Semasa era kepemilikan Roman Abramovich yang dimulai pada 2003, Chelsea menjelma salah satu klub tersukses di Inggris, bahkan di Eropa. Loyalis The Blues dimanja gelimang trofi musim demi musim, yang memuncak pada kemenangan di Liga Champions (2012, 2021) dan Piala Dunia Antarklub (2022). Namun Mei lalu taipan Rusia itu resmi pergi, dan kepemilikan baru asal Amerika Serikat mengawali rezim mereka dengan katastrofi: kekalahan di tangan Newcastle, Minggu (13/11) dini hari WIB, menyamai rekor memalukan 20 tahun lalu.
Graham Potter, manajer pilihan kepemilikan Clearlake-Todd Boehly, sebenarnya membuka karier kepelatihannya di London barat dengan impresif: sembilan laga tanpa kekalahan. Banyak yang meragukan kualitas juru taktik yang cuma pernah menangani klub 'sekelas' Brighton, apalagi ia harus menggantikan Thomas Tuchel - sosok kesayangan fans Chelsea yang melengkapi lemari trofi Stamford Bridge - keluhan, kritikan, dan cercaan bisa dimengerti.
Keputusan memecat Tuchel saat musim masih berumur jagung, setelah belanja pemain gila-gilaan di musim panas, juga menjadi inti kecaman. Namun hasil berbicara, peragu terbungkam dengan segera.
Chelsea asuhan Potter, bentukan Clearlake-Boehly: cetak rekor memalukan 20 tahun
Getty ImagesTapi harus ditegaskan lagi: hasil berbicara. Melawat ke markas bekas anak asuhnya, Potter dilumat 4-1. Brighton, kini diasuh Roberto De Zerbi, memang sedang membara dan, ironisnya, itu tak lepas dari jasa Potter sendiri, yang menyusun dan melatih skuad The Seagulls hingga sejago sekarang. Mungkin dia pun bingung harus bangga atau kecewa.
Tapi satu hasil memalukan tentu tak serta merta menghapuskan start positif Potter. Toh Tuchel sendiri pernah dibantai West Brom (yang akhirnya degradasi) dengan skor 5-2. Tapi malang bagi Chelsea, ujian berat di awal November menanti pasukan Si Biru yang memang sedang tak stabil digempur transisi: melawan Arsenal, Manchester City, dan Newcastle berturut-turut.
Arsenal, di puncak klasemen Liga Primer Inggris, sedang menikmati hasil dari "percaya pada proses"-nya Mikel Arteta, Man City adalah Man City, sementara Newcastle si 'sultan baru' mulai mengancam hegemoni 'Big Six', bahkan mungkin 'Big Four'!
Keok melawan The Gunners 1-0 di EPLdan Cityzens 2-0 di Piala Ligajelas membuat fans Chelsea dongkol, namun sayangnya penderitaan mereka belum habis. Gol Joe Willock yang tak berbalas di St. James' Park Minggu dini hari WIB berarti satu hal: untuk pertama kali sejak 2002, The Blues kalah tiga kali beruntun di semua kompetisi.
Dengan kata lain, hal itu TAK PERNAH terjadi selama Chelsea dimiliki oleh Roman Abramovich.
Getty ImagesHaters dan mereka yang sekadar skeptis timbul ke permukaan seolah berkata, "Dibilang juga apa."
Kata Potter soal performa Chelsea, sedang menderita?
Saat ditanya apakah ia mencemaskan rentetan performa buruk anak asuhnya, Potter menjawab:"Tidak bagus saat tak mendapat hasil, sesederhana itu."
"Tapi saya harus melihat mengapa itu terjadi dan situasi yang harus kami hadapi. Sama sekali tidak sederhana."
"Kami melakoni banyak laga, berbagai cedera menimpa pemain kunci, mengganggu stabilitas kami, hari ini Anda lagi-lagi bisa melihat bahwa itu [stabilitas] tidak ada. Ini periode yang sangat sulit."
"Anda menghadapi empat tim yang sedang bagus-bagusnya di Liga Primer Inggris, dan itu menjadi tantangan buat Anda. Meski tak bisa diterima, kami harus menghadapi ini dan berusaha maju terus."
Perjalanan Chelsea mencari jati diri
GettyOmongan Potter ada benarnya. Rekor ini jelas memalukan bagi Chelsea yang masih memegang status juara dunia, tapi tentu perlu konteks untuk mengkritisi mereka.
N'Golo Kante, Reece James, Ben Chilwell, tiga pilar kemenangan UCL 2021 harus absen jangka panjang lantaran cedera. Ruben Loftus-Cheek pun langsung cedera dalam jangka waktu enam menit masuk lapangan vs Newcastle, ditambah Wesley Fofana yang absen lebih lama dari perkiraan.
Kelelahan jadwal padat buntut Piala Dunia tengah musim tak bisa dipungkiri, tapi semua tim top di liga-liga top Eropa mengalami hal yang sama sehingga bukan alasan yang kuat.
Harus diakui adalah bahwa Chelsea sedang dalam masa transisi, periode yang sudah pernah dilalui klub-klub besar, termasuk Arsenal, Liverpool, dan Manchester United (nama terakhir bahkan mungkin masih dalam prosesnya).
Si Biru sedang mencari jati diri, pendekatan senggol-bacok a la Abramovich ditinggalkan demi mewujudkan mimpi dinasti berkelanjutan milik pemilik baru, tapi bukan berarti pendekatan mereka lebih benar dan bisa lolos dari kecaman.
Belanja serampangan yang berakhir flop memang sudah ada (bahkan sering terjadi) di era Abramovich, namun Clearlake-Boehly nekat menggelontorkan banyak uang demi belanja pemain tanpa membentuk tim rekrutmen yang mumpuni.
Mungkin Potter, serta gaya kepemimpinan Clearlake-Boehly, bukan jawaban yang tepat untuk cita-cita jangka panjang, mungkin fans The Blues harus meneladani Gooners dan "percaya pada proses". Satu yang pasti ini akan jadi musim(-musim) penuh turbulensi bagi Chelsea.




