Wilfried Zaha tegas mengatakan bangga menjadi pemain berkulit hitam setelah mendapati dirinya sebagai sasaran rasisme menyusul kemenangan Crystal Palace 2-0 di markas Manchester City, Sabtu (30/10).
Bintang internasional Pantai Gading itu mencetak gol pembuka bagi Palace dalam kemenangan mengejutkan atas juara Liga Primer Inggris yang terjadi di Etihad Stadium.
Namun, selepas kemenangan tersebut, Zaha mengungkapkan dirinya mendapat begitu banyak pelecehan bernada rasisme melalui akun media sosialnya dan lantas menggunakan platform yang sama untuk memerangi aksi tidak terpuji yang dialaminya.
"Pesan ini bukan agar saya mendapatkan sejuta pesan yang mengatakan kami mendukung Anda dan itu menjijikkan, atau tentang saya mendapatkan simpati," tulis pemain sayap berusia 28 tahun itu di Instagram story-nya sembari menunjukkan beberapa tangkapan layar pelaku rasisme.

"Saya tidak di sini untuk semua omong kosong yang dilakukan alih-alih memperbaiki masalah yang sebenarnya. Saya tidak keberatan dengan pelecehan karena saat ini itu datang berkaitan dengan pekerjaan yang saya lakukan, meski itu bukan jadi alasan [pembenaran] tapi warna saya akan selalu menjadi masalah-masalah yang sebenarnya."
"Tapi tidak apa-apa karena saya akan selalu [berkulit] hitam dan bangga. Bicaralah pada saya ketika kalian benar-benar menganggap serius masalah ini."
Zaha bukanlah pemain pertama yang menjadi sasaran rasisme tahun ini, baik di dalam mau pun luar lapangan, karena sepakbola memang masih terus bergulat dengan masalah tersebut.
Bintang Rangers, Glen Kamara menjadi sasaran cercaan rasial saat pertandingan lawan Slavia Praha oleh sesama pemain dari kubu lawan, Ondrej Kudela, sebelum pemain internasional Finlandia itu juga mendapat perlakuan serupa dari suporter.
Dalam beberapa bulan terakhir, pemain Napoli, Kalidou Koulibaly dan pemain Manchester United, Anthony Elanga, juga menjadi korban pelecehan yang sama dari fans di tingkat domestik dan internasional.




