Manchester United dikritik karena kurangnya identitas dalam permainan mereka selama beberapa pekan terakhir, namun jika ada satu hal yang menjadi ciri khas era kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer, adalah meraih kemenangan yang mustahil ketika dalam situasi terdesak.
Ketika berbicara keluar dari tekanan, manajer asal Norwegia itu selalu bisa mengatasinya bahkan saat situasinya semakin sulit. Hal ini tak lepas dari peran Cristiano Ronaldo, ketika Anda memilikinya di tim, selalu ada kemungkinan kekalahan bisa berubah jadi kemenangan.
Baik Ronaldo dan manajernya disorot habis-habisan setelah kekalahan memalukan 4-2 dari Leicester City pekan lalu, namun tentu saja sang superstar Portugal selalu bisa menjawab kritikan kali ini dengan sundulan khasnya pada menit ke-81 untuk menuntaskan comeback dramatis yang memang beberapa kali terjadi di Old Trafford.
Kepalan tangan berusia 36 tahun itu ke udara di depan tribune Stretford End saat berjalan keluar lapangan di akhir kemenangan 3-2 yang luar biasa atas Atalanta, membuatnya terlihat berbeda dari apa yang ditampilkan sepanjang babak pertama.
Kemenangan itu telah memberi United garis hidup di Liga Champions ketika, setidaknya selama 45 menit, mereka tampak terpuruk dan tersingkir.
Memang, mereka menghabiskan sebagian besar malam dengan terpaku di dasar Grup F tetapi, pada akhirnya, mereka berada di puncak. Namun, seperti kemenangan dramatis atas Villarreal beberapa pekan lalu, ini adalah kemenangan yang muncul dari situasi sulit.
United memang bermain lebih baik melawan tim Gian Piero Gasperini dan menciptakan cukup banyak peluang untuk menang – mereka memiliki 22 tembakan sedangkan Atalanta 13 – tetapi sekali lagi, performa tim Solskjaer masih mengundang pertanyaan.
Bagaimana bisa tim yang memiliki pelatih spesialis bola mati malah sering kebobolan dari skema tersebut? Itu jelas membingungkan.
Setelah terlalu banyak memberikan ruang hingga terciptanya gol jarak dekat Mario Pasalic usai menerima umpan silang Davide Zappacosta, Luke Shaw, Harry Maguire dan David de Gea kembali bersalah atas terciptanya gol kedua Atalanta lewat sundulan Merih Demiral.
Marcus Rashford berbicara sebelum pertandingan tentang perlunya kembali ke dasar tim, namun tampaknya mereka tidak bisa memahami dasar-dasar cara untuk menghadapi bola mati.
Meski begitu, United memang pantas untuk mendapatkan tiga poin yang akhirnya mereka capai dengan kerja keras.
Kepala mereka tampak benar-benar tertunduk saat tertinggal 2-0 dari lawan terberat mereka di Grup F dan bahkan harus menerima beberapa ejekan saat keluar lapangan selepas babak pertama.
Namun, apa pun yang dikatakan di ruang ganti menghasilkan keajaiban.
Dalam banyak hal, Bruno Fernandes mempersonifikasikan performa naik turun United saat ini. Penampilannya di babak pertama buruk, jauh dari kapasitasnya, namun ia mampu mengatur serangan balik yang mengawali comeback United, menciptakan gol untuk Rashford dan Maguire.
Assist keduanya mungkin beruntung, dengan umpan silangnya entah bagaimana menemukan jalan ke Maguire di tiang belakang, tetapi yang pertama adalah jenius.
Getty/GoalFernandes menghasilkan umpan pemecah pertahanan yang terukur sempurna yang diselesaikan secara klinis oleh Rashford yang sebelumnya menyia-nyiakan peluang, dengan sang striker kini telah mencetak tujuh gol dalam tujuh pertandingan penyisihan grup Liga Champions terakhirnya.
Dua skenario yang membuat United mengawali kerja keras meraih tiga poin yang tampak mustahil dan ketika Solskjaer berbicara tentang DNA United, ini adalah jenis penampilan yang dimaksudnya, yang penuh dengan tekad dan ketekunan. Tapi harus seberapa sering mereka seperti ini, terus berjuang membalikkan keadaan dan menyulitkan jalan mereka sendiri?
Menjamu Liverpool di Old Trafford, Minggu (24/10), tentu akan menjadi tugas yang lebih berat dari hari ini, engingat Atalanta bermain dengan cara yang mengakomodasi permainan depan United, di mana mereka memberi tuan rumah ruang yang mereka inginkan untuk menciptakan peluang. Sulit membayangkan tim Jurgen Klopp memberi mereka begitu banyak ruang dan waktu.
Seperti yang dikatakan legenda United Paul Scholes di BT Sport setelah laga: "Saya merasakan semua kegembiraan namun di babak pertama saya tidak menikmatinya dan saya pikir saya tidak akan merasakannya di babak kedua. Saya pikir jika mereka bermain lawan tim yang lebih bagus mereka tidak akan terlihat. Babak pertama mengkhawatirkan. Tampak seperti tim, tapi tidak memiliki kekompakan dan itu adalah tanda-tanda yang mengkhawatirkan."
"Bisakah mereka bermain melawan Liverpool seperti itu? Sama sekali tidak. Bisakah Anda bermain melawan Manchester City seperti itu? Bisakah Anda bermain melawan tim top Liga Champions seperti itu? Saya tidak ingin terdengar seperti pecundang, tapi babak pertama sangat buruk, saya merasa sangat khawatir."
Kekhawatiran Scholes memang valid, tetapi euforia yang menyambut peluit penuh waktu di Old Trafford mewakili luapan perasaan yang disambut baik oleh para suporter, pemain, dan manajer yang berada di bawah tekanan.
Solskjaer sempat meminta reaksi dari timnya. Ini bukan sepenuhnya akhir dari yang diinginkannya tapi baru permulaan. Mereka tentu tidak kekurangan semangat juang tetapi apakah kemenangan dengan cara seperti ini akan terus-menerus mampu menopang mereka melewati berbagai kesulitan lainnya yang akan datang, entahlah.




