Calciopoli True Crime gfxGOAL / Getty

Calciopoli, Totonero & Marseille - 10 Skandal 'Match-Fixing' Yang Menggemparkan Dunia

Match-fixing atau pengaturan skor adalah tindakan yang tidak dibenarkan dalam dunia olahraga, termasuk sepakbola.

Oleh karena itu, segala bentuk kecurangan untuk mengatur hasil sebuah pertandingan bisa berakibat hukuman berat dan tak jarang di antara mereka yang terlibat harus berurusan dengan penegak hukum.

GOAL memiliki daftar yang berisi sepuluh kasus match-fixing yang menhgebohkan dunia...

  • Klaus Fischer West Germany 12051982Getty

    Aib Gijon (Jerman Barat vs Austria pada 1982)

    Skandal match-fixing ini terjadi di fase grup Piala Dunia 1982. Itu tampak jelas sekali bagi siapa pun yang menonton pertandingan, namun baik Jerman Barat maupun Austria tidak dinyatakan bersalah atas kasus tersebut. FIFA secara resmi mengatakan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar!

    Kemenangan 1-0 untuk Jerman Barat akan membuat kedua tim lolos ke fase gugur dengan mengorbankan Aljazair. Jerman mencetak gol yang mereka butuhkan dalam waktu 10 menit. Kedua tim lantas cuma sekadar mengoper bola satu sama lain selama sisa jalannya pertandingan.

    Kecaman pun muncul di seantero dunia dan meminta FIFA agar mengusut mereka, mengusulkan aturan baru bahwa pertandingan terakhir di fase grup harus dimainkan secara bersamaan.

  • Iklan
  • Plateau UnitedShengolpix

    Plateau United Feeders 79-0 Akurba FC & Police Machine 67-0 Babayaro FC (2013)

    Ini adalah beberapa skor paling absurd yang pernah Anda lihat di sepakbola. Sulit untuk memutuskan apa yang lebih mengejutkan; bahwa 79 gol telah dicetak, atau bahwa lawan mereka tidak berhasil mencetak satu gol pun!

    79 gol dalam 90 menit berarti ada satu gol dalam setiap 68 detik - suatu hal yang mustahil. Dikatakan bahwa 72 dari gol itu terjadi di babak kedua, yang membuat ini semakin tidak masuk akal!

    Plateau United Feeders and Police Machine - dua tim dari kasta bawah Nigeria - mengejar kans promosi namun terasa sulit karena perbedaan selisih gol yang besar. Jadi mereka melakukannya dengan cara mereka sendiri yang hampir tidak masuk akal.

    Federasi Sepakbola Nigeria (NFF) menjatuhkan sanksi seumur hidup kepada keempat tim dan ofisial pertandingan yang bertugas dalam pertandingan aneh tersebut.

  • GER ONLY Luciano Moggi Juventus GFXimago images / Goal

    Calciopoli (2006)

    Italia punya sejarah kelam dalam hal match-fixing. Salah satu yang paling populer, dijuluki sebagai Calciopoli, terjadi pada 2006. Panggilan telepon yang disadap mengungkapkan bahwa beberapa tim telah melakukan kontak dengan organisasi wasit sehingga mereka dapat memilih wasit yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Tim yang terlibat antara lain Juventus, AC Milan, Fiorentina, Lazio, dan Reggina.

    Hukumannya adalah para pemilik klub, wasit, dan pejabat tinggi klub menerima sanksi larangan beraktivitas dalam jangka waktu lama. Beberapa di antara mereka, seperti eks pemilik Fiorentina, Andrea Della Valle dan mantan direktur Juventus, Luciano Moggi, dijatuhi hukuman penjara selain larangan beraktivitas. Klub juga menerima sanksi berat, dengan Juventus didegradasikan ke Serie B serta dua Scudetto Serie A mereka dicabut.

    Pemain seperti Fabio Cannavaro dan Zlatan Ibrahimovic memutuskan untuk meninggalkan Juventus setelah mereka terdegradasi. Hampir 35 bintang internasional meninggalkan Serie A setelah skandal itu dan pindah ke liga lain di Eropa.

  • Chiffre du 23/03/2015 Totonero

    Totonero (1980)

    Skandal pengaturan skor lainnya yang terjadi di Italia, yang juga melibatkan nama-nama besar seperti pemenang Piala Dunia, Paolo Rossi yang bahkan sampai diborgol oleh polisi. Rossi kemudian bergabung kembali dengan tim nasional Italia dan memimpin Azzurri memenangkan Piala Dunia pada 1982.

    Kasus besar, yang dinamakan Totonero oleh media Italia, terbongkar ketika sebuah surat kabar menemukan jaringan match-fixing yang melibatkan beberapa pemain Lazio. Pelaku utamanya adalah pemilik restoran di kota Roma, dengan para pemain Lazio tersebut adalah pelanggan tetapnya.

    Milan dan Lazio didegradasikan dari Serie A, dan lebih dari 20 pemain, pemilik klub, dan pejabat tinggi klub dijatuhi hukuman penjara. Sayangnya, ini bukan kali terakhir Italia disebutkan dalam daftar memalukan ini.

  • Cremonese fansGetty Images

    Cremonese vs Paganese (2010)

    Kasus aneh lainnya di Italia, mantan penjaga gawang Cremonese, Marco Paolini dinyatakan bersalah karena meracuni minuman dan botol air rekan-rekan satu timnya dengan obat penenang!

    Paolini terlilit utang judi dalam jumlah yang besar sehingga ia rela melakukan match-fixing untuk bisa melunasinya. Para pemain Cremonese yang waktu itu di Serie C jadi lamban dan lesu selama pertandingan, dengan beberapa terlihat susah berjalan. Satu pemain bahkan sampai mengalami kecelakaan mobil saat pulang ke rumah.

    Ketika hasil tes medis membuktikan bahwa mereka terkena efek bius, investigasi diluncurkan dan akhirnya menyatakan Paolini sebagai pelaku utama. Mantan kiper itu akhirnya dilarang bermain selama lima tahun.

  • Marseille 1993 Champions League winnersGetty

    Olympique de Marseille (1993)

    Marseille sukses memenangkan Liga Champions pada 1993, sembari menjuarai Ligue 1 mereka yang keempat secara berturut-turut. Mendominasi sepakbola Prancis sekaligus menguatkan reputasi mereka di Eropa mendadak tampak sia-sia karena mereka dinyatakan bersalah dalam kasus pengaturan skor.

    Bernard Tapie, mantan pemilik Marseilles dan Adidas, diketahui telah menawarkan uang kepada Valenciennes untuk mengalah lawan Marseille. Niat Tapie rupanya untuk memastikan timnya tidak harus mendapatkan masalah cedera atau dengan kata lain mengondisikan timnya agar tetap prima saat tampil di Liga Champions.

    Akibatnya, Marseille didgeradasikan ke Ligue 2 dan kehilangan gelar juara Ligue 1 mereka. Tapie sendiri dijatuhi larangan beraktivitas dalam dunia sepakbola seumur hidup.

  • Raymond GoethalsGetty

    Standard Liege (1982)

    Standard Liege terlibat dalam skandal pengaturan skor yang mengguncang Belgia beberapa dekade lalu. Manajer klub, Raymond Goethals telah menginstruksikan para pemain untuk memberikan bonus pertandingan mereka sebagai suap kepada lawan mereka.

    Ini akan memungkinkan Standard Liege untuk memastikan kemenangan dan memenangkan trofi, selain juga memungkinkan mereka untuk menjaga skuad tetap fit dan tidak cedera untuk pertandingan lawan Barcelona di kancah Eropa.

    Setelah skandal itu terungkap ke publik, Goethals dilarang menjadi pelatih di Belgia seumur hidup. 13 pemain Standard Liege juga dinyatakan bersalah dan dilarang beraktivitas di sepakbola Belgia.

    Uniknya, Goethals kemudian menjadi pelatih Marseille saat menjuarai Liga Champions 1993, pada tahun yang sama saat klub Prancis itu juga terlibat dalam skandal match-fixing.

  • South Korea Fans 151301

    Choi Sung-kuk (2011)

    Sepakbola Korea Selatan diguncang kasus yang tak terduga pada 2011 ketika adanya match-fixing terbesar yang melibatkan puluhan pemain aktif dan mantan pemain K-League. Terutama, Choi Sung-kuk, mantan pemain depan Korea Selatan, menerima larangan bermain sepakbola seumur hidup di negara itu. FIFA kemudian membuat keputusan untuk memperpanjang larangannya di seluruh dunia, yang pada dasarnya mengakhiri kariernya.

    Choi dinyatakan bersalah karena mengatur dua pertandingan saat bermain untuk mantan timnya Gwangju Sangmu. Skandal itu, yang telah menyebar ke puluhan pesepakbola, membuat Choi menerima hukuman penjara 10 bulan.

    Hukuman Choi adalah salah satu hukuman terberat yang diberikan kepada seorang pesepakbola karena kasus match-fixing.

  • Referee 24072007Getty Images

    Kurt Rothlisberger (1997)

    Pada 1997, wasit top Swiss dan Piala Dunia, Kurt Rothlisberger mungkin tidak berpikir tindakannya akan mengakibatkan larangan seumur hidup dari dunia olahraga. Sebelum pertandingan Liga Champions antara Grasshoppers dan Auxerre, Rothlisberger mengatakan kepada ofisial Grasshopper bahwa $70.000 akan cukup untuk meyakinkan Vadim Zhuk – wasit yang ditugaskan di laga itu – untuk membuat keputusan yang menguntungkan mereka.

    Meski pun Grasshoppers memang memenangkan permainan, tidak ada bukti bahwa Zhuk menerima suap untuk memastikan kemenangan mereka. Menurut Rothlisberger, ia bersikap bodoh dalam perbincangan santai dengan manajer Grasshopper saat itu Erich Vogel ketika ia menyebutkan soal suap. Rothlisberger dihukum seumur hidup, tepat setelah ia memutuskan untuk pensiun dari sepakbola pada 1996.

  • Bruce Grobbelaar LiverpoolGetty

    Bruce Grobbelaar (1994)

    Sangat jarang ditemukan skandal match-fixing di sepakbola Inggris. Itulah yang membuat mantan kiper Liverpool, Bruce Grobbelaar sangat populer ketika The Sun menuduhnya menerima suap saat gawangnya dibobol Newcastle United. Mantan bintang itu didakwa dengan pengaturan skor dan dikirim ke pengadilan.

    Sampai hari ini, ia tetap tidak bersalah dan menyangkal melakukan kesalahan. Harus ada dua persidangan untuk kasus ini, namun hakim gagal mencapai keputusan yang konklusif. Diyakini bahwa meski pun ia telah menerima suap, ia tidak dengan sengaja membiarkan lawan mencetak gol ke gawangnya.