Jadon Sancho Erik ten Hag Cristiano RonaldoGetty

Pawangi Ronaldo, Bebaskan Sancho & Trofi! 7 Syarat Sukses Erik Ten Hag Di Manchester United

Tugas Erik ten Hag membangkitkan sang raksasa mati suri, yakni Manchester United, rasanya amat berat cenderung mustahil. Setidaknya tugas tersebut terlalu besar buat David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, dan Ole Gunnar Solskjaer.

Dengan Manchester City dan Liverpool kini menjadi dua hegemon Liga Primer Inggris, The Red Devils jadi juara liga bagaikan pungguk merindukan bulan. Lantas, pencapaian apa yang bisa dihitung sebagai kesuksesan di tahun pertama Ten Hag?

GOAL menilik tujuh aspek yang bakal menentukan kesuksesan manajer asal Belanda itu di musim pertamanya di Old Trafford...

  • Cristiano-Ronaldo(C)Getty Images

    Jinakkan Cristiano Ronaldo

    Keberadaan Ronaldo sangat penting bagi harapan Man United.

    Di Old Trafford, eks Real Madrid itu seolah hidup di dua dunia: menjadi penyakit sekaligus obat mujarab – tapi manfaat dari Ronaldo yang berkekuatan penuh jauh melebihi mudaratnya.

    Lagi-lagi, musim lalu CR7 membuktikan bahwa dia masih merupakan seorang striker mematikan dengan 24 gol di semua kompetisi. Dan setelah The Red Devils cuma bisa gigit jari melihat Erling Haaland dan Darwin Nunez bergabung ke dua rival bebuyutan mereka, Man City dan Liverpool, United harus bisa mengandalkan penyerang gaek mereka untuk menopang beban mencetak gol.

    Tapi, tugas Ten Hag adalah menemukan cara untuk menggunakan Ronaldo dalam racikannya, sembari menerima fakta bahwa bintang Portugal itu tidak akan melakukan pressing seganas penyerang modern zaman sekarang.

    Manchester United harus melakukan subsidi silang, dengan menginstruksikan pemain lain menekan lawan dengan lebih giat, sambil percaya bahwa Ronaldo bakal melakukan tugasnya dengan sempurna di depan gawang.

    Sulit mencari keseimbangan ini – dan jelas-jelas bisa menjadi faktor krusial dalam musim pertama Ten Hag.

  • Iklan
  • Jadon Sancho Manchester United City 2021-22Getty

    Panjangkan Napas Marcus Rashford & Jadon Sancho

    Semua juga tahu bahwa Jadon Sancho menjalani awal yang sangat mengecewakan di Man United – dahulu anggota kunci skuad Inggris racikan Gareth Southgate, kini bisa masuk bangku cadangan di Piala Dunia saja sudah untung.

    Sekalipun FIFA sudah resmi menambah jumlah skuad yang bisa dibawa menjadi 26 pemain, Sancho masih punya banyak PR untuk bisa ikut dibawa ke Qatar. Prioritas utamanya sekarang adalah memperbaiki nasib di Manchester.

    Sancho mestinya jadi jawaban doa-doa fans Man United yang menginginkan sosok winger ciamik semenjak ditinggal Cristiano Ronaldo pada 2009. Dia masih bisa menadi sosok tersebut – fakta bahwa manajer yang memboyongnya dipecat beberapa bulan kemudian memang kurang ideal.

    Di bawah Ralf Rangnick, aksi brilian Sancho mulai terlihat, dan Ten Hag harus bisa semakin memolesnya.

    Marcus Rashford satu lagi yang membutuhkan kasih sayang dari sang manajer baru.

    Sama seperti Sancho, dia juga berjuang merebut posisi di Piala Dunia dan ingin Ten Hag memberinya kesempatan untuk mengamankan sisi kiri serangan sebagai miliknya.

    Dia berharap akhirnya bisa mendapatkan pendidikan mumpuni yang tak pernah ia dapatkan sejak enam tahun lalu menembus skuad utama Setan Merah.

    Kalau Ten Hag bisa memaksimalkan Rashford dan Sancho, keduanya bisa menjadi napas baru trisula Manchester United.

  • Champions League trophyGetty

    Lolos Liga Champions

    Manchester United harus kembali ke papan atas Liga Inggris dan kembali mengikuti kasta tertinggi sepakbola Eropa di musim pertama Ten Hag. Ini absolut dan tak bisa ditawar.

    Dulu mereka adalah sebuah klub yang bisa lolos Liga Champions sambil lalu -- kadang juga juara liga! Sekarang? Menjadi klub medioker yang mulai akrab dengan Liga Malam Jumat alias Liga Europa.

    Masalah Ten Hag, adalah mungkin perebutan empat besar musim 2022/23 akan menjadi yang paling sengit. Tottenham mulai segar di bawah Antonio Conte, Arsenal bangkit perlahan dan agak garang di bursa transfer, serta Chelsea yang cuma sekelas di bawah Man City dan Liverpool.

    Jangan lupa, ada West Ham – dan mungkin si 'Sultan Baru' Newcastle. Akan jadi perjuangan yang berat untuk MU.

    Sulit bilang sukses kalau Man United gagal lolos Liga Champions dua musim berturut-turut.

  • Cristiano Ronaldo, Scott McTominay Manchester UnitedGetty

    Trofi.. Apa Pun, yang Penting Trofi!

    Sudah lima tahun sejak Manchester United terakhir meraih trofi. Lima tahun penuh harapan palsu, kebangkitan semu, dengan personil datang silih berganti.

    Ketika Mourinho memimpin mereka mengawinkan Piala Liga dan Liga Europa pada 2017, rasanya masa keemasan itu mulai terlihat lagi.

    Dia lalu memandu mereka finis kedua di musim berikutnya dan mencapai final Piala FA.

    Namun di saat yang sama, sampai sekarang, Man United cuma bisa menyaksikan sepakbola Inggris yang didominasi Man City dan Liverpool.

    Tontonan yang menyakitkan – dan meski Solskjaer nyaris menghadirkan trofi Liga Europa (hanya terhenti di adu penalti di partai puncak), United tak pernah cukup baik untuk menjuarai kompetisi besar secara reguler.

    Ten Hag sendiri terbiasa juara – memenangkan tiga gelar Eredivisie dan dua Piala KNVB atau Piala Belanda selama menukangi Ajax.

    Dia akan menjadi bagian dari daftar manajer United yang memenangkan trofi besar di Old Trafford jika mampu menghadirkan kesuksesan nyata.

  • Jurgen Klopp, Pep GuardiolaGetty

    Gasak Pep Guardiola & Jurgen Klopp

    Yakinlah, bahwa mayoritas fans United sudah terima nasib klub kesayangan mereka tak akan berebut gelar liga musim ini. Yang mau mereka lihat adalah progres – dan, idealnya, sedikit kesempatan untuk mempermalukan rival mereka – tak peduli seberapa remeh.

    Kemenangan comeback 3-2 untuk menunda perayaan juara Man City di 2018 mungkin merupakan salah satu momen terbaik Paul Pogba dalam seragam United. Air mata Etihad seolah benar-benar menuntaskan dahaga loyalis Setan Merah – sekalipun mereka sadar mereka cuma menunda apa yang sudah digariskan.

    Raungan dari tribun ketika Scott McTominay memastikan skor menjadi 2-0 di kemenangan derbi pada 2020 juga rasa-rasanya bisa bikin atap Old Trafford rubuh.

    Kemenangan atas PSG berkat penalti Rashford di Liga Champions 2019 adalah satu-satunya momen yang paling mendekati comeback epik 1999 semenjak pensiunnya Sir Alex Ferguson.

    Sepakbola adalah tentang momen-momen seperti itu, dan Ten Hag sebaiknya bisa menghadirkannya di awal musim.

    Dengan Manchester United menghadapi Liverpool di laga ketiga Liga Primer Inggris 2022/23, dan Man City di awal Oktober, dia bakal mendapatkan kesempatan emas untuk menandai kehadirannya di Britania.

  • Manchester United fans 2021-22Getty Images

    Bangun Hubungan Baik dengan Fans

    Selain juru taktik jenius, kesuksesan Klopp berakar dari bahwa dia memahami apa artinya menjadi seorang Liverpool.

    Dan itu juga menjadi alasan mengapa petinggi Man United gagal meyakinkannya untuk hijrah ke Old Trafford.

    Hubungannya dengan Kopites adalah sesuatu yang bahkan tak bisa ditiru Guardiola di Man City, di mana dia berkali-kali menyindir atmosfer di Etihad.

    Klopp membangun sebuah tim dalam tradisi terbaik Liverpool – tim yang mampu membikin sisi merah kota pelabuhan tersebut membara.

    Dia bahkan mengecam pemilik The Reds ketika diperlukan – ingat bagaimana dia bersikap antipati terhadap European Super League?

    Klopp adalah seorang Kopite – dan itu menghadirkan situasi yang sangat menguntungkan.

    Solskjaer memahami makna menjadi seorang United, bisa dilihat dari betapa loyalnya fans Setan Merah terhadap dirinyanya sekalipun sudah jelas bahwa rezim Ole tak akan membuahkan apa-apa.

    Ten Hag perlu mengajak para suporter ke dalam wahana rollercoaster mendebarkan yakni Manchester United.

    Pada akhirnya, hasil positif saja memang sudah cukup buat manajer mana pun – tapi kalau Ten Hag mendengarkan suporter, dan menjadi suara mereka di pinggir lapangan, di ruang dewan petinggi, dan di tempat latihan, itu bisa menjadi pembeda.

    Van Gaal dan Mourinho terlalu buang-buang waktu mengedukasi fans United soal apa yang bisa mereka harapkan dari era pasca-Ferguson, mengajak terima nasib dan sebagainya.

    Tapi fans Man United mengharapkan tim juara, dengan sepakbola atraktif dan gelimang trofi – mereka sudah kenyang dengan alasan.

  • Erik ten HagGetty Images

    Gaya Sepakbola yang Atraktif

    A major part of United’s problems over the past nine years has been a lack of consistency over their managerial appointments.

    Salah satu persoalan terbesar Man United selama sembilan tahun terakhir adalah pilihan manajer yang inkonsisten.

    Dari Moyes ke Van Gaal, Mourinho, sampai Solskjaer, filosofi sepakbola mereka gonta-ganti melulu. Buntutnya, United terjebak dengan skuad gemuk, yang disusun secara serampangan oleh lima pelatih berbeda, termasuk oleh Fergie.

    Segala ide sepakbola yang mereka coba gagal membuat fans beranjak dari kursinya: Van Gaal terlalu fokus pada penguasaan bola sampai jadi membosankan, sementara pendekatan pragmatis a la Mourinho sudah kuno dibandingkan dengan racikan Guardiola yang atraktif dan Klopp yang heavy metal.

    Era Solskjaer menghasilkan berbagai kenangan indah dengan penampilan mendebarkan – tidak cuma kontra PSG – tapi taktik serangan baliknya tumpul melawan oposisi yang lebih lemah.

    Ten Hag harus segera mengimplementasikan filosofinya sendiri – sekalipun tidak langsung membuahkan hasil.

    Fans bakal sabar kalau mereka bisa melihat apa yang sebenarnya coba ia formulasikan – bahkan mungkin percaya bahwa jalannya adalah jalan yang tepat.

    Solskjaer tahu betul bahwa klub ini sudah pernah mencicipi sepakbola mendebarkan yang bikin jantung berpacu saking semangatnya dan di momen-momen terbaik sang Baby Faced Assassin, itulah yang dia tawarkan. Sayangnya dia bukan pelatih yang cukup bagus yang bisa menyulap formula itu menjadi formula kemenangan yang konsisten.

    Van Gaal dan Mourinho terlalu kolot untuk mengubah filosofi yang menghadirkan kesuksesan buat mereka di masa lampau.

    Salah satu alasan terbesar Man United menunjuk Ten Hag adalah ideologinya yang kental di Ajax, dan sebaiknya pelatih asal Belanda itu bisa segera menerapkannya di Manchester. Salah-salah bernasib seperti para pendahulunya.

0