Sejarah Piala Dunia dalam banyak hal telah mengisahkan tentang sepakbola profesional itu sendiri.
Hal itu dapat dilihat dari perkembangan bola Piala Dunia, dari mulai kulit babi yang terikat sampai teknologi tingkat tinggi yang kini dikenal dengan nama bola sintetis, yang dapat diperoleh di berbagai toko dan sudah dipasarkan di penjuru dunia.
Bola juga memainkan perannya dalam mengatur jalannya Piala Dunia. Dari pergantian bola di saat half-time yang mempengaruhi laga final sampai model "supermarket" yang mendapat kecaman dari para penjaga gawang, berikut Goal sajikan sejarah bola resmi Piala Dunia dari masa ke masa.
Tiento & T-Model (1930)
Tidak ada bola resmi untuk Piala Dunia edisi perdana, yang diselenggarakan di Uruguay, 1930. Sebelum laga final, Argentina dan Uruguay berdebat soal siapa yang akan menyuplai bola. Akhirnya, disepakati agar adanya aturan pergantian bola saat istirahat babak pertama.


Kebijakan itu mungkin memiliki pengaruh substansial terhadap hasil pertandingan. Argentina unggul 2-1 di babak pertama sebelum bola dari Uruguay diperkenalkan. Lebih besar dan lebih berat! Tuan rumah pun mampu menceploskan tiga gol untuk keluar sebagai juara.
Bola Argentina dinamai 'Tiento' [tergambar tanpa tali], sementara bola Uruguay disebut 'T-Model' [tergambar dengan tali].
Yang unik dari kedua bola ini adalah cara pembuatannya: jahitan kulit dan digelembungkan dengan tangan. Kedua bola ini akan terasa sangat berat ketika hujan.
Photo credit: Oldelpaso / Wikipedia
Federdale 102 (1934)
Piala Dunia edisi kedua dihelat di Italia, yang kala itu rezim diktator Benito Mussolini tengah berkuasa. Pemerintahannya menghasilkan bola dengan nama Federdale 102, kendati bola lain yang diimpor dari Inggris juga digunakan di turnamen tersebut.

Salah satu inovasi terpenting yang ditampilkan adalah dengan mengganti jahitan kulit dengan kapas, yang jauh lebih lembut dan ringan ketika disundul oleh para pemain.
Akan tetapi, cara pembuatan bola yang sedemikian rupa membuat kontrol kualitas jadi rumit. Bola ini dibuat menggunakan tangan dengan keterampilan inflater untuk menentukan seberapa bulat bola tersebut.
Makanya, sebelum pertandingan, kedua kapten dipanggil lalu ditunjukkan beberapa bola dan diminta memilih mana yang lebih disukai mereka. Alhasil, banyak kekecewaan di zaman Mussolini. Pasalnya, laga final dimainkan dengan menggunakan bola dari Inggris.
Beruntung, bola impor cukup bagus bagi para pemain Italia untuk menjuarai Piala Dunia pertama kalinya.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Allen (1938)
Allen, sebuah produsen yang berbasis di Paris, mendapat kehormatan jadi perusahaan pertama yang diizinkan untuk mencap bola Piala Dunia 1938 di Prancis dengan merek mereka.

Ini adalah bola yang sama dengan Federale 102 di Italia. Tali kapas tetap dipertahankan, namun terdapat panel ke-13 yang mereka jahit di bola tersebut [sebelumnya, bola biasanya terdiri dari 12 panel].
Perbedaan yang paling signifikan adalah tepi panel pada bola Allen lebih bulat daripada Federale, yang lantas di kemudian hari menjadi tren berlanjut ketika Piala Dunia kembali digelar pasca-Perang Dunia Kedua.
Namun sekali lagi, bola Allen tidak sepenuhnya mendominasi turnamen tersebut. Model 12 dan 18 panel juga disediakan, dengan isunya lagi-lagi tingkat kebulatan bola yang buruk, membuatnya tak dapat diandalkan.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
DUPLO T (1950)
Ada Jeda selama 12 tahun menanti Piala Dunia berikutnya sejak turnamen edisi 1938 lantaran terjadinya Perang Dunia Kedua. Namun di balik rehat panjang itu, ada kemajuan pesat dari produksi bola.

Tetapi faktanya, terobosan besar di edisi 1950 sejatinya telah dibuat di Argentina pada awal 1930 dan tinggal menunggu diresmikan untuk digunakan dalam kompetisi FIFA.
Inovasinya adalah tak lagi memerlukan skill inflater dengan menciptakan lingkup kulit yang tertutup sepenuhnya, tanpa ada lagi jahitan. Bola ini digelembungkan dengan pompa dan jarum melalui katup kecil - persis seperti bola-bola yang digunakan hari ini.
Model Superball yang digunakan pada Piala Dunia 1950 adalah Duplo T. Konsistensi si bola membuatnya jadi model pertama yang digunakan di seluruh pertandingan dalam satu periode turnamen.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Swiss World Champion (1954)
Piala Dunia digelar di Swiss pada 1954, dengan bola diproduksi oleh perusahaan Kost Sport yang bermarkas di Basel.

Bola yang diberi nama 'Swiss World Champions' ini mengambil langkah inovatif dengan mengadopsi struktur 18 panel, dengan setiap panel saling terkait dalam pola zig-zag. Bentuk ini yang kemudian akan digunakan pada bola-bola di beberapa dekade ke depan.
Kombinasi dari struktur itu dan warna kuning yang lebih cerah membuatnya jadi bola pertama yang mulai menyerupai model bola yang digunakan memasuki era 80 dan 90-an.
Menyedihkannya bagi Kost Sport, FIFA menghidupkan kembali aturan mereka dengan melarang setiap merek muncul di bola Piala Dunia 1954.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Top Star (1958)
Untuk Piala Dunia 1958 di Swedia, FIFA menetapkan langkah awal dalam membuka turamen tersebut dengan memasok bola.

Mereka melakukannya dengan mengundang sejumlah produsen untuk mengirimkan bola tanpa merek bersama dengan surat yang menyatakan dari mana mereka berasal.
Pengacara menerima seluruh 102 entri dan memberi mereka masing-masing nomor. Lalu, empat anggota panitia penyelenggara juga dua pejabat sepakbola Swedia berkumpul untuk memeriksa bola dan mengujinya.
Pada akhirnya, bola No. 55 dipilih sebagai bola resmi Piala Dunia 1958. Bola pemenang, yang dinamai Top Star dan dibuat oleh perusahaan dari Angelholm, jadi yang pertama digunakan di Piala Dunia dengan memiliki 24 panel.
Top Star adalah bola pertama yang dipakai lebih dari satu edisi Piala Dunia. Kisah sejarah bola ini akan berlanjut di bawah ini.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Crack (1962)
Sebelum Jabulani, ada Crack. Ini adalah bola yang dipilih untuk pertama kalinya di Cile pada 1962, namun tidak diterima secara universal.

Crack, dibuat oleh perusahaan Cile Custodio Zamora, memiliki 18 panel tetapi fitur yang melekat tersebar dengan tidak teratur. Beberapa heksagonal, beberapa lagi persegi panjang dan begitu seterusnya. Semuanya dijahit bersama secara manual.
Tidak semua tim menyukainya, terutama tim-tim Eropa. Sementara Top Star yang digunakan pada Piala Dunia 1958 telah menjadi bola paling populer di Eropa dan 100 biji dikirim dan dipakai ketika diputuskan bahwa bola Crack tidak memenuhi syarat.
Bagaimanapun, Crack membuat satu inovasi penting dengan memperkenalkan katup pompa latex yang akan diadopsi oleh banyak model setelahnya.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Challenge 4-Star (1966)
Bola untuk Piala Dunia 1966 di Inggris dipilih melalui uji tertutup, sebagaimana yang dilakukan pada edisi 1958, dan menjadi bola pertama yang diproduksi oleh brand modern.

Asosiasi Sepakbola Inggris yang mengambil beberapa langkah untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun pihak yang terlibat dalam proses seleksi - yang dilaksanakan pada pertemuan Biro FIFA di London. Mereka bisa memiliki gambaran terlebih dahulu mengenai 111 bola yang dipasok.
48 di antaranya tidak memenuhi spesifikasi dan dari yang tersisa kemudian dipersempit jadi delapan pilihan, dua lagi didapati gagal memenuhi standar yang diperlukan selama periode uji kelayakan.
Pada akhirnya, pemenangnya adalah bola Challenge 4-Star yang dibuat oleh Slazenger, lebih dikenal sebagai penyedia peralatan raket olahraga. Mirip dengan Top Star, tetapi memiliki 25 panel, bukan 24.
Proses percobaan dan pengembangan untuk turnamen 1966 merupakan yang paling maju dalam sejarah Piala Dunia. 400 bola dalam tiga warna berbeda telah diminta untuk partai final, sementara setiap asosiasi nasional yang bersaing dikirimi bola enam bulan sebelum turnamen agar punya kesempatan agar akrab dengan si kulit bundar itu.
Photo credit: MDBR / Wikipedia
Telstar (1970)
Memasuki 1970 mungkin jadi perkembangan paling dramatis dalam sejarah bola Piala Dunia.

Di tahun itu mencuat Adidas, yang diberi mandat oleh FIFA agar mendesain bola turnamen di Meksiko setelah sukses menggarap hal serupa untuk European Cup 1968 dan Olimpiade, juga di Meksiko, setelahnya.
Dengan begitu, Adidas meminta Federasi Sepakbola Meksiko agar mengadvokasi mereka.
Adidas menciptakan Telstar, yang nantinya akan menjadi bola nan ikonik, dengan panel hitam-putihnya demi meningkatkan visibilitas di televisi pada Piala Dunia pertama yang disiarkan di seluruh penjuru dunia.
Namun, ini bukanlah bola hitam-putih pertama dengan 32 panel, sebab disainnya sudah ada selama beberapa waktu di negara-negara Eropa tertentu.
Namun Telstar membuat FIFA lekat dengan tren bola ini dan lantas membawanya secara global.
Telstar Durlast (1974)
Telstar menjadi fenomena tersendri di eranya dan tidak sepenuhnya dikembangkan kembali untuk turnamen edisi 1974 di Jerman, markas Adidas.

Hanya berganti nama jadi 'Telstar Durlast', tetapi bagian 'Durlast' mencuat pada bola edisi 1970. Nama ini mengacu pada pelapis bola yang dihadirkan untuk melindungi kulit dan memastikannya bertahan dalam cuaca basah.
Dengan penambahan mantel 'Durlast' untuk bola PD 1974, membuatnya berkilau secara khas.
Kabar baiknya bagi Adidas adalah sekarang mereka telah ditetapkan sebagai mitra resmi FIFA dan mereka diizinkan untuk memasang merek mereka pada bola.
Hal itu membuat Telstar Durlast laris manis, dengan bola yang sama di lapangan juga dijual di toko-toko. Kegemilangan Johan Cruyff dan Belanda di turnamen ini membuat bola berada pada desain klasik lainnya.
Photo credit: WorldCupWiki
Tango (1978)
Adidas memperkenalkan Tango - merujuk pada dansa paling terkenal di Argentina - pada 1978.

Bola ini jadi salah satu yang paling populer yang pernah ada, tetapi Adidas agaknya gugup dalam memperkenalkan desain bola kedua mereka untuk Piala Dunia. Pasalnya, mereka juga memproduksi 'Telstar 1978' sebagai back-up.
Tapi nyatanya Tango punya tampilan menawan, yakni dihilangkannya panel Telstar hitam agar warna putih dominan dengan segitiga hitam diatur dalam pola melingkar, menciptakan efek tertentu ketika bola melintasi rumput.
Terjual dengan kuantitas yang besar, bola ini melejit jadi yang paling dikenal dan favorit di dunia.
Selain desain ikoniknya, bagian yang menghadirkan nostalgia dari Tango adalah fakta bahwa bola ini menandai awal berakhirnya era bola kulit.
Tango Espana (1982)
Adidas tidak terlalu berlebihan dalam merancang bola untuk edisi 1982 setelah bola sebelumnya menuai sukses besar. Piala Dunia di Spanyol, Tango Espana diperkenalkan.

Tango Espana menampilkan peningkatan-peningkatan tertentu terhadap anti-air, ketahanan bola serta tak lagi membutuhkan lapisan Durlast, sebab cara yang digunakan sekarang dilas dan dijahit secara bersama.
Lapisan poliuretan penangkal air akan ditambahkan dua tahun kemudian, yang membawa kita selangkah lebih dekat dengan tamatnya riwayat bola kulit seperti yang disebutkan sebelumnya - penjabaran lebih lanjut ada pada edisi Piala Dunia berikutnya.
Di samping itu, perbedaan paling mencolok adalah penambahan logo 'tiga daun' Adidas - dikenal dengan istilah 'trefoil'.
Photo credit: Warren Rohner
Azteca (1986)
Azteca bukanlah bola yang cukup mengesankan, tetapi sangat penting dalam sejarah bola Piala Dunia ditinjau dari beberapa alasan.

Adidas - setelah menggunakan kembali Tango di Spanyol - sekali lagi mendesain bola secara khusus untuk tuan rumah, dalam hal ini adalah Meksiko. Tradisi ini akan berlanjut di setiap turnamen dimulai dari sekarang dan seterusnya.
Namun yang lebih penting, ini adalah bola sintetis pertama yang dipakai dalam Piala Dunia.
Daya tarik bola sintetis sangat jelas: kembali ke bentuk aslinya setelah ditendang dan telah diuji lebih baik daripada bola kulit dalam hampir setiap aspek, termasuk anti-air dan ketahanannya.
Desain pola segitiga Azteca dan merek Adidas terinspirasi dari arsitektur dan mural Aztec.
Etrusco Unico (1990)
Melanjutkan tren penghormatan terhadap negara tuan rumah, nama bola untuk edisi 1990 di Italia merujuk pada Etruscans, sebuah peradaban kuno Italia.

Yang paling menonjol, gaya 'triads' ala Tango dihiasi dengan kepala singa Etruscan, sebuah seni rupa yang mendapat perhatian khusus pada periode tersebut.
Adidas melanjutkan pengerjaan dengan bahan dan properti yang dibutuhkan untuk mendukung sepenuhnya bola sintetis setelah perhelatan Piala Dunia 1986, dengan Etrusco Unico merupakan pengembangan dari Azteca.
Selama 20 tahun antara 1978 dan 1998, faktanya, hanya akan ada sedikit perubahan dari yang terlihat pada bola resmi Piala Dunia, terlepas dari kenyataan bahwa bola-bola Tango dibuat dengan kulit.
Photo credit: warrenski
Questra (1994)
Untuk Piala Dunia pertama yang diselenggarakan di Amerika Serikat, Adidas menghadirkan Questra.

Tema kali ini tentang perjalanan ruang angkasa, yang tertuang dalam desain dan upaya untuk membuat si bola jadi lebih futuristik serta memiliki kinerja tinggi di Piala Dunia.
Setelah turnamen yang cukup membosankan di Italia, FIFA berharap bisa membuahkan banyak hal pada helatan kali ini.
Inovasi utama adalah lapisan busa polystyrene pada bagian luar bola, yang membuatnya lebih lembut saat disentuh dan lebih mudah dikendalikan sembari meningkatkan kecepatannya pada saat bersamaan.
Efeknya jelas. Tidak satu pun tim mampu bermain clean sheet pada perempat-final. hanya tiga dari 16 tim yang berhasil melakukannya di putaran pertama babak gugur. Ironisnya, laga final adalah satu dari tiga hasil imbang 0-0 di sepanjang turanmen, tetapi Piala Dunia edisi kali ini mencatatakan skor tertinggi sejak 1982 dan menampilkan sejumlah gol spektakuler.
Tricolore (1998)
Piala Dunia disiarkan dalam tv berwarna untuk pertama kalinya pada 1970. Namun, tidak sampai 1998, bola pun mengikuti kemajuan yang sama.

Adidas Tricolore diperkenalkan pada Piala Dunia 1998 di Prancis, yang merupakan bola pertama dengan menggunakan desain multi-warna. Ini mempertahankan gaya Tango, tetapi seperti namanya, menghadirkan warna merah, biru dan putih untuk mencocokkan dengan bendera tuan rumah.
Ada peningkatan performa, dengan lapisan busa yang telah diperkenalkan pada 1994 dan dikembangkan lebih lanjut, membuat bola jadi semakin lembut dan lebih gesit.
Tetapi aspek yang paling mencolok dari Tricolore adalah desainnya.
Pengenalan warna menjadikan Adidas membuka mata dengan kemungkinan baru dan publik akan melihat pola tradisional Tango ditinggalkan di perhelatan empat tahun kemudian.
Photo credit: Getty Images
Fevernova (2002)
Dengan Fevernova, yang dibuat untuk Piala Dunia 2002 di Korea Selatan dan Jepang, Adidas mulai benar-benar bereksperimen.

Mereka melakukannya untuk pertama kali dalam desain bola, menghilangkan tampilan tradisional ala Tango untuk sebuah bola kosong yang diberi pola segitiga hijau, emas dan merah yang lebih besar.
Namun Adidas juga terus mengubah berbagai hal dalam aspek teknis, dengan Fevernova dikenang oleh para pemain lantaran bola yang terasa jauh lebih ringan dibanding model-model sebelumnya, sekalipun telah mencapai batas atas berat yang ditetapkan oleh FIFA.
David Beckham, duta Adidas yang membantu menguji bola Fevernova, mendukung klaim bahwa bola ini sudah presisi sedemikian rupa yang pernah dibuat.
Di sisi lain, Gianluigi Buffon melabelinya sebagai "bola dengan pantulan yang gila".
Photo credit: Getty Images
Teamgeist (2006)
Teamgeist, yang berarti spirit tim, menggambarkan tradisi permainan kolektif setiap individu Jerman, yang menjadi tuan rumah.

Kemajuan yang paling kentara pada 2006 adalah pengenalan desain 14 panel dengan jahitan yang sedikit, yang dimaksudkan agar bola lebih bulat dan lebih konsisten. Saat pengujian, mendapatkan penilaian lebih baik dari bola-bola yang beredar di dunia.
Namun, tetap saja tidak semua pemain menyukainya.
Beberapa pemain komplain karena adanya efek 'knuckleball' ketika berada di udara. Mereka mengklaim bola jadi tidak terkendali di situasi tersebut. Hal ini tergambar saat laga pembuka Piala Dunia, ketika Philipp Lham dan Torsten Frings mencetak gol spektakuler yang tampak berbelok arah saat di udara.
Adidas memproduksi bola costum, dicetak dengan menampilkan rincian pertandingan pada setiap bentrokan di turnamen ini. Selain itu, mereka juga memperkenalkan versi emas - 'Teamgeist Berlin' - untuk partai puncak.
Photo credit: Getty Images
Jabulani (2010)
Pada 2010, segala sesuatunya menjadi sangat menarik.

Jabulani mungkin jadi bola paling masyhur yang pernah dibuat. Adidas mencoba untuk mengkreasi bola yang lebih bulat dari sebelumnya dengan kembali meningkatkan sejumlah panel, dari berjumlah 14 yang melekat di Teamgeist jadi hanya delapan untuk Jabulani.
Namun, menurut para kiper, bola ini jadi lebih sulit diprediksi.
Julio Cesar membandingkan Jabulani dengan bola murahan yang dijual di pasar, sementara Iker Casillas menyebutnya sebagai bola "mengerikan". Sebutan-sebutan ini datang karena pengaruh yang dihadirkannya saat melakukan passing dan tembakan, membuat si bola menuai banyak kritik selama fase grup yang terbilang membosankan.
Adidas pun merespons dengan mengklaim pihaknya sudah menguji bola selama enam bulan dan menyebut jika karyanya telah mendapatkan pujian dari para pemain yang bersponsor Adidas seperti Frank Lampard dan Michael Ballack.
Pada akhirnya, dibutuhkan penelitian NASA untuk sampai ke bagian akar masalah ini. Mereka mengungkapkan jika Jabulani "tidak beraturan" [saat gerakan di udara] pada kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan bola-bola sebelumnya karena permukaannya yang lebih halus dengan lapisan yang lebih tipis.
Terdengar bagus dalam hal teori, tetapi masalahnya ketika situasi seperti tendangan bebas langsung, cenderung bergulir pada kecepatan yang sangat tinggi, sehingga efeknya lebih terlihat saat diterapkan di lapangan.
Photo credit: Getty Images
Brazuca (2014)
Jabulani telah menjadi mimpi buruk bagi Adidas, sehingga untuk perhelatan 2014 di Brasil, mereka mengklaim bola kali ini lebih teruji dari sebelumnya.

Bola itu dinamakan Brazuca, kata slang dari 'Brazilian' yang menurut FIFA adalah "kebanggaan nasional dengan cara hidup ala orang Brasil". Bola ini menampilkan multi-warna yang meniru pita khas paling populer di Brasi.
Sekali lagi, ada pengurangan jumlah panel pada bola, dengan Brazuca hanya memiliki enam panel.
Bola tersebut dikirim ke seantero penjuru dunia untuk para pemain, tim dan asosiasi negara masing-masing untuk pengujian dan memberi respons sebelum turnamen digelar. Adidas bahkan mengirim versi tersembunyi untuk digunakan dalam beberapa laga di liga tertentu.
Lebih sedikit kontroversi yang timbul dari Brazuca dan diadopsi oleh sejumlah liga, termasuk Bundesliga dan MLS.
Photo credit: Getty Images
Telstar 18 (2018)
Pada November 2017, Adidas merilis Telstar 18 - bola resmi Piala Dunia 2018 di Rusia.

Ini adalah reinkarnasi dari bola pertama Adidas yang digunakan pada Piala Dunia, yakni si klasik Telstar 1970. Ini juga jadi bola pertama turnamen dengan dominasi warna hitam dan putih sejak 1994.
Satu-satunya yang berwarna menyala pada Telstar 18 adalah lambang emas Adidas. Telstar dan logo Piala Dunia dicetak pada permukaan putih bola, dengan bagian hitam diberi gradien dan efek mosaik.
Seperti Brazuca, Telstar 18 hanya memiliki enam panel tetapi seluruhnya disusun dalam bentuk yang gres dan memberi efek visual lebih seperti bola 32 panel pada edisi 1970.
Bola akan diuji secara ekstensif menjelang turnamen dimulai dan telah digunakan di berbagai kompetisi level muda [dengan desain yang berbeda], termasuk pada Piala Dunia U-20.
Kendati begitu, bola ini telah menuai sejumlah kritik. Kiper Spanyol David De Gea dan Pepe Reina mengklaim bola ini "aneh" dan lebih susah untuk digenggam dibanding bola lainnya.
Kiper Jerman Marc-Andre ter Stegen juga melayangkan kritik serupa, tetapi dia lebih bersikap positif dengan menilai para penjaga gawang akan terbiasa seiring berjalannya waktu.
Photo credit: Getty Images