanan di tribune."
Seperti yang diungkapkan oleh Visser, mungkin yang membuat Huijsen menonjol dari bek-bek top lainnya adalah kemampuannya dalam membantu serangan, entah itu membawa bola naik ke depan dengan ketenangannya atau saat menghadapi peluang untuk menembak.
Ia mencetak tujuh gol dalam 19 pertandingan di musim pertamanya di Juve, dan telah menambah catatannya dengan dua gol lagi selama Euro U-17.
Seorang spesialis tendangan penalti, kemampuannya dari titik putih juga melengkapi atributnya, selain juga ia sebenarnya membuktikan dirinya berbahaya dalam skema permainan terbuka.
Keahlian Huijsen dalam mencetak gol juga bukanlah hal yang mengejutkan, ia bergabung dengan Juve setelah menuntaskan musim 2020/21 sebagai pencetak gol terbanyak untuk tim Malaga U-17.
Bahkan, bisa dibilang bakat sepakbola sudah ada dalam darahnya, mengingat ayahnya, Donny, menikmati karier profesional yang singkat setelah muncul dari akademi Ajax untuk menjadi duet penyerang Patrick Kluivert.
Keluarga Huijsen pindah ke Marbella ketika Dean berusia lima tahun, dan ia bergabung dengan klub lokal di sana, Costa Unida CF, sebelum dibina dan direkrut oleh Malaga lima tahun kemudian.
Secara teratur bermain di atas kelompok usianya sendiri, Huijsen langsung dianggap sebagai permata akademi tim Spanyol tersebut, dan berlatih dengan tim utama ketika usianya baru 15 tahun.
Saat musim panas 2021 mendekat, begitu pula beberapa klub paling terkemuka di Eropa, termasuk Real Madrid, Sevilla, dan setidaknya satu tim papan atas Liga Primer Inggris ikut mendekatinya.
Juve, yang dipimpin oleh kepala pemandu bakat mereka Matteo Tognozzi, mampu meyakinkan remaja tersebut untuk pindah ke Italia dengan memberikan jalan menuju permainan profesional yang tidak akan memberikan tekanan yang tidak semestinya pada Huijsen, atau membuatnya menunggu lebih lama dari yang dibutuhkan.
Tentu saja tanda-tanda awalnya bagus, dengan Allegri dikatakan terkesan dengan apa yang ia lihat dari Huijsen selama hari-harinya berlatih dengan para penggawa senior seperti Leonardo Bonucci dan De Ligt, dan diharapkan mendapat kesempatan yang sama lebih sering di musim selanjutnya.
Generasi lini belakang Belanda tampaknya aman untuk beberapa tahun ke depan, terlihat sama menjanjikannya saat awal kemunculan De Ligt dan juga Virgil van Dijk.
Untuk informasi lebih lanjut tentang pesepakbola muda terbaik dunia, ikuti NXGN di Instagram, Twitter, dan TikTok.


