Nyaris 63.000 suporter memadati Stadion Nissan dan jutaan pemirsa di seluruh dunia terpaku pada layar kaca untuk drama hari pamungkas J.League hari, ketika bola bergerak ke jalur Theerathon Bunmathan.
Superstar Thailand itu menarik kaki kirinya dan melepaskan tembakan, kecepatan ayunan kakinya sangat dahsyat dan bola mengenai bek terlebih dahulu sebelum melewati atas kepala kiper sehingga terjadi gol.
Stadion meletus dan Yokohama F.Marinos semakin bergairah menuju kemenangan 3-0 atas penantang tedekat FC Tokyo dan akan meraih gelar juara J1 untuk pertama kali dalam 15 tahun. Sementara itu, Theerathon, satu jam lagi menjadi pemain Asia Tenggara pertama yang berhasil meraih trofi J.League.
Satu tahun sebelumnya, rekan senegaranya Chanathip Songkrasin juga mencetak sejarah dengan menjadi pemain Asia Tenggara yang masuk dalam Bext XI J.League setelah menjalani musim 2018 yang luar biasa bersama Consadole Sapporo.
Modifikasi aturan pendaftaran pemain pada 2017 membantu semua kesuksesan tersebut terwujud - klub J.League diperbolehkan untuk mendaftarkan pemain dalam jumlah tidak terbatas dari negara-negara yang bekerja sama dengan liga - tetapi fondasinya sudah dibentangkan lima tahun sebelumnya, ketika J.League meluncurkan "Strategi Asia".
Menyadari telah berkembang menjadi komunitas sepakbola global yang mapan, J.League memulai strategi ini untuk lebih terhubung dan merangkul negara tetangga, menempatkan diri sebagai pusat untuk menstimulasi pertumbuhan di dalam dan di luar negeri.
“Kami mencoba untuk meningkatkan basis penggemar J.League dengan pada saat yang sama membantu perkembangan sepakbola Asia, yang menguntungkan semua pihak," ujar Kei Koyama di Kantor Strategi Asia Liga saat proyek tersebut mendapat momentum pada 2014.
Memorandum of Understanding (MOU) telah ditandatangani dengan liga-liga top di Thailand, Vietnam, dan Myanmar pada tahun 2012 untuk mempercepat pengembangan yang dilakukan antara Jepang dan Asia Tenggara dan segera setelah pemain dari seluruh Asia Tenggara mulai berdatangan di klub J.League, termasuk Irfan Bachdim dan Le Cong Vinh, yang merupakan bintang dari Indonesia dan Vietnam.
Relaksasi aturan pendaftaran pemain kemudian memudahkan klub J.League untuk merekrut talenta terbaik yang muncul, dengan pemain Kamboja Chan Vathanaka, yang bergabung dengan tim J3 Fujieda MYFC menjelang musim 2017, menjadi salah satu dari banyak pemain yang diuntungkan.
“Saya pikir J.League adalah level sepakbola tertinggi di Asia,” kata Vathanaka. “Dengan bertanding melawan pemain Jepang, saya merasa bisa mendapatkan pengetahuan dan teknik yang lebih baik untuk dibawa kembali ke Kamboja. Saya ingin menunjukkan semua yang saya miliki.”
Selain pemain yang tiba di Jepang, sejumlah klub J.League mulai menjalin kerjasama dengan klub lain di Asia Tenggara, sementara berbagai usaha yang saling menguntungkan juga telah dilakukan di Jepang dan di seluruh Asia sebagai bagian dari Strategi Asia. Hal itu termasuk klinik sepakbola, pertukaran pelatih, kegiatan untuk mendukung komunitas, dan pemusatan latihan tim usia dini.
2017 juga melihat kompetisi 'J.League Asia Challenge' perdana berlangsung di Thailand, di mana juara J1 2016 Kashima Antlers berpartisipasi dengan Yokohama F.Marinos dan tim lokal Bangkok United plus Suphanburi FC.
Kembali ke Jepang, Strategi Asia J.League dengan cepat memungkinkan talenta seperti Theerathon dan Chanathip untuk menahbiskan diri sebagai bintang, menarik audiens global untuk menonton aksi mereka setiap pekan.
Pertandingan langsung saat ini ditampilkan di seluruh dunia setiap pekan, konten daring berkembang dalam bahasa lokal, dan popularitas klub J.League menyebabkan pembentukan basis fans dan mendorong digelarnya nobar yang ramai.
Dan ini masih awal. Hubungan antara J.League dan Asia Tenggara masih berkembang, dan tahap selanjutnya akan tetap menjanjikan dan sama menariknya, jika tidak lebih, seperti perjalanan sejauh ini.
.jpg?auto=webp&format=pjpg&width=3840&quality=60)