Paul Pogba Man Utd Juventus GFXGetty/GOAL

Pogba Is Back! Flop Di Man United, Mungkinkah Juventus Selamatkan Kariernya?

Pada Juli 2016, Massimiliano Allegri mengumandangkan sebuah peringatan, yang jelas-jelas ditujukan untuk Paul Pogba.

"Siapa pun yang punya kesempatan meninggalkan Juventus harus mempertimbangkannya masak-masak karena, saat ini, Juventus adalah satu dari empat besar klub Eropa," ucap bos Bianconeri tersebut.

Sayangnya, peringatan itu Pogba abaikan.

Meski mendiang agen Pogba, Mino Raiola, selalu menegaskan bahwa kliennya hanya akan meninggalkan Juve di waktu yang tepat, untuk "proyek yang tepat", dan "tim yang tepat", dia malah bergabung dengan Manchester United asuhan Jose Mourinho.

Intinya, Raiola dan Pogba tak bisa lebih keliru lagi dalam mengambil langkah paling penting di karier sang gelandang Prancis tersebut.

Memang ada alasan sentimental. Pogba tak benar-benar ingin meninggalkan Man United demi Juventus 2012 lalu. Dia merasa sebagai seorang "Mancunian". Dia ingin membuktikan dirinya di Old Trafford.

Tak ayal, dia "syok" bagaimana negosiasi perpanjangan kontraknya kolaps, dengan Raiola dan manajer Man United waktu itu, Sir Alex Ferguson, bentrok dalam sebuah pertemuan penting untuk menentukan masa depan Pogba.

Raiola belum lama ini mengakui, lewat dokumenter besutan Amazon Prime, bahwa tawaran Man United waktu itu adalah sebuah penghinaan, dengan berkata kepada Ferguson: "Demi duit segini, anjing chihuahua saya saja tak akan sudi menjejakkan kaki di rumput tempat latihan!"

Fergie lalu pensiun, sehingga membuka pintu kepulangan Pogba ke United empat tahun lalu; tapi siapa sangka, pintu tersebut menjadi pintu kehancurannya...

  • Paul Pogba Jose Mourinho Manchester United 2018Getty

    Runtuhnya Man United pasca-Ferguson

    Man United sudah menjadi klub amburadul sejak 2016, masih belum mampu pulih semenjak ditinggal pensiun oleh Ferguson tiga tahun sebelumnya.

    Mereka tak lagi dipimpin salah satu manajer terbaik yang pernah ada di sepakbola; mereka cuma punya seorang Ed Woodward.

    Dan, dalam keputusasaannya membangkitkan United, dia memasrahkan segalanya kepada Mourinho – tak beda jauh dengan menyerahkan rekening tabungan kalian ke tangan Josep Maria Bartomeu.

    Kerjasama Mourinho dan Pogba memang tak pernah akan bisa awet, dan betapa puitisnya sang manajer akhirnya dipecat setelah memarkir Pogba di bangku cadangan dalam laga kontra Liverpool

    Setelah itu, Woodward tak henti-hentinya bikin blunder di sektor rekrutmen. Buntutnya? Pogba yang baru 23 tahun saat kembali ke Old Trafford membuang-buang masa prima karier klubnya di Manchester United.

    Dan sekarang, di sini lah dia, 20 tahun, kembali di Juve, berharap bisa menyelamatkan kariernya. Tapi masalahnya, Juve bukan lagi klub yang sama seperti yang ia tinggalkan enam tahun lalu.

  • Iklan
  • Andrea Pirlo Paul Pogba Juventus 2014Getty

    Juventus sama bobroknya dengan Man United

    Juventus bukan lagi salah satu dari empat tim terbesar di Eropa. Mereka memang bermain di final Liga Champions setahun setelah Pogba pergi, tetapi sejak saat itu Bianconeri tak pernah menembus lebih jauh dari perempat-final.

    Kemunduran mereka—yang masih segar tapi terjadi begitu cepat—sangat tergambarkan oleh fakta bahwa selama tiga musim terakhir Juve selalu dipermalukan di babak 16 besar oleh klub yang daya finansialnya lebih lemah: Lyon, Porto, dan VIllarreal.

    Sehingga tak berlebihan untuk berkata bahwa kepergian Pogba adalah peristiwa signifikan dalam tergerusnya apa yang dahulu membuat Juventus begitu digdaya: lini tengah mereka.

    Ketika pria asal Prancis itu tiba di Turin secara gratis dari United 2012 lalu, dia dikelelingi oleh Andrea Pirlo, Arturo Vidal, dan Claudio Marchisio.

    Antonio Conte memang sukses meyakinkan Pogba untuk menolak Arsenal & Chelsea dengan menjanjikan lebih banyak kesempatan di Juve, tapi semua menyangka Pogba remaja cuma akan pelan-pelan diintegrasikan ke tim utama Si Nyonya Tua, setidaknya di musim pertama.

    Namun, yang terjadi adalah Pogba sudah menjadi starter reguler begitu 2012/13 berakhir. Bakat fisik naturalnya, teknik yang menawan, serta potensinya yang tak terbatas dapat dilihat dengan mata telanjang sejak sesi latihan pertama bareng nama-nama besar sepakbola.

    "Dia masih muda, tapi kami bisa melihat bahwa dia spesial," kata Pirlo kepada The Telegraph.

    "Saya ingat betul GIanluigi Buffon menghampiri saya sambil ketawa dan berkata: 'Serius mereka melepasnya gratisan?!'"

  • Antonio Conte Paul Pogba Juventus 2013Getty

    Memaksimalkan Pogba

    Seperti yang diketahui, Manchester United akhirnya membelinya kembali dengan biaya £89 juta yang waktu itu menjadi rekor dunia – sebuah bukti ngerinya progres yang ia jalani di Juve, pertama di bawah Conte, lalu Allegri.

    Conte bahkan mengubah taktiknya cuma untuk memasang Pogba di sisi kiri trio gelandang – sebuah langkah yang Pogba akui vital dalam usahanya menembus skuad timnas Prancis.

    Sementara itu, Allegri bahkan mendorong Pogba untuk bermain lebih maju di musim terakhirnya di Turin, untuk memaksimalkan kreativitasnya – terutama karena Juve perlahan tapi pasti mulai kesulitan mendobrak pertahanan lawan dan mengendalikan laga usai ditinggal Pirlo ke New York setelah dikalahkan Barcelona di final Liga Champions 2015.

    Tak lama setelah patah hati di Berlin, Pogba bahkan diberi jersey No.10 (dan akan diberi nomor yang sama begitu resmi kembali).

    Itu adalah sebuah langkah terukur yang dilakukan Juve, sebuah simbol apresiasi, usaha untuk mempertahankannya, mengingat rumor transfer Pogba semakin menggila (salah satunya gara-gara Raiola).

    Harapannya adalah Pogba akan menikmati tanggung jawab baru tersebut dan mengikrarkan masa depan jangka menengahnya kepada Si Nyonya Tua, agar Beppe Marotta bisa membangun lini tengah baru dengan dia menjadi intinya.

    Namun yang terjadi adalah dia hengkang ke Manchester United. Transfer yang masuk akal secara finansial buat Pogba dan Juve, namun pada akhirnya, ini menjadi perceraian yang amat mahal bagi keduanya.

  • ENJOYED THIS STORY?

    Add GOAL.com as a preferred source on Google to see more of our reporting

  • PAUL POGBA JUVENTUS SUPERCOPPA 2014 12222014imago Sportfotodienst

    Juve kangen Pogba seperti Pogba kangen Juve

    Juve menghabiskan enam musim terakhir berusaha – dan gagal – menemukan pemain serupa Pogba, yang mengawinkan skill, kekuatan, dan, mungkin yang paling penting, ancaman gol dari lini tengah.

    Sergej Milinkovic-Savic mungkin bisa menjadi pengganti yang pantas, tetapi dia tak pernah tiba di Turin karena berbagai alasan. Dari keengganan Lazio menjual gelandang Serbia itu di bawah ratusan juta Euro, sampai krisis finansial Juve pasca-pandemi.

    Selain itu, di musim panas yang sama Juventus mengantongi €105 juta dari menjual Pogba, Beppe Marotta (CEO mereka kala itu) melakukan pembelian boros yang tak seperti strategi Juve biasanya. Dia merekrut striker Argentina yakni Gonzalo Higuain dari Napoli dengan harga €90 juta – sebuah transfer kontroversial yang benar-benar cuma sukses semusim saja.

    Maka tidak kaget saat Marotta mundur usai Juve kembali melakukan perjudian besar yang konyol dengan mendatangkan Cristiano Ronaldo hanya satu tahun setelah Higuain.

    Sejak saat itu, transfer Bianconeri mengalami kemerosotan drastis. Suksesor dan bekas tangan kanan Marotta, Fabio Paraticci, pun harus membayar pembelian-pembelian kacaunya dengan pekerjaannya.

    Jadi, ketika dulu Pogba satu tim dengan pemain sekelas Pirlo, VIdal, dan Marchisio, kini dia harus puas dengan nama-nama seperti Arthur, Adrien Rabiot, Weston McKennie, Denis Zakaria, dan Manuel Locatelli.

    Selain nama terakhir, rasanya tak jauh peda dengan pemain medioker yang mengelilinginya di Old Trafford.

    Fakta bahwa Scott McTominay dan Fred adalah duo lini tengah yang jauh lebih bisa diandalkan daripada Pogba sudah cukup untuk menggambarkan betapa ambyarnya masa bakti kedua pria 29 tahun itu di Manchester.

  • Paul Pogba Manchester United Norwich Premier League 2021-22Getty

    'F*ck off, Pogba!'

    Selama enam tahun di Liga Primer Inggris, Pogba cuma sekali masuk PFA Team of the Season, yakni pada 2018/19 ketika dia mencetak lebih banyak gol (13) dan assist (sembilan) dibandingkan pemain Man United lainnya.

    Selain sempat membara pasca-Mourinho antara Desember sampai Februari, Pogba juga mengecewakan di bawah Ole Gunnar Solskjaer, juga ketika Ralf Rangnick menjadi kerteker.

    Seringkali, Pogba cuma menjadi sumber frustrasi, yang pada akhirnya tumpah ruah di musim terakhirnya di Man United. Ingat laga kandang versus Norwich April lalu?

    "F*ck off, Pogba!" berkumandang dari tribun Stretford, menemani langkahnya keluar lapangan setelah lagi-lagi tampil semenjana.

    Pada titik itu, Pogba dirasa sebagai pengejawantahan keamburadulan Man United: sosok pesolek yang digaji mahal tapi tak berkontribusi apa-apa, dan lebih berguna buat departemen pemasaran daripada tim sepakbola.

    Fans United pun bahagia dia minggat, sebagaimana fans Juve bahagia dia kembali.

    Mungkin situasi itu merangkum seorang Pogba sebagai pemain dan pribadi: sosok yang sangat mempolarisasi.

  • Paul Pogba Gigi Buffon Juventus 2015-16Getty

    Jangan pernah kembali?

    It's worth noting, though, that there were never any gripes over his character, fashion choices or off-field activities during his time at Juve.

    Namun layak dicatat, bahwa tak pernah ada kecaman soal kelakuannya, gaya berpakaiannya, atau aktivitasnya di luar lapangan ketika dia membela Juventus.

    Kiper legendaris mereka, Gigi Buffon, pernah berkata kepada Pogba muda untuk tak mengindahkan kritikan dari luar: "Silakan mau potong rambut seperti apa, berpakaian seperti apa: segala yang penting ada di lapangan."

    Masalahnya adalah Pogba tak memberikan apa-apa buat United ketika di lapangan, setidaknya tidak dengan konsisten.

    Memang, itu bukan selalu salahnya; masalah United jauh lebih mendalam, bukan cuma inkonsistensi Pogba saja.

    Dia – dan Raiola – memang berkontribusi kepada segala kekacauan di Old Trafford, tetapi dia juga menjadi korbannya.

    Mungkin dia akan belajar dari pengalaman. Mungkin segala di United sudah membantunya bersiap menyambut kekacauan di Juve. Mungkin kembali ke Juve akan mengembalikan masa jayanya.

    Namun, saat ini, segala tekanan ada di pundak Pogba. Dia tak lagi dikelilingi pemain kelas dunia di tengah. Dan tak akan ada legenda yang bisa dia andalkan.

    Pirlo dan Buffon sudah lama hengkang, dan Giorgio Chiellini baru saja pergi, bersama dengan sahabat Pogba yakni Paulo Dybala.

    Bahkan yang katanya pemimpin baru Juve, Matthijs de Ligt, sudah siap pindah kapal, dengan bek asal Belanda itu diharapkan segera hijrah ke Chelsea atau Bayern Munich.

    Kepergian De Ligt mestinya bisa menghadirkan anggaran untuk memoles skuad Juve – Nicolo Zaniolo serta Kalidou Koulibaly menjadi salah dua target utama mereka – tapi sudah jelas bahwa Bianconeri sedang dalam masa transisi, apalagi musim lalu cuma mampu finis keempat di Serie A.

    Mereka dilatih tiga manajer berbeda dalam tiga musim terakhir, dan ada keraguan besar soal apakah Allegri, dengan sepakbola kunonya itu, adalah pria yang cocok untuk mengembalikan kejayaan Si Nyonya Tua.

    Mereka memiliki calon bintang besar dalam diri Dusan Vlahovic, sementara Federico Chiesa akan menambah dimensi serangan Juve begitu sembuh dari cedera.

    Tetapi untuk saat ini skuad Juve lemah, produk dari kegagalan mereka di bursa transfer (penambahan Angel di Maria juga bikin tak habis pikir, mengingat sebelumnya mereka tegas ingin meremajakan skaud).

    Dan argumennya adalah Pogba cuma bisa bersinar di tim yang kuat (dahulu di Juventus dan bersama timnas Prancis). Tak perlu malu dengan itu, memang lebih mudah bersinar bersama tim yang apik.

    Namun, pemain yang benar-benar hebat lah yang kadang bisa menggendong keseluruhan tim, dan itulah yang bakal Allegri minta dari Pogba musim depan.

    Mengingat masa bakti keduanya di United, wajar jika takut Pogba tak akan bisa memenuhi beban itu, minimal tak bisa memenuhinya di Liga Champions, tidak dengan skuad Juve yang seperti ini.

    Tapi tetap saja, setelah penderitaannya di Manchester, keputusan Pogba untuk pulang ke Turin sangat bisa dimaklumi. Toh di sana lah dia merasa paling bahagia, baik di dalam maupun luar lapangan.

    Tetapi enam tahun sejak dia pergi ke Old Trafford, rasanya sulit untuk menanggalkan kekhawatiran bahwa lagi-lagi, Pogba memilih proyek yang salah di waktu yang salah...

0