Alexander-Arnold Van Dijk Klopp Liverpool GFXGetty/GOAL

6 Tahap Kebangkitan Liverpool Usai Hancur Berantakan: Trent Jadi CM, Jangan Sensi, & Belajar Dari Everton

Senin pagi penuh kemurungan, sebuah pemandangan yang lumrah dijumpai Liverpool musim ini. Ruang analisis video di AXA Training Centre jadi sering terpakai, karena Jurgen Klopp, anak asuhnya, serta staf pelatihnya mencari jawaban dan jalan keluar dari krisis yang melanda The Reds saat ini.

Dalam sebuah musim yang penuh dengan kejutan tak menyenangkan, kekalahan 3-0 di tangan Wolves kemarin Sabtu (4/2) menjadi titik nadir baru. Liverpool terdampar di peringkat 10 Liga Primer Inggris, tersingkir dari Piala FA dan Piala Liga, dan hanya mampu meraih satu kemenangan dari tujuh laga di semua kompetisi sejak pergantian tahun.

Mereka terpaut 11 poin dari empat besar - yang katanya 'target minimal di awal musim - dan lebih dekat dengan zona degradasi daripada zona Liga Champions. Tiga kekalahan kandang beruntun di liga pun menjadi catatan terburuk dalam 11 tahun, dan mereka terancam finis dengan jumlah poin terendah sejak 2011/12.

Dalam jumpa pers pasca-pertandingan di Molineux, Klopp menegaskan bahwa ia masih yakin pada kemampuannya untuk mengembalikan keadaan, tapi mengakui bahwa kepercayaan diri pemainnya anjlok seanjlok-anjloknya. Ia bilang, membangkitkan rasa pede tersebut akan krusial, apalagi sebentar lagi akan ada derbi Merseyside kontra Everton di Anfield.

Namun caranya bagaimana? Memangnya bisa Klopp mengembuskan kehidupan untuk anak asuhnya yang berjalan gontai, mati segan hidup tak mau?

GOAL mencoba mengulasnya...

  • Liverpool Crystal Palace 2021Getty

    Ingatlah

    Rasanya memang beda, karena segala yang terjadi musim ini sangatlah mengejutkan, tapi ini bukan kali pertama Liverpool asuhan Klopp berada di situasi ini.

    Dua tahun lalu, The Reds menorehkan enam kekalahan kandang beruntun di Liga Primer. Klub-klub seperti Burnley, Brighton, Fulham, dan, ya, bahkan Everton, datang ke Anfield dan pulang dengan tiga poin.

    Saat itu, persis seperti sekarang, mereka dihantam krisis cedera dan kepercayaan diri, dihantam rumor ruang ganti yang tidak bahagia dan manajer yang uring-uringan. Saat itu, persis seperti sekarang, Klopp menepis semuanya, menegaskan bahwa ia siap menghadapi tantangan memperbaiki segala-galanya.

    Benar saja, dia berhasil memperbaiki semuanya. Liverpool memang tak menutup 2020/21 dengan sepakbola indah, apalagi trofi, tapi mereka berhasil mendapatkan hasil-hasil yang diperlukan, memaksakan kemenangan demi kemenangan baik tandang maupun kandang lewat tekad dan mental baja. Mereka finis musim itu dengan rentetan 10 laga tak terkalahkan, delapan darinya merupakan kemenangan, untuk finis ketiga dan lolos ke Liga Champions, di saat banyak yang memprediksi finis 10 besar saja sudah hebat.

    Mungkin mustahil hal serupa terjadi lagi, tapi Klopp tahu bahwa itu bisa dicapai. Sejarah membuktikan demikian.

  • Iklan
  • Virgil van Dijk Liverpool 2022-23Getty Images

    Kembalinya sang raksasa Liverpool

    Ssst, jangan keras-keras, tapi sepertinya ada kabar baik soal cedera pekan ini! Diogo Jota, Roberto Firmino, dan Virgil van Dijk berpotensi berlatih penuh di Kirkby.

    Ketiganya bisa menjadi pembeda, tapi Van Dijk-lah yang impaknya sangat dirindukan. Pertahanan Liverpool benar-benar amburadul akhir-akhir ini, kemasukan 13 gol dalam lima laga kontra Brentford, Brighton, dan Wolves, pun terlihat mengkhawatirkan setiap diserang lewat bola mati.

    Kerapuhan tersebut jelas akan diuji Everton, yang akan datang ke Anfield setelah dibuai kemenangan bombastis atas Arsenal akhir pekan kemarin, dan kehadiran Van Dijk, sekalipun dia cuma 75 persen fit, akan menjadi dorongan besar bagi Klopp, juga bagi pemain seperti Andy Robertson dan Joel Matip, yang luntang-lantung ditinggal sang raksasa Belanda.

    Kemahirannya dalam duel udara, serta kepemimpinannya, bisa sangat krusial di hari derbi.

  • Jurgen Klopp Liverpool 2022Getty

    Jangan terlalu sensi, Jurgen

    Enggak perlu mengintip klasemen untuk berkata Liverpool sedang tidak baik-baik saja. Lihat saja wajah dan bahasa tubuh para pemain dan Klopp.

    Di Molineux contohnya. Sejak Matip salah mengumpan ke Ruben Neves, langsung ada aura kelam yang menyelimuti Liverpool, perasaan 'yaelah, begini lagi' menyeruak, menyerang kalbu para pemain, karena lagi-lagi mereka akan dijadikan bulan-bulanan lawan.

    Tentu saja, mood Klopp sangat murung, dan ia mengambil keputusan tepat tak bikin-bikin alasan untuk pemainnya. Ya, ia mengisyaratkan bahwa sudah waktunya mereka berhenti bersembunyi di balik satu alasan yang selalu digaung-gaungkan, yakni bahwa musim kemarin mereka bermain terlalu banyak sehingga wajar saja jika musim ini mengalami penurunan.

    Ide bagus memang, tapi ia juga gegabah bikin-bikin sensasi merasa tersinggung dengan pertanyaan seorang jurnalis (pertanyaannya sangat wajar!), dan mengundang cemoohan karena bilang gol ketiga Wolves "tak dihitung".

    Hal-hal seperti itu, termasuk mengeluhkan jam sepakmula, jadwal pertandingan, atau cuaca, mungkin memang terdengar minor - dan tak akan ada yang peduli jika Anda menang terus-terusan - tapi yang seperti itu cuma jadi bahan bakar narasi bahwa Liverpool sedang remuk.

    Tak ada yang berharap Klopp menanggapi pertanyaan jurnalis dengan semringah dan berseri-seri, tapi mungkin ada baiknya jika ia tidak terlalu sensi dan banyak bicara seperti sekarang.

  • Salah Nunez Gakpo Liverpool Wolves 2022-23Getty Images

    Main yang benar, dong!

    Bayangkan skenario ini: di menit kedelapan laga kontra Brentford pada 2 Januari, Darwin Nunez menerima umpan Mohamed Salah, melewati kiper David Raya, dan menceploskan bola untuk membawa Liverpool unggul cepat.

    Atau bayangkan ini: di babak pertama laga kontra Brighton pada 14 Januari, Salah mendapat umpan Jordan Henderson, melewati kawalan, dan menendang bola dengan mantap melewati kawalan kiper Robert Sanchez.

    Atau mungkin bagaimana jika tepat sebelum turun minum, Nunez mengumpan ke Salah di laga Wolves? Mungkin ia menyelesaikan peluang-peluang yang ia dapatkan dari Trent Alexander-Arnold di babak kedua?

    Memang sekadar andai, jika, mungkin... tapi tak ada yang bisa memungkiri bahwa Liverpool punya banyak peluang untuk tidak berada di situasi saat ini. Mereka sudah kalah tujuh kali di Liga Primer musim ini, dan di kesemuanya, mereka punya peluang nyata untuk meraih poin, tapi lagi dan lagi finishing dan/atau pengambilan keputusan sepertiga akhir yang buruk melenyapkan peluang tersebut di momen-momen krusial.

    Gol bisa mengubah laga, dan The Reds sangat kurang memproduksi gol. Jika mengecualikan kemenangan 9-0 atas Bournemouth di awal musim, mereka cuma mencetak 25 gol dari 20 penampian liga, sama dengan Aston Villa dan lebih sedikit dari Leeds yang memecat manajer mereka Senin (6/2) ini karena takut jatuh makin dalam di lubang zona degradasi.

    Cuma enam kali Liverpool mencetak gol duluan di liga musim ini. Perjuangan jelas lebih berat jika terus-terusan kebobolan duluan.

    Terserah pada Salah, Nunez, dan kawan-kawan untuk mengubah itu semua. Segera.

  • Trent Alexander-Arnold - LiverpoolGetty Images

    Jajal Trent Alexander-Arnold di lini tengah

    Ini merupakan saran yang berkali-kali dilontarkan fans dan pandit, yang selalu ditolak mentah-mentah oleh Klopp dan stafnya.

    Tapi melihat Trent Alexander-Arnold kesulitan memberi kontribusi dari bek kanan, dan melihat lawan selalu mengidentifikasi TAA sebagai titik lemah pertahanan, mungkin memindahkannya ke lini tengah, meski cuma jangka pendek, bisa menguntungkan untuk Liverpool?

    Joe Gomez dan James Milner memang tak bisa dibilang sebagai solusi di bek kanan - dan pemain baru Calvin Ramsay hampir tak pernah digunakan - tapi keduanya sudah pernah tampil cukup oke di sana, dan akan menarik melihat apakah umpan-umpan manja serta sepakan jarak jauh Alexander-Arnold bisa menjadi pembeda di lini tengah yang masih saja semenjana, meski Fabinho dan Jordan Henderson yang tampil di bawah ekspektasi sudah dicadangkan. Toh TAA biasanya juga lambat laun bergerak lini tengah, untuk mengompensasi agar Liverpool tak didominasi di ruang mesin.

    Dugaannya, sih, Klopp tidak akan melakukan perubahan drastis yang seperti itu, apalagi menjelang derbi, tapi bisa dimengerti jika ia akhirnya menjajalnya. Trent adalah pemain Liverpool paling kreatif, tapi untuk saat ini ia terlalu banyak menghabiskan waktu ketar-ketir diserang lawan.

  • James Tarkowski Everton 2022-23Getty Images

    Belajarlah dari... Everton!

    Debut Sean Dyche sebagai pelatih Everton membuktikan bahwa perubahan nasib drastis sama sekali bukan mimpi siang bolong yang mustahil terjadi dalam sepakbola.

    Performa Everton sangat memalukan sejak November, tapi akhir pekan lalu, mereka membungkam Arsenal sang pemimpin klasemen, dan menyuguhkan penampilan yang meyakinkan para pemain dan suporter bahwa masih ada hari esok.

    Mereka juga tidak melakukan perubahan drastis atau mengejutkan. Mereka cuma mempertahankan area penalti dengan lebih baik, berlari lebih kuat, mengirimkan bola-bola ke area berbahaya dari sisi sayap, dan mengirimkan bola mati yang jitu.

    Mungkin yang paling penting justru adalah bahwa mereka memberi fans alasan untuk terus mendukung performa mereka. Sekalipun The Toffees gagal mempertahankan keunggulan kontra Arsenal, rasanya para penggemar tetap akan berpesta lega.

    Liverpool memang tak harus meniru Dyche mentah-mentah di Anfield saat menghadapi anak asuhnya, tapi mereka harus memastikan bahwa suporter ikut terlibat. Itu artinya mereka harus meningkatkan konsentrasi, organisasi, agresi, dan bahasa tubuh yang menunjukkan komitmen penuh, sejak peluit tanda sepakmula ditiupkan.

    Dengan kata lain, berubahlah 180 derajat dibandingkan saat melawan Wolves!

0