PEPE_22Getty

Nicolas Pepe: Pemain Termahal Arsenal Yang Jadi Mimpi Buruk £72 Juta

Nicolas Pepe saat ini sedang 'OTW' hengkang dari Arsenal.

Pemain termahal The Gunners itu, yang dibeli dengan harga £72 juta dari Lille tiga tahun lalu, sebentar lagi akan balik ke Prancis setelah Arsenal sepakat meminjamkannya ke Nice.

Negosiasi terus berjalan antara kedua klub terkait rincian kesepakatan, dengan Pepe tak dibawa Mikel Arteta saat mengalahkan Bournemouth 3-0.

Kini kesepakatan peminjaman telah dicapai, yang tidak termasuk opsi pembelian buat winger 27 tahun itu.

Lantas, mengapa Arsenal tak lagi pikir panjang melepas pemain yang tiga tahun lalu menjadi rekor transfer mereka? DI sini, GOAL mencoba meniliknya.

  • Raul Sanllehi Arsenal

    Perubahan hierarki Arsenal

    Ini sangat berdampak bagi Pepe.

    Begitu dia tiba, semua dedengkot yang memboyongnya sudah hengkang dari Arsenal.

    Raul Sanllehi, yang menjabat kepala sepakbola ketika Pepe tiba, memainkan peran besar dalam mendatangkan winger Pantai Gading itu.

    Manajer Unai Emery sebenarnya ingin merekrut Wilfried Zaha dari Crystal Palace, tapi keinginan itu tak dikabulkan. Alih-alih, Pepe-lah yang didatangkan.

    Sanllehi yang menggawangi kesepakatan itu dan Huss Fahmy, yang sampai saat itu menjabat negosiator kontrak Arsenal, yang berbicara dengan Pepe dan merampungkan segala rinciannya. Pendeknya, mereka berdua sangat terlibat dalam transfer Pepe.

    Tapi keduanya justru hengkang di periode perubahan besar-besaran dalam tubuh The Gunners.

    Edu datang sebagai direktur teknis dengan gagasannya sendiri dan lalu Arteta menggantikan Emery, menghadirkan filosofi permainan baru.

    Tak butuh waktu lama untuk menyadari bahwa Pepe bukan sosok yang tepat untuk menjadi pentolan era baru Arsenal.

  • Iklan
  • Nicolas Pepe of ArsenalEddie Keogh/Getty Images

    Inkonsitensi menjangkiti

    It would be unfair to say that Pepe has completely failed at Arsenal.

    Tak adil kalau berkata Pepe sepenuhnya gagal di Arsenal.

    Ada momen-momen indah, termasuk performa-performa apiknya di akhir musim pertama Arteta, saat dia memainkan peran kunci dalam kesuksesan Arsenal di Piala FA, bahkan memberi assist untuk gol di partai final.

    Dan pada 2020/21, Pepe mencetak 16 gol di semua kompetisi - termasuk delapan gol di 11 laga terakhirnya.

    Tapi masalah utama Pepe adalah inkonsistensi. Terkadang kualitasnya menyala terang, tapi nyala tersebut lebih mirip lampu yang berada di penghujung usia: kelap-kelip.

    Tak cukup bagus untuk seseorang yang berharga £72 juta. Harusnya bisa lebih.

    Penampilan terbaiknya juga lebih sering muncul di kompetisi piala, jarang di Liga Primer Inggris.

    Ketika punya manajer dengan tuntutan tinggi seperti Arteta, inkonsistensi seperti itu akan selalu menjadi masalah.

  • Mikel Arteta Arsenal 2021-22Getty Images

    Tak punya kesadaran bertahan

    Satu lagi masalah Pepe adalah ketidakmampuannya membantu pertahanan.

    Arteta bukan tipe manajer yang membolehkan penyerangnya tetap di depan ketika tak memegang bola.

    Dia selalu ingin penyerangnya untuk ikut turun, menekan, membantu pertahanan.

    Tapi bertahan bukanlah nilai plus Pepe dan Anda bisa merasakan rasa frustrasi Arteta tiap kali Pepe bermain.

    Dia sampai harus memberi Pepe instruksi sepanjang laga, memberi tahu di mana dia harus berada.

    Ada satu momen di akhir musim lalu yang merangkum rasa frustrasi Arteta terhadap Pepe.

    Memimpin 1-0 di detik-detik terakhir di Aston Villa, Pepe - yang dimasukan sebagai pengganti di penghujung laga - melakukan tekel malas dan memberi tim tuan rumah tendangan bebas di area berbahaya.

    Arteta terlihat berang kepada pemain £72 juta itu. Yah, bukan pertama kalinya.

  • Bukayo Saka Arsenal 2022Getty

    Mengorbitnya kebintangan Bukayo Saka

    Ada satu faktor lain yang mencegah Pepe benar-benar bisa menembus tim utama.

    Meski banyak yang menanti kiprah Bukayo Saka di tim senior setelah tampil impresif di kelompok usia, semua orang tetap kaget saat dia meninggalkan impak besar di tim utama secepat itu.

    Sejak melakoni start pertamanya, winger muda Inggris ini hampir selalu tampil di starting XI - berposisi di area sayap.

    Sejak saat itu, tak ada lagi jalan kembali untuk Pepe.

    Dia degradasi menjadi pelapis gara-gara Saka yang terang-terangan lebih superior di segala lini permainan.

  • Arsenal and Ivory Coast winger Nicolas Pepe.Getty.

    Tak cocok dengan sistem

    Ketika dibeli dari Lille, Pepe hadir dengan reputasi penyerang mematikan dalam skema serangan balik.

    Di musim terakhirnya di Prancis, dia mencetak 22 gol, dan mayoritas terjadi ketika dia bisa menggunakan kecepatannya untuk menusuk ruang-ruang pertahanan.

    Tapi dia jarang bisa mereplikasinya di Arsenal, karena mereka memang tak menggunakan sistem seperti itu selama Pepe di Emirates.

    Ini bisa dilihat dari fakta bahwa performa terbaiknya bareng Arsenal terjadi ketika mereka bermain dengan gaya serangan balik di awal-awal rezim Arteta.

    Pepe memang mentereng di akhir 2019/20, memuncak ketika juara Piala FA, seiring dengan usaha Arteta memaksimalkan apa yang dia punya saat itu.

    Tapi setelahnya, Arteta mulai mendatangkan pemain-pemainnya sendiri dan menerapkan gaya bermain yang ia inginkan. Tak ayal, menit bermain Pepe pun kian tergerus.