Teka-teki ke mana Seto Nurdiyantoro melanjutkan kiprahnya pada musim ini akhirnya terjawab. Mantan pemain timnas Indonesia itu resmi diumumkan sebagai arsitek PSIM Yogyakarta.
Kepastian Seto sebagai nakhoda baru Laskar Mataram diinformasikan pada Rabu (29/1) siang, lewat sesi jumpa pers. Seto menjadi paket kejutan, karena PSIM sebelumnya adem-ayem dalam persiapan.
Sebelumnya Seto merupakan pelatih PSS Sleman, dan mampu membawa tim berjuluk Super Elang Jawa tersebut promosi ke LIga 1 2019. Pada musim perdana promosi, PSS mampu finis di posisi delapan.
Sayang, negosiasi antara Seto dan manajemen PSS tidak menemui kesepakatan. PSS pun akhirnya menunjuk Eduardo Perez sebagai pelatih kepala mereka pada Liga 1 2020, dan Seto menyeberang ke PSIM.
"Secara pribadi saya bingung kenapa [CEO] Pak Bambang [Susanto] dan [Walikota Jogja selaku pembina PSIM] Haryadi Suyuti mau panggil saya. Mungkin beliau-beliau ini kasihan sama saya, cah cilik disiyo-siyo [anak kecil disia-siakan]," ujar Seto kepada pewarta.
"Memang saat ini saya tidak punya kerjaan, jadi beliau lihat ke situ. Mungkin beliau-beliau ini ingin memberikan pelajaran kepada saya," sambung sosok yang pernah menukangi PSIM pada kompetisi 2015, yang akhirnya tidak jadi terlaksana tersebut.
Soal rivalitas antara PSIM dan PSS, Seto menanggapinya dengan tenang. Ia menegaskan status dirinya sebagai seseorang yang mencintai kemajuan sepakbola Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia juga tidak ingin bicara muluk soal target.
"Saya ini asetnya DIY. Saya ini bukan Sleman, bukan Jogja, bukan Bantul, saya asetnya DIY."
"Dengan hadirnya saya, saya tidak bisa menjamin PSIM lebih bagus, PSIM masuk Liga 1, saya juga tidak bisa menjamin. Tapi dengan kerja keras kami, mungkin itu yang akan membuat PSIM lebih berprestasi."
"Kepada suporter, jangan punya keinginan muluk-muluk. Tidak ada jaminan ke sana [promosi]. Tapi harapannya bisa semoga lebih bagus."