Getty/GOALAndre Pirlo Lebih Pilih Alvaro Morata Daripada Cristiano Ronaldo? Ini Penjelasan Mengejutkan Dari Mantan Pelatih Juventus
Mengapa Pirlo lebih memilih Morata daripada Ronaldo di Juventus
Masa bakti Ronaldo di Juventus menghasilkan gol, trofi, dan profesionalisme yang tak tertandingi, tetapi di balik layar, hal itu tidak selalu cocok. Selama satu-satunya musim Pirlo sebagai manajer pada 2020/21, legenda Italia itu kesulitan membentuk sistem yang dapat menyeimbangkan ide-idenya dengan naluri Ronaldo yang bebas dan haus gol.
Kini, Erdem, mantan asisten Pirlo di klub Turki Karagumruk, telah mengungkap tensi taktik yang mewarnai musim tersebut. Berbicara kepada Bild, Erdem mengklaim bahwa meskipun Pirlo menghormati bakat Ronaldo, pendekatannya yang berbasis data menunjukkan bahwa mantan bintang Manchester United itu tidak ideal untuk sistem pressing yang ia sukai.
GettyErdem membocorkan rahasia tentang Pirlo
Manajer Shkupi yang berusia 36 tahun itu mengungkapkan beberapa detail jujur
tentang Pirlo. Erdem mengklaim legenda Juventus tersebut lebih menyukai Morata daripada Ronaldo, tetapi tidak bisa mencadangkan mantan megabintang Real Madrid itu karena Si Nyonya Tua menghabiskan €117 juta untuknya di tahun yang sama. "Kami melakukan analisis, dan analisnya memberi kami beberapa data. Satu hal yang jelas: [Pirlo] tidak menyukai [Paulo] Dybala, dan Cristiano Ronaldo sama sekali tidak cocok dengan gaya bermainnya," kata Erdem.
Ia menambahkan: "Dia ingin menekan tinggi, dan data menunjukkan bahwa Cristiano Ronaldo adalah yang terburuk dalam berlari cepat. Dia tidak menginginkannya, tetapi tidak ada yang bisa dia lakukan karena dia Cristiano Ronaldo."
"Dia jauh lebih menyukai Alvaro Morata, yang sempurna untuk sistem 4-4-2-nya. Sistemnya tidak mampu mengatasi Ronaldo, tetapi ia juga tidak bisa berbuat apa-apa melawannya."
Tantangan mengelola seorang superstar
Mengelola Ronaldo secara konsisten menguji bahkan pelatih paling berpengalaman sekalipun, sebuah tantangan yang juga dihadapi Pirlo selama masanya di Juventus. Kepribadian Ronaldo yang berwibawa, ambisi yang tak tertandingi, dan pengejaran keunggulan yang tak kenal lelah seringkali menyulitkan keseimbangan antara kecemerlangan individu dengan disiplin taktis.
Maurizio Sarri, yang melatih Ronaldo di Juventus pada musim 2019/20, mengakui bahwa mengintegrasikannya ke dalam sistem yang kaku tidaklah mudah.
Ia sering merasa frustrasi ketika mencoba menyeimbangkan naluri menyerang Ronaldo dengan permainan terstruktur yang ingin ia terapkan. Meskipun sempat tegang, Sarri mengakui kemampuan luar biasa Ronaldo untuk tetap fokus dan cepat bangkit dari keterpurukan, yang menunjukkan mentalitas elitenya. Pengalaman Jose Mourinho dengan Ronaldo di Madrid diwarnai oleh rasa saling menghormati, tetapi juga oleh benturan dua ego yang kuat. Ia sering menggambarkan menukangi Ronaldo sebagai latihan untuk melepaskan kendali yang berlebihan, memahami bahwa pemain tertentu berkinerja terbaik ketika diberi kebebasan daripada harus dibatasi oleh sistem.
Di United, Erik ten Hag dan Ralf Rangnick menghadapi tantangan serupa. Ten Hag harus menghadapi ketidakpuasan Ronaldo atas berkurangnya waktu bermain, yang berujung pada penolakannya untuk masuk sebagai pemain pengganti dalam satu pertandingan. Rangnick juga menghadapi kritik publik dari Ronaldo, yang mempertanyakan otoritas dan kredibilitas manajerialnya. Kedua situasi tersebut menggarisbawahi kesulitan mengelola seorang superstar yang standar dan pengaruh pribadinya seringkali mengalahkan arahan tim.
Bahkan Fernando Santos, yang bekerja sama dengan Ronaldo dalam waktu yang panjang dan sukses di tim nasional Portugal, melihat hubungan mereka merenggang selama Piala Dunia 2022. Keputusan taktis untuk mengganti Ronaldo menyebabkan frustrasi yang nyata dan perubahan signifikan dalam moral tim.
Getty Images SportTahun terakhir Ronaldo di Juventus
Pada tahun terakhirnya di Juve, Ronaldo mencetak 36 gol dalam 44 penampilan, memenangkan Capocannoniere Serie A dengan 29 gol liga. Ia menjadi pemain Bianconeri tercepat yang mencapai 100 gol hanya dalam 131 pertandingan. Terlepas dari kesuksesan individunya, Juventus finis di urutan keempat, tetapi meraih gelar Coppa Italia dan Supercoppa Italiana. Gaya Ronaldo yang berfokus pada gol kontras dengan sistem penguasaan bola Pirlo, namun hubungan mereka tetap saling menghormati. Musim itu menandai berakhirnya sembilan tahun gelar juara Serie A Juventus.
Iklan

