Ahn Jung-hwan South Korea Cult Hero HIC 16:9GOAL

'Pria Yang Tak Akan Pernah Lagi Injakkan Kaki Di Perugia!' - Ahn Jung-Hwan & 'Golden Goal' Yang Hancurkan Sepakbola Italia

Ahn Jung-hwan mengalami masa kecil yang traumatis. Dibesarkan oleh neneknya setelah kehilangan kedua orangtua, ia tidak pernah tumbuh dewasa.

Dia baru mulai bermain sepakbola saat masih kecil karena klub lokalnya menawarkan roti dan susu kepada para pemainnya.

Artikel dilanjutkan di bawah ini

Maka, mungkin menjadi hal yang tidak mengherankan ketika menjadi pemain profesional, target pasca-pensiunnya sederhana.

"Saya harap saya bisa menjalankan usaha toko kelontong kecil dan hidup dengan nyaman,” ucap Jung-hwan.

Untungnya, jalur karier pasca-pensiun Jung-hwan terbilang oke, meski bukan sebagai pedagang yang ia maksud.

Pria berusia 46 tahun itu justru memantapkan dirinya sebagai salah satu penyiar paling terkenal di Korea Selatan. Ia bahkan memiliki kanal YouTube sendiri.

Kesuksesannya berakar dari salah satu gol paling terkenal, di salah satu pertandingan paling kontroversial dalam sejarah Piala Dunia.

Berbagai sudut pandang dapat ditulis menjadi buku jika kita bicara tentang pertemuan Korea Selatan dengan Italia di Daejeon pada 2002.

Di Italia, wasit Byron Moreno tetap terkenal sebagai salah satu penjahat terbesar dalam sejarah sepakbola.

Sementara Jung-hwan dikenang karena golnya pada masa babak tambahan saat FIFA masih menerapkan aturan ’Golden Goal’ – dan reaksi menyedihkan yang diperlihatkan bos besarnya, presiden Perugia Luciano Gaucci.

Kala itu, sang penyerang menjalani dua musim yang mengecewakan di Serie A, dengan hanya mencetak lima gol dalam 30 penampilan.

Keyakinannya rendah, bahkan ia memulai Piala Dunia dengan duduk di bangku cadangan.

Namun, pelatih Korea Selatan, Guus Hiddink, tetap percaya penuh kepada Jung-hwan. Sang bos mengatakan kepadanya bahwa turnamen akan mengubah hidupnya – dan itu terjadi.

Ahn Jung-hwan Guus Hiddink South Korea 2002 World Cup GFXGetty/GOAL

Jung-hwan masuk dari bangku cadangan untuk mencetak gol dalam pertandingan fase grup kontra Amerika Serikat. Ia membantu timnasnya meraih poin berharga sekaligus memantapkan dirinya di daftar starter.

Namun, kontribusinya yang paling signifikan datang melawan rumah angkatnya.

Jung-hwan mengakui bahwa ia merasa timnya tidak memiliki peluang melawan Italia yang bertabur bintang. Namun, pertarungan babak 16 besar tampak menyatukan Korea tidak seperti laga-laga lainnya, sebelum atau sesudah.

Skuat Taeguek Warriors bahkan mendapat dukungan dari tetangga mereka di utara, sementara para fans yang turun ke Daejeon pada 18 Juni 2002 bersuka ria untuk mengingatkan salah satu kekalahan paling memalukan Tim Azzurri di Piala Dunia.

'1966 lagi’ adalah bunyi sorakan dari tribune, mengacu pada kekalahan Italia dari Korea Utara di Goodison Park pada 38 tahun sebelumnya.

Sebetulnya Jung-hwan seharusnya juga membuka skor, tapi sepakan penaltinya diselamatkan Gigi Buffon.

Nah, saat Christian Vieri memecah kebuntuan, terlihat tim yang juga dibintangi Francesco Totti, Alessandro Del Piero, dan Paolo Maldini berada dalam lajur kemenangan.

Namun, pelatih Italia, Giovanni Trapattoni yang terkenal pragmatis, malah tetap bermain terbuka, dan mereka dihukum gol penyama skor dari Seol Ki-Hyeon dengan dua menit waktu normal tersisa.

Pada tahap ini, kinerja Moreno–dan tampaknya kurangnya kebugaran–sudah berada di bawah pengawasan, dan itu semakin menjadi ketika Totti secara kasar diberi kartu kuning kedua karena dianggap melakukan ‘diving’.

Kemudian, dengan hanya tersisa tiga menit jelang babak adu penalti, bola diayunkan ke area pertahanan Italia.

Tampaknya hanya ada satu pemenang duel: Maldini, bek terhebat sepanjang masa.

Tapi Jung-wan, bagaimanapun, melompatinya - secara harfiah.

Ahn Jung-hwan Paolo Maldini South Korea Italy 2002 World Cup GFXGetty/GOAL

"Saya sebenarnya berpikir saya melompat terlalu dini dan tidak akan bisa menyundul bola. Tapi Maldini salah mengatur waktunya karena saya melompat lebih dulu. Itu adalah keberuntungan besar bagi saya,” kenang Jung-hwan.

Namun, tidak ada yang kebetulan tentang penyelesaian akhirnya. Jung-hwan pulang untuk mengirim Korea ke dalam kegembiraan, dan Italia ke dalam kehancuran. Ia menjadi ikon instan.

“Saya ingat ada begitu banyak fans yang menunggu sehingga saya tidak bisa keluar," tuturnya kepada media lokal, JoongAng.

Memang, ‘Golden Goal’-nya telah menghasilkan gelombang euforia yang ditunggangi Korsel hingga babak empat besar.

Namun, di Italia, ada kegemparan, dengan keyakinan bahwa laga tersebut terdindikasi telah diatur oleh Moreno.

Media terkenal Italia, La Gazzetta dello Sport, mengklaim bahwa ini adalah demonstrasi terbaru dari penzaliman yang dipimpin FIFA terhadap Gli Azzurri.

Namun, Gaucci memusatkan rasa frustrasinya pada Jung-hwan.

"Orang itu tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di Perugia,” gerutu sang presiden Perugia.

"Dia tampil fenomenal hanya ketika bermain melawan Italia!”

"Saya seorang nasionalis dan saya menganggap perilaku seperti itu tidak hanya sebagai penghinaan terhadap kebanggaan Italia, tapi juga pelanggaran terhadap negara yang dua tahun lalu membuka pintu untuknya.”

"Saya tidak berniat membayarkan gaji kepada seseorang yang telah merusak sepakbola Italia,” pungkasnya.

Gaucci yang dikenal labil dengan cepat menarik pernyataan kontroversial tersebut, tapi Jung-hwan terlanjur marah. Ia menyalahkan bosnya karena telah menciptakan suasana tidak kondusif yang mengakibatkan mobilnya dirusak hingga ancaman pembunuhan oleh mafia.

"Sepertinya saya telah mengakhiri seluruh karier sepakbola saya dengan satu tujuan itu," kata Jung-hwan.

Ahn Jung-hwan South Korea 2002 World Cup GFXGetty/GOAL

Jung-hwan menolak untuk bermain untuk Perugia lagi dan yang terjadi selanjutnya adalah perselisihan kontrak yang mengacaukan harapannya untuk bergabung dengan klub Liga Primer Inggris, Blackburn Rovers.

Pada akhirnya, sebuah perusahaan Jepang setuju untuk membayar €3,8 juta yang diminta Gaucci sebagai kompensasi, dan sang penyerang sepakat bergabung dengan tim J-League, Shimizu S-Pulse.

"Hidup saya bisa berbeda jika saya bermain di Liga Primer, tapi banyak orang bilang bahwa mereka sangat bahagia karena saya adalah bagian dari skuat timnas pada 2002, dan saya selalu membalas mereka, ’tidak, kalian yang membuatku bahagia’,” tutur Jung-hwan.

"Saya pikir €3,8 juta adalah harga yang saya bayar untuk rasa hormat dan cinta yang saya terima dari orang-orang,” tambahnya.

Jung-hwan tidak menyesal, dan memang demikian.

Kontroversi yang mengelilingi Korea Selatan-Italia, dan pro-kontra yang mengiringinya, sama sekali tidak ada hubungan dengannya. Ia sama sekali tidak melakukan kesalahan.

Seperti yang Jung-hwan katakan sendiri dalam sebuah wawancara dengan FIFA+.

“Tidak ada undang-undang yang menyatakan saya tidak diizinkan mencetak gol melawan Italia. Ketika saya melihat lagi ke belakang, rasanya saya seperti menukar seluruh karier saya untuk satu gol itu,” ujar penyerang yang pensiun pada 30 Januari 2012 itu.

Ya, sundulan yang membuatnya menjadi pahlawan nasional.

Iklan