Terakhir kali perempat-final Liga Champions dimainkan tanpa kehadiran Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo, Neymar saat itu baru berusia 13 tahun.
Sang pemain Brasil telah menempuh perjalanan panjang dalam karier sepakbolanya sejak saat itu.
Neymar sukses memenangkan gelar liga domestik bersama Santos, Barcelona dan Paris Saint-Germain, serta memainkan dua final di Eropa bersama dua klub terakhirnya. Ia juga pernah merasakan pahitnya kalah di final Liga Champions bersama PSG.
Secara individu, Neymar pernah memenangkan Penghargaan Puskas, menandatangani salah satu kontrak termewah dalam dunia sepakbola dan mencatatkan namanya ke dalam buku sejarah dengan memecahkan rekor transfer senilai €222 juta saat pindah dari Camp Nou ke Parc des Princes pada 2017.
Namun, yang belum pernah berhasil diraihnya adalah penghargaan Ballon d'Or - hadiad individu yang paling didambakan oleh semua pemain.
Tapi tanpa adanya Messi dan Ronaldo yang biasa menjadi pusat perhatian khususnya di fase gugur Liga Champions untuk pertama kalinya sejak 2005, ini adalah kesempatan bagi Neymar untuk memaksimalkan waktu dan ambisi yang memang sudah dicanangkannya sejak ia tiba di Paris empat tahun lalu.
Setelah mencetak 20 gol dalam 25 pertandingan Liga Champions bersama PSG, ini adalah kompetisi yang menawarkan panggung bagi Neymar untuk berkembang pesat karena setidaknya kini ia memiliki kesempatan bermain lebih banyak.
Kisahnya di Piala Eropa sejak pindah ke Paris menjadi salah satu cerita yang penuh kesedihan.
Ia melewatkan leg kedua melawan Real Madrid pada babak 16 besar musim 2017/18, kedua pertandingan versus Manchester United saat PSG tersingkir setahun sesudahnya, dan bahkan di perempat-final di Lisbon musim lalu, Neymar berada di bawah kondisi prima.
Getty ImagesKutukan cedera juga muncul lagi musim ini. Secara mengejutkan diturunkan oleh pelatih Mauricio Pochettino dalam pertandingan Coupe de France melawan tim Ligue 2, Caen pada Januari lalu, ia mengalami cedera yang membuatnya harus absen dalam laga reuni lawan Barca.
Dalam laga itu, performa brilian Kylian Mbappe sukses membawa PSG melewati adangan Barca, sementara Neymar yang sebenarnya sangat ingin bersinar dalam duel leg kedua pun juga gagal tampil dan bahkan sama sekali tidak masuk ke dalam skuad.
Kini harapannya untuk bersinar ada pada pertandingan lawan Bayern Munich, yang menjadi ulangan final Liga Champions musim lalu.
Hanya saja, Neymar dan PSG tidak menatap laga ini dengan situasi yang baik. Pasukan Pochettino kalah mengejutkan dari Lille 1-0 pada akhir pekan lalu yang membuat mereka tertinggal tiga poin dari rival mereka dalam perburuan gelar Ligue 1, sementara Neymar mendapat kartu merah setelah terlibat konflik dengan Tiago Djalo.
Sikap Neymar, yang belakangan kerap mengoleksi kartu merah membuat banyak pihak mempertanyakan mentaslitas sang pemain berusia 29 tahun.
Mantan pemain Barcelona dan PSG, Ludovic Giuly sampai membandingkan sikap negatif Neymar dengan Ronaldinho, mengatakan kepada TF1: "Mereka memiliki segalanya, tetapi mereka tidak memberikan semuanya untuk menjadi lebih hebat."
Bixente Lizarazu, pemenang Piala Dunia dan Liga Champions ketika menjadi pemain, berpendapat bahwa "perilakunya bukanlah mencerminkan seorang rekan setim".
GettyNamun, mantan gelandang Prancis, Arsenal dan Barcelona, Emmanuel Petit, justru menjadi pihak yang melancarkan kecaman paling pedas terhadap Neymar.
"Neymar adalah masalah sekaligus solusinya," katanya kepada RMC. "Jika Anda tidak belajar dari kesalahan - ia akan berusia 30 tahun - itu karena Anda terus bersikap kekanak-kanakan sepanjang hidup Anda dan semua orang di sekitar Anda menutup mata terhadap perilaku Anda."
"Ia masih belum memenangkan Ballon d'Or. Ia diprediksi akan menjadi penerus Messi dan Ronaldo, namun ia masih belum bisa melakukannya dan sekarang sudah hampir berusia 30 tahun."
Petit kemudian beragumen bahwa sikap Neymar memiliki kecenderungan merugikan orang lain.
"Beberapa pemain mulai terkena 'Neymarised' [ketularan sikap Neymar], dimulai dengan Mbappe," kata pemenang Piala Dunia 1998 itu. "Bagi saya, pemain yang paling mewakili skuad PSG adalah Angel Di Maria."
"Ketika Di Maria bermain dan keduanya tidak ada, ia menjadi pemain yang berbeda. Ia bekerja keras bagi tim dan menyatu dengan tim."
"Saat ia disandingkan dengan dua bintang lainnya, tiba-tiba permainannya tidak terlihat. Anda mendapat kesan bahwa permainan mereka lebih menonjolkan individu dan tidak ada hubungan baik di antara para pemain."
Gerry Images"Ketika Anda menjadi pemimpin teknis dari tim Anda, seorang bintang, Anda selalu memiliki kewajiban terhadap klub Anda."
Dengan kritik yang terngiang-ngiang di telinganya, Neymar, yang masih belum cukup menunjukkan ketajaman setelah hampir dua bulan lamanya absen, akan beraksi di Allianz Arena.
PSG tanpa diperkuat Marco Verratti dan Leandro Paredes dalam pertandingan tandang di Bavaria, dan tanpa kehadiran dua gelandang yang biasa mendikte permainan tim, maka peran besar Neymar akan sangat diharapkan.
Namun, ia harus bisa memaksimalkan waktunya sebaik mungkin tidak hanya untuk sekadar membungkam para kritikus, tapi juga membuka jalan lapang bagi PSG untuk melenggang ke semi-final dan mendekatkan dirinya dengan mimpi mengangkat Ballon d'Or.


