Senin pagi penuh kemurungan, sebuah pemandangan yang lumrah dijumpai Liverpool musim ini. Ruang analisis video di AXA Training Centre jadi sering terpakai, karena Jurgen Klopp, anak asuhnya, serta staf pelatihnya mencari jawaban dan jalan keluar dari krisis yang melanda The Reds saat ini.
Dalam sebuah musim yang penuh dengan kejutan tak menyenangkan, kekalahan 3-0 di tangan Wolves kemarin Sabtu (4/2) menjadi titik nadir baru. Liverpool terdampar di peringkat 10 Liga Primer Inggris, tersingkir dari Piala FA dan Piala Liga, dan hanya mampu meraih satu kemenangan dari tujuh laga di semua kompetisi sejak pergantian tahun.
Mereka terpaut 11 poin dari empat besar - yang katanya 'target minimal di awal musim - dan lebih dekat dengan zona degradasi daripada zona Liga Champions. Tiga kekalahan kandang beruntun di liga pun menjadi catatan terburuk dalam 11 tahun, dan mereka terancam finis dengan jumlah poin terendah sejak 2011/12.
Dalam jumpa pers pasca-pertandingan di Molineux, Klopp menegaskan bahwa ia masih yakin pada kemampuannya untuk mengembalikan keadaan, tapi mengakui bahwa kepercayaan diri pemainnya anjlok seanjlok-anjloknya. Ia bilang, membangkitkan rasa pede tersebut akan krusial, apalagi sebentar lagi akan ada derbi Merseyside kontra Everton di Anfield.
Namun caranya bagaimana? Memangnya bisa Klopp mengembuskan kehidupan untuk anak asuhnya yang berjalan gontai, mati segan hidup tak mau?
GOAL mencoba mengulasnya...










