FLN memutuskan untuk mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya. Perjuangan kemerdekaan seharusnya tidak lagi hanya diperjuangkan di medan perang, tetapi juga secara simbolis. Idenya berani: membentuk tim nasional Aljazair di pengasingan, yang akan berfungsi sebagai alat propaganda dan kebanggaan bagi perjuangan tersebut.
Ahmed Ben Bella, salah satu pendiri FLN - dan mantan pemain Olympique de Marseille - sangat memahami kekuatan sepakbola untuk menggerakkan hati dan membakar semangat.
Pada tahun 1958, 33 pesepakbola asal Aljazair bermain untuk klub-klub di Ligue 1 Prancis. Mohamed Boumezra, yang bertanggung jawab mengorganisir proyek tersebut, diam-diam menghubungi mereka dengan sebuah pertanyaan yang akan mengubah hidup mereka:
"Apakah Anda bersedia meninggalkan karier Anda di Prancis untuk mewakili Aljazair di tim FLN?"
Banyak yang menjawab ya, di antaranya yang paling terkenal: Mustapha Zitouni dan Rachid Mekhloufi.
"Itu adalah kelanjutan dari perjuangan Aljazair di bawah penjajahan Prancis. Itu adalah cara paling efektif untuk menunjukkan bahwa ada perang di Aljazair. Karena penyensoran di media Prancis, dunia mengabaikan apa yang sedang terjadi. Tindakan kami, kepergian kami, adalah bukti nyata bahwa sebuah gerakan dan konflik nyata memang ada," kenang Mekhloufi kemudian dalam sebuah wawancara dengan GOAL.
Pelarian rahasia para pemain direncanakan pada malam tanggal 13 dan 14 April 1958, tetapi bukannya tanpa komplikasi. Mekhloufi cedera dalam pertandingan yang seharusnya menjadi pertandingan terakhirnya untuk Saint-Etienne dan menghabiskan malam di rumah sakit. Keesokan paginya, masih mengenakan piyama, ia dijemput bersama tiga rekan setimnya dan diantar ke perbatasan Prancis-Swiss.
Alih-alih diinterogasi, penjaga perbatasan hanya mengajukan satu permintaan yang tidak biasa: tanda tangan.
Tak lama kemudian, kecurigaan muncul di Prancis. Pada 15 April, surat kabar L'Equipe memuat judul berita: "Sembilan pesepakbola Aljazair hilang." Beberapa, seperti Hacene Chabri dan Mohamed Maouche, tidak dapat melarikan diri: mereka ditangkap dan dicegah meninggalkan negara itu selama berbulan-bulan.
Sementara itu, yang lainnya tiba satu per satu di Tunisia, tempat pemerintah sementara Aljazair telah mendirikan kantor pusatnya. Di sana, tim nasional FLN, simbol Aljazair yang masih berjuang untuk bertahan hidup, secara resmi diperkenalkan.